Dear diary...
Artikel ini saya tulis di kategori Life-Diary, karena tulisan ini sejatinya sebagai bahan perenungan diri saya sendiri.Â
Betewe, sebelum lanjut membaca artikel ini, mari kosongkan piring dan gelas kita, agar kita bisa menyantap artikel ini dengan konsep Mindful Eating dan Mindful Thinking (maksa.com hehe).
Tidak ada pertanyaan di luar pikiran, karena di luar pikiran hanya ada jawaban. Orang yang sudah keluar dari pikiran, tidak lagi bertanya-tanya. Orang yang sudah berhenti mencari karena telah menemukan jawaban, akan kehilangan tanya dengan sendirinya.
Pikiran selalu bertanya-tanya karena pikiran tidak punya jawaban. Pikiran hanya membuat spekulasi, kemungkinan tentang jawaban, bukan kepastian, bukan jawaban itu sendiri. Â Itu sebabnya orang yang tidak bisa keluar dari pikirannya, selalu bertanya-tanya karena belum atau tidak punya jawabannya. Kita pikir, jawaban ada di dalam pikiran. Jadi kita terus berpikir untuk mencari jawaban suatu pertanyaan.
Pikiran bukan kenyataan. Kenyataan selalu benar, pikiran bisa salah. Pikiran bisa benar, jika cocok dengan kenyataan. Tapi, secocok-cocoknya pikiran dengan kenyataan, pikiran bukan kenyataan.Â
Kalau kita pikir kenyataan sama dengan pikiran, maka itu hanya pikiran kita sendiri, bukan kenyataan. Nyatanya, kalau kita terus menganggap pikiran kita adalah kenyataan, kita akan sulit menerima kenyataan yang ada, kita akan cenderung menyalahkan kenyataan, karena mengira pikiran kita benar. Bulet kan? Saya pun mulai pusing hehe.
Sering terjadi di kehidupan sehari-hari, kita sering memikirkan tuhan sepanjang hari. Padahal kita tahu, bahwa tuhan itu di luar nalar, di luar jangkauan pikiran. Tapi kita masih menggunakan pikiran untuk menjangkau tuhan.
Kita berdoa, tapi, berdoa dengan pikiran. Meminta ini dan itu, seolah-olah tuhan tidak tahu apa yang kita butuhkan. Terkadang tanpa sadar, kita menghina tuhan dengan cara kita sendiri, lalu marah ketika ada orang menghina tuhan dengan cara yang lain. Kita suka menuduh orang lain sesat, padahal kita sendiri juga sesat. Aku dan kamu sesat berpikir.
Saat kita sudah sesat berpikir, kita jadi malas berpikir. kita akan merasa cukup dengan percaya, tanpa paham kenyataannya. Nah loh, makin jelimet kan? hehe.
Umumnya, sadar atau tidak, kita tidak berani berhenti berpikir, karena kita takut jika kenyataan yang ada tidak sesuai dengan pikiran dan harapan kita. Â