Di bawah terik matahari, ribuan buruh menjejali Bundaran Hotel Indonesia. Mereka datang dari berbagai penjuru Jakarta untuk merayakan hari kebesaran mereka, Hari Buruh. Agenda perayaan dari tahun ke tahun tidak berubah, yaitu berdemonstrasi menuntut perbaikan taraf kesejahteraan hidup. Suara-suara berteriak. Tidak lupa, tangan-tangan mengepal diangkat ke udara seperti yang selalu dilakukan Hugo Chavez saat menyampaikan pidato di hadapan ribuan rakyatnya.
Pada setiap kegiatan protes sosial yang melibatkan masyarakat menengah ke bawah, ataupun kelompok minoritas yang merasa dimarjinalkan oleh kelompok mayoritas, mengepalkan tangan ke atas menjadi ritual wajib. Padahal sebuah protes sosial tidak akan kekurangan maknanya walau pesertanya tidak mengacungkan kepalan tangan ke atas. Namun, rasanya akan lebih afdol ketika kepalan tangan itu terangkat. Layaknya kopi dan krim. Kopi tetaplah kopi dengan atau tanpa krim, tapi sebagian orang merasa perlu memadukan keduanya dengan alasan rasa lebih nikmat.
Sejarah menyebutkan kepalan tangan ke udara ini bermula dari ilustrasi tangan mengepal yang diciptakan oleh sekolompok seniman yang bergabung dalam grup Taller de Gráfica Popular (People's Graphic Workshop) yang berdiri pada tahun 1937. Konten karya seni mereka merefleksikan gerakan sosial dan politik yang mendukung tujuan Revolusi Mexico yang ditandai dengan pergerakan sosialis, liberal, anarkis, dan populis. Grafis tangan mengepal berkembang menjadi ikon perlawanan. Kelompok-kelompok yang memiliki paham politik komunis, marxisme, dan menuntut perubahan cepat menggunakan ikon tersebut. Di antaranya Partai Komunis Amerika Serikat dan Partai Panther Hitam untuk Pertahanan Diri. Bukan hanya kelompok politik, kelompok gerakan sosial pun turut mempopulerkan ikon tangan mengepal ini. Sebagai contoh adalah Gay Liberation Front dan kampanye anti perang Vietnam“Stop the Draft Week” pada tahun 1960-an akhir di Amerika Serikat.
Hebatnya, ikon tangan itu mampu berkembang menjadi simbol perlawanan dan seperti virus menulari masyarakat negara lainnya. Sebut saja Indonesia. Di mana kaum buruh selalu mengangkat tangannya yang mengepal ke atas sebagai simbol perjuangan akan hak-hak kesejahteraan mereka; demonstrasi mahasiswa Indonesia menolak kenaikan harga bahan bakar; dan bahkan pasukan Front Pembela Islam (FPI) untuk menuntut penerapan syariat Islam. Kepalan-kepalan tangan itu juga bisa disaksikan di negara-negara lain, membuat simbol ini sungguh go international.
Yang menarik adalah latar belakang politik kelompok yang menggunakan ikon itu tidak berbeda, yakni mengarah pada sosialis, komunis, atau marxisme. Sebuah mazhab politik yang bertentangan dengan sebagian besar negara di dunia yang menganut paham demokrasi dan liberal. Gerakan buruh di Indonesia menuntut kesejahteraan lebih besar setiap tahunnya sejalan dengan ide pergerakan kaum buruh modern ala Karl Marx dan Frederick Engels. Cita-cita dari pergerakan kaum buruh modern -mencapai tingkatan yang lebih tinggi sehingga dapat meruntuhkan sistem kapitalisme- memang belum tercapai di tanah air. Tapi apakah tuntutan mereka yang ditambah dengan ornamen kepalan tangan ke atas adalah salah satu cara untuk menambah beban berat industri hingga akhirnya runtuh oleh beban itu, kita hanya bisa melihat dan menunggu. Demikian halnya dengan komunitas sosial yang dimotivasi oleh pilihan mereka yang unik. Seperti pada contoh adalah kaum homoseksual, yang di zaman modern ini sebenarnya masih belum diterima dengan baik oleh sebagian besar masyarakat dunia, serta organisasi masyarakat yang memiliki dogma dengan pengertiannya sendiri.
Kesamaan dari gerakan-gerakan di atas adalah sebenarnya mereka ingin menunjukkan kemarahan sekaligus perlawanan pada situasi yang terjadi dan menginginkan kemerdekaan versi mereka. Sekilas gerakan mereka sebatas verbal dan simbol berupa bahasa tubuh tangan mengepal. Tapi simbol itu tidak sepatutnya dianggap remeh. Sebab, kepalan tangan itu bisa bereskalasi menjadi gerakan sosial. Kepalan tangan itu pun bisa menjadi sebuah tinjuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H