‘’Iyaa... Mama Angga, anak gadisnya pak Sofyan itu lho...yang masih kelas satu SMP itu ‘’ ujar salah satu perempuan pada temannya, sambil berceloteh riang mereka menuju ketempat bangku taman yang aku duduki. Temannya yang disampingmelambaikan tangan dan mengisyaratkan permohonan untuk minta izin duduk bergabung denganku.
Dengan setengah hati aku membalas lambaiannya dan menggeser dudukku segera. Tiga wanita ini segera mengambil tempat duduk, disekeliling meja batu yang dibuat ditengah taman. Ini adalah salah satu hal yang sebenarnya tidak kusukai, berada ditengah para wanita yang suka menggosipkan orang lain. Namun bagaimana lagi, taman ini milik umum dan aku tidak bisa mendominasi tempat duduk sendirian, apalagi ada empat cukup tempat untuk empat orang. Selain itu aku tidak mau mengecewakan Bintang, aku sudah berjanji akan menemaninya dalam acara senam massal ini. Tidak setiap hari aku menemani Bintang disekolah seperti para orang tua TK lainnya, dan aku tidak akan pulang hanya karena gosip mereka ini. Maka dengan separuh ikhlas dan separuh kesal aku memberikan senyum ramah kepada mereka.
‘’Sudah dengarkan Bunda Bintang?, itu lho cerita anaknya pak Sofyan yang kemarin dirapatkan desa ‘’ ujar salah satunya padaku. Aku mengangguk pelan, yaa..mau tidak mau harus terlibat acara infotaimen desa ini. Ibu itu tersenyum prihatin seakan-akan akulah objek yang dibicarakannya.
‘’Sunggu tidak sangka ya, anak yang begitu santun, lemah lembut dan cantik tega berbuat seperti itu. Kalau anak saya begitu munkin saya sudah pingsan karena stress ‘ujarnya mengusap dada. Yah aku juga perihatin dengan kejadian itu. Seorang remaja yang membuat geger kampung karena ternyata sudah hamil enam bulan oleh pacarnya, padahal mereka masih sangat belia.
‘’Saya dengar orang tuanya pingsan kok bu, malah sampai jatuh sakit segala ‘’ ujar temannya yang tadi panggil Mama Angga.
‘’Ya iyalah...orang tua mana yang tidak pingsan kalau anak gadisnya begitu, malah bisa mati berdiri.Mama Angga sih enak, anaknya cowok semua. Nah anakku, dua yang cewek, sudah hampir tamat SD lagi. ‘’ Jawabnya. Perhatianku sekarang terusik.
‘’Memangnya kenapa Bu, kalau anaknya cewek?, apa hubungannya? ‘’tanyaku. Dan kali ini bukan basa-basi.
‘’Duh..... Bunda Bintang ini. Lebih pusing punya anak cewek lho... Punya anak jelek dikatain ndak bisa merawat, punya anak cantik..eh kecil-kecil dah dilirik orang. Trus bagaimana kalau dia pacaran..kitanya ndak tahu. Eee...tiba-tiba hamil. Kan.. kita malu Bunda Bintang. Yang anaknya cowok mahenak, ndak ada resiko apa-apa, tetap utuh, bisa petantang-petenteng sana sini. Lha..Anak gadis kita, walaupun tidak hamil, ya ndak perawan lagi, belum malunya itu lho..bisa ndak laku-laku dia karena orang sudah tahu aibnya , bagaimanapun orang-orang tetap menyalahkan siceweknya..‘ ujarnya nyerocos.
Aku memandangnya sedikit takjub, memang begitukah?Aku yakin Ibu sungguh tidak bicara dari pandangn feminisme sehingga dia meletakkan perempuan sedemikian rupa dibandingkan lelaki. Aku yakin ini hanyalah kecemasan seorang Ibu yang punya dua anak perempuan yang sedang beranjak remaja.
‘’Tapi punya anak cowok juga riskan lho Mama Widya’’ balas Mamanya si Angga tadi. ‘’Coba bayangkan, kalau yang jadi cowoknya anak kita, kita sekolahkan baik-baik, kebutuhannya dipenuhi. Eee..tahunya menghamili temannya sendiri. Mau dinikahin, masih kecil. Jangankan biaya untuk anak bini, untuk diri sendiri masih belum bisa nyari. Kan akhirnya kita juga yang mesti biayain anak istrinya.
Nah itu kalau orang tua cewek itu setuju untuk dinikahin. Kalau ndak..., anak kita dilaporkan kepolisi, trus masuk penjara. Sekolahnya hancur, masa depannya juga suram. Belum lagi kalau dipenjara itu dipukuli atau dianiaya. Duh..saya malah ngeri bu...selama ini kita menjaganya hati-hati bahkan dari gigitan nyamuk, sekarang malah harus mendekam dengan segala siksaaan dipenjara. Belum lagi kalau mereka narkoba, ngebut-ngebut dijalan trus pulangnya sudah jadi mayat, jangankan makan, hiduppun rasanya tidak bisa ‘’ urainya panjang lebar. Sekarang saya yang malah menatap mereka berdua dengan pandangan terpana, sungguh mengerikan.
‘’Bunda Bintang bagaimana ‘’ tanya Mama Angga mengagetkanku dari keterpanaan itu. Dan jujur saja saya bingung harus menjawab bagaimana.
‘’Saya senang punya anak lelaki, seperti Bintang. Munkin karena saya hanya punya satu anak saja. Namun kalau diberi rezeki anak lagi, saya ingin anak perempuan. Soalnya baju dan bando anak cewek cantik-cantik ‘’jawabku pelan. Aku tahu mereka bingung dengan jawaban yang asalan, dan tidak ada korelasinya dengan pertanyaan mereka. Untunglah Yunita, salah satu dari mereka yang dari tadi diam saja membantuku.
‘Bagi saya..punya anak perempuan dan laki-laki sama bahayanya Mama widya, karena mereka sama sama punya peluang untuk berbuat hal seperti itu. Kan ndak munkin ada yang hamil tanpamenghamili, soal narkoba atu ngebut di jalanan, sekarang bukan hanya anak lelaki lho..anak perempuan juga banyak yang begitu ‘’.
‘’Tapi masih mending anak lelaki Bu Yunita, kalau anak kita cewek masih diancam dari orang sekitarnya. Kan sekarang kita dengar ada ayah yang cabuli anaknya sendiri, bahkan ada kakek yang hamili cucunya, ih..ngeri ‘’ Jawab Mama Widya Ngotot.
‘’Yee..sama aja Mama Widya, anak lelaki juga sering disodomi ama anak tetangga, diajarin merokok, bahkan banyak yang jadi preman ‘’ jawab Mama Angga tak kalah ngotonya.
‘’Makanya itu tergantung kita semua, para orang tuanya ‘’jawab Yunita Menengahi.
‘’Kita memang tidak bisa lengah, saat ini ada komputer dengan internet yang bisa membuat anak kita menonton apa saja. Sekarang ada film dan video porno yang dijual bebas. Belum lagi narkoba yang dijual dimana saja mulai dari harga murah sampai harga mahal. “. Yunita menarik nafas, mencoba melihat reaksi dua wanita itu. Karena keduanya masih terdiam, iapun melanjutkan.
‘’Sekarang juga beli kendaraan mudah, bayar depe lalu bisa dikredit. Nah..kita yang bingung,, ndak dibelikan kok kita kesannya pelit. Tapi kalau dibelikan ntar dipakai ngebut pulangnya jadi mayat, iya kalau langsung mati..kalau cacat seumur hidup?. Tapi disitulah letaknya seni jadi orang tua. Asal ita bisa mengajarkannya agama yang cukup, memberikan contoh tauladan yang baik, dan kasih sayang yang sempurna, saya yakin..anak-anak itu akan tumbuh denganbaik. Toh kita dulu juga anak-anak dan godaan juga banyak. Tapi sekarang kita baik-baik saja bukan? ....
Aku tidak lagi menyimak keterangan Yunita, bahkan aku seperti tidak mendengar gosip mereka selanjutnya. Mata dan fikiranku serang tertuju sepenuhnya pada Bintang. Bintangku yang ringkih dan lemah tampak sangat gembira senam bersama guru dan teman-temannya. Siapakah yang bisa menjamin Bintang tidak akan terjerat narkoba nantinya? Atau siapakah yang bisa memastikan Bintang tidak akan celaka karena kebut-kebutan di jalan?. Aku tidak berani melanjutkan fantasi gila itu. Jujur saja...aku tidak tahu akan berbuat apa, kalau nanti Bintang menghamili teman sekelasnya..duuuh....Robb jangan sampai.
Sementara dalam lubuk hatiku yang paling dalam aku menyadari. Aku bukanlah Ibu yang baik apalagi sempurna untuk Bintang. Aku belum memberinya ilmu agama yang cukup, apalagi memberikan contoh teladan yang tepat. Kehidupan memaksaku harus membagi waktu antara Bintang dan pekerjaan dan sangat sulit untuk memberi porsi yang adil bagi keduanya.
Yunita memang benar..semuanya tergantung kepada orang tuanya. Bagaimanapun juga, orang tualah yang membentuk anaknya menjadi hitam atau putih, dan disinilah letaknya seni...seni sebagai orang tua. Toh memang banyak perangai buruk anak yang membuat sedih orang tua, bahkan memalukan orang tuanya. Namun lebih banyak lagi anak-anak yang memberikan rasa bangga pada orang tuanya.
Ku pejamkan mata dan menyusupkan doa terdalamku pada-Nya..Robbiii ..kuserahkan penjagaan Bintang pada-Mu. Jagalah Bintang..karena kuyakin tidak ada penjaga sebaik diri-Mu. Kuatkanlah Bintang untuk bisa menahan godaan dan bisa memilih yang terbaik dalam hidupnya. Robb..aku memang menginginkan Bintang akan jadi orang sukses kelak dalam hidupnya, menyelesaikan pendidikanya, karier yang bagus, harta yang melimpah dan istri yang sholehah. Namun lebih dari semua itu..aku sangat mendambakan ..memiliki Bintang yang sholeh, yang taat mengejar ridho-Mu, yangmengabdi dalam cintanya padaku dan bijaksana dalam memberikan manfaat bagi sekitarnya.
Robbi...beri aku kekuatan untuk mengawal dirinya untuk tumbuh dan dewasa, berilah aku petunjuk seperti Kau memberikan petunjuk pada Ibrahim..Ayah Ismail, beri aku ketegaran seperti ketegaranSarah..Mamanya Ismail, dan beri aku hikmah cinta yang luar biasa..seperti cinta Muhammad papanya siti Fatimah..., Robbi...kuserahkan hidupku dan hidupputraku pada kepada rahmat-Mu dan naungan cintaMu. Amien.
Kampar, 12-11-11
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H