Kita anggap saja pada umumnya setelah sepasang pengantin menikah maka mulai membangun hidup keluarga yang baru dengan memiliki anak, tugas dan tanggung jawab tentu naik level soal tantangan, ibu ataupun ayah harus siap untuk belajar. Anak sebagai simbol anugerah yang Tuhan berikan tentu harus tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat secara fisik maupun metalnya.
Memang menjalani hidup berkeluarga bukanlah hal mudah, ada banyak tantangan yang wajib dihadapi, salah satunya perselisihan antara ibu dan ayah, apakah permasalahannya soal uang, perselingkuhan, beda pendapat atau lainnya yang malah berujung kekerasan di dalam rumah tangga, yang lebih parahnya lagi sampai tejadinya penceraian. Pertengkaran yang terjadi antara ibu dan ayah didepan anak-anak menjadi permasalahan yang seharusya dihindari di dalam keluarga. Anak yang sering merasa kesepian dan haus akan kasih sayang menjadi korban dalam persoalan tersebut malah merasa tempat paling aman dan nyaman bagi mereka hilang seketika.
Sesuai data yang diperoleh saat ini, angka KDRT terjadi di Indonesia semakin signifikan yaitu, 79% (6.480 kasus) (Komnas Perempuan, 2021). Selain itu, data pada tahun 2014 berdasarkan jenis perilaku kekerasan yang digunakan dalam mendidik anak dari usia 1 – 14 tahun antara lain; kekerasan psikologis dan fisik 23,17 %, kekerasan fisik 10,16%, dan kekerasan psikologis 21,48 % (Mardina, 2018). Kemudian, apa pengertian KDRT ? sehingga mengkaitkan antara kekerasan fisik dan psikologis serta siapa saja yang terlibat ?. Menurut Wicaksono, (2008) kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku menyakiti dan melukai secara fisik maupun psikis emosional yang menyebabkan kesakitan dan distress (penderitaan subyektif) yang tidak diinginkan oleh pihak yang disakiti yang terjadi dalam lingkup keluarga (rumah tangga) antar pasangan suami isteri (intimate partners), atau terhadap anak-anak, atau anggota keluarga lain, atau terhadap orang yang tinggal serumah (misal, pembantu rumah tangga).
Dalam artikel ini kita akan bahas dampak-dampak psikologis apa saja yang terjadi pada anak apabila kekerasan ada di dalam rumah tangga dari sudut pandang penelitian sebelumnya. Ayah dan ibu yang sudah terlanjur terjadi pemasalahan ini semoga menjadi pembelajaran dan tidak berulang lagi karena kekerasan rumah tangga sifatnya bisa berulang. Bagi anda adalah muda-mudi kelak menjadi seorang ayah dan seorang ibu, baiklah ini menjadi wawasan bahwa penting untuk tidak terjadinya kekerasan dalam rumah tangga agar anak-anak akan tumbuh dan berkembang dengan sehat secara tubuh, jiwa dan pikirannya. Menghindari kekerasan di dalam rumah sama halnya menghindari dampak-dampak berikut ini pada anak:
1. Mengalami Trauma
Trauma tidak seperti fobia yang dapat dihindari, karena seseorang yang mengalami trauma selalu hidup dengan pengalaman masa lalunya (Wright, 2009). Pengalaman anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan berbagai persoalan pada keadaan jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek seperti: ancaman terhadap keselamatan hidup anak, merusak struktur keluarga, munculnya berbagai gangguan mental. Sedangkan dalam jangka panjang memunculkan potensi anak terlibat dalam perilaku kekerasan dan pelecehan di masa depan, baik sebagai pelaku maupun korbannya (Mardiyati, 2015).
2. Kekerasan Pasangan Intim Saat Dewasa
Berdasarkan penelitian Brown (2013) degan topik “Domestic Violence” membuktikan bahwa ketika seseorang terus-menerus dihadapkan pada kekerasan di masa kanak-kanak, yang lebih mungkin terjadi adalah anak akan menjadi pelaku dalam kekerasan pasangan intim saat dewasa. Senada dengan teori pembelajaran sosial berpendapat bahwa apa yang dipelajari dan dilihat anak-anak dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan mereka tentang kekerasan dalam rumah tangga sebagai orang dewasa. Sama hal pada kalimat “Korban menjadi pelaku” yang bukan lagi bagian yang tertutup, ini memanglah menjadi nyata jika seseorang menjadi korban dan dikemudian hari memungkinkan menjadi pelaku.
3. Menjadi Agresif
Penelitian Osofsky (2018) dari Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Negeri Louisiana Amerika Serikat membuktikan bahwa anak kecil yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga dapat menunjukkan perilaku dan disregulasi emosi yang paling sering diungkapkan dalam perilaku agresif. Melihat kekerasan antara ayah dan ibu di rumah atau ayah dengan anak-anak sama halnya mendorong anak untuk melakukan hal yang sama untuk meyelesaikan permasalahan karena anak adalah peniru yang ulung.
Ayah, ibu dan siapapun itu, perlu kita ketahui bahwa pola asuh yang tepat sekaligus terciptanya rumah yang damai menjadi jaminan untuk membetuk generasi yang tumbuh dan berkembang dengan sehat secara fisik maupun psikis. Bukan berarti di dalam keluarga, apakah antara ibu dengan ayah, orang tua dengan anak, atau keluarga satu dengan keluarga yang lain tidak memiliki perselisihan namun untuk megatasi permasalahan terjadi, kekerasan bukanlah satu-satunya cara untuk dilakukan. Osofsky (2018) sangat menekankan dari hasil penelitiannya bahwa konsekuensi dari paparan kekerasan dan pelecehan dalam rumah tangga berdampak pada kesehatan fisik dan mental yang signifikan seumur hidup, dengan peningkatan risiko psikopatologi.
Demikian dampak-dampak psikologis yang akan terjadi pada anak apabila kekerasan dalam rumah tangga ada di dalam keluarga sesuai penulis temukan dari penelitian-penelitian sebelumnya, memang ada dampak lainnya selain penulis tuliskan, namun semoga ini membantu bagi siapapun. Ayah, Ibu bahkan anda yang akan menjadi seorang ibu ataupun seorang ayah, persoalan kekerasan menjadi persoalan serius maka penting sekali menjadi perhatian bagi kita. Sekian terima kasih sudah membaca karya tulis ini, semoga berjumpa dikarya tulis selanjutnya :)
Baca juga :