Pada semilir angin mamiri di tanah rantau.
Kutitipkan sepucuk puisi, yang kugoreskan di selembar daun lontar, teruntuk seorang pria di tanah Somba.
Dia yang melahirkan aku dari rahim jiwanya.
Membesarkan aku dari tiap tetesan peluhnya yang jatuh tanpa keluh.
Dan diam-diam menitikkan air mata, saat hadir pria idaman lain di hidupku.Â
Ayah...
Di usiamu yang semakin senja, entah berapa bait syair tersisa menemani malam-malammu, hingga kau terlelap damai dalam puisiku.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!