Mohon tunggu...
Rina Kwartiana
Rina Kwartiana Mohon Tunggu... -

Seseorang yang sedang mengembangkan bakat menulisnya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jokowi, Capres Banjir

16 Januari 2014   23:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:46 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13898837501668911382

[caption id="attachment_290433" align="aligncenter" width="300" caption="Courtesy of Detik.com"][/caption] Tadi siang saya ada keperluan ke Duren Tiga, entah mengapa kali ini saya ingin sekali lewat jalan raya Pasar Minggu, tak seperti biasanya memotong jalan lewat jalan kampung/tikus. Setelah saya menggowes sepeda beberapa saat dan tiba di dekat pertigaan Kalibata, ada sesusatu yang menggeliti penglihatan saya. Saya melihat ada sebuah kain putih terbentang di bawah papan reklame sebuah restoran cepat saji. Segera saja saya menggowes sepeda saya lebih cepat agar saya dapat membaca tulisan yang ada dalam spanduk itu. Begitu saya tiba di depan spanduk itu, saya membaca tulisan di spanduk itu, "JOKOWI CAPRES BANJIR".. Tulisan yang ditulis diatas kain mori putih sepanjang ± 2meter dan ditulis dengan cat semprot bewarna hitam. Sayangnya saat itu saya tak membawa kamera/hp berkamera untuk memotret spanduk tersebut. Setelah beberapa saat saya mengamati spanduk tersebut, saya mencoba bertanya pada seseorang pemilik kios pembuat nisan yang letaknya kira-kira 3 meter dari lokasi spanduk. "Pak saya mau tanya, itu spanduk sejak kapan dipasang distu?" "Kalo nggak salah sejak libur maulidan deh mbak" jawabnya "emang kenapa mbak?" kata bapak itu balil bertanya "Nggak papa sih pak cuma lucu aja" jawab saya sembari pamit pada bapak itu. Kemudian saya melanjutkan perjalanan saya, sambil membatin "Ternyata ini toh yang bikin gue pengen banget lewat jalan besar". Sepanjang perjalan, saya berpikir iseng banget sih tuh orang bikin spanduk seperti itu, maksudnya apa coba?. Saya mulai menebak-nebak, kenapa sih orang begitu antipati terhadap oang nomer 1 DKI itu?, kenapa gubenur erdahulu nggak merasakan antipati masyarakat yang terlalu berlebihan? apa karena gubenur terdahulu dari kalangan militer atau dari birokrat sedangkan Jokowi dari kalangan biasa? Entahlah. Selesai urusan saya di Duren Tiga, saya tak lagi lewat jalan raya Pasar Minggu, tapi lewat jalan kampung yang biasa saya lewati. Sepanjang perjalanan pulang, kembali saya berpikir kasihan bener sih pak gubenur yang satu ini, apa karena namanya mendadak melejit sejak pencalonannya sebagai gubenur DKI, kemudian namanya melejit dalam survey bursa capres, bahkan menduduki peringkat 1? lagi-lagi saya tak mampu menjawab perkiraan-perkiraan saya itu. Di dunia ini, banyak orang yang suka kepada kita tapi tak sedikit pula yang membenci kita, apalagi orang sekelas Jokowi, pasti lebih banyak lagi. Apalagi pesta demokrasi akan segera berlangsung 3 bulan kedepan, black campaign dan usaha untuk menjatuhkan makin marak. Malam ini saat saya membaca berita di dunia maya, saya begitu terkesan dengan tanggapa Jokowi tentang spanduk itu. Beliau tak peduli dengan adanya spanduk itu, karena beliau ingin fokus menangani masalah banjir yang mengepung Jakarta. Angkat topi buat beliau, yang tak terpengaruh sama urusan cemen. Sebelum saya menyudahi tulisan ini, seperti pada tulisan saya terdahulu, ingin saya tegaskan bahwa saya bukan pendikung Jokowi, saya hanya sekedar ingin berkomentar tentang spanduk yang terpasang di pertigaan kalibata yang sudah terpasang selama 3 hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun