Barangkali -menurut saya- seseorang perlu mengingat masa-masa pahit untuk bisa berjuang menata sesuatu yang baru, yang bernilai. Misalnya, saat seseorang wanita pernah diberi harapan palsu alias di-PHP, dia mesti sadar sesadar-sadarnya untuk menghindari orang yang sama di waktu yang akan datang. Jika sadar bahwa dirinya di-PHP, sebagai seorang wanita yang bijak, hendaknya dia menggagas sesuatu yang bernilai untuk kebaikan dirinya sendiri. Ada baiknya juga jika dia introspeksi diri sendiri; salah di mana dalam menjalin sebuah hubungan dengan seseorang. Siapa tahu jika sudah ada perbaikan, yang PHP-in jadi balik PDKT. Jadi, lho, kok jadi bahas PHP dkk ya? Haha.
Ada yang bilang, bahwa membandingkan diri sendiri dengan orang lain adalah hal yang kurang baik. Manusia dicipta berbeda dengan keunikannya masing-masing. Jadi, mengapa harus membandingkan sesuatu yang tidak perlu? Namun bagi saya, jika itu berguna untuk mendongkrak kualitas pribadi, kenapa enggak. Sah-sah saja bagi saya untuk membandingkan diri saya dengan orang lain jika tujuannya adalah untuk menilik seberapa jauh saya tertinggal atau sangat ketinggalan, hihi. Menguntit orang-orang keren (karakter dan prestasi) di media sosial itu bisa bikin ketagihan, apalagi menguntit akun mantan gebetan. #duhh_sakitttttt :D
Jadi, apa sebenarnya inti dari tulisan ini? Bingung kan? Sama, saya juga. Yang pasti, seseorang harus meluangkan waktu untuk cukup beristirahat agar tetap dapat berpikir jernih. Jadi demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H