Di ruang tunggu bandara, aku mendengar rekaman percakapan kami kemarin. Kusimak lagi setiap kata yang dia ucapkan sore itu. Kata-kata biasa menjelma menjadi kalimat yang ingin kudengar setiap harinya. Suara itu akan selalu membuatku rindu.
Tak ada hal lain yang bisa kulakukan selain mencuri kesempatan merekam percakapan kami saat itu. Kusadari, aku sedang mengumpulkan serpihan kepercayaan diriku yang sempat terurai saat kami bertahan dalam diam. Kusiasati bagaimana caranya menumbuhkan lagi kasih sayang padanya saat aku nyaris putus asa. Aku hanya ingin agar dia selalu ada saat kami tak mampu bersama.
Sepertinya, aku tak bisa akrab dengan keputusanku tentang mengabaikannya. Barangkali sebuah ruang di hatiku benar-benar telah dikuasainya sejak aku memberinya izin. Caraku menghilang sebanding dengan caraku mencarinya. Dia benar-benar berharga.
Ya, memang kita tak pernah secara terang-terang mengutarakan cinta. Namun tatapan mata kita sudah menjabarkan segala rasa yang tersirat di dalamnya. Aku selalu rindu tersesat dalam pikirku saat menatapnya berbicara. 'Sayang, sehat-sehat ya. Baik-baik di sana.'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H