Mohon tunggu...
Rina Bintang
Rina Bintang Mohon Tunggu... Lainnya - There's always something

Karyawati

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Deteksi Penyakit Melalui Mata dengan Metode Iridiologi

28 Mei 2022   14:40 Diperbarui: 28 Mei 2022   14:53 2362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita pasti sering mendengar istilah “Mata adalah jendela jiwa”. Bagaimana dengan istilah “Mata adalah jendela kesehatan seseorang”? Bagaimana mungkin kondisi kesehatan seseorang dapat dilihat dari mata? Ya, hal itu mungkin saja dilakukan. Dalam dunia kesehatan, terdapat suatu kajian ilmu yang mempelajari dan menganalisa kesehatan seseorang melalui analisa bentuk, struktur dan perubahan warna pada iris mata yang biasa disebut dengan iridiologi.

Konsep iridiologi pertama kali dipopulerkan oleh Thodore Kriege lewat bukunya yang berjudul Chiromatica Medica pada tahun 1670. Seabad kemudian, Christian Haertels menerbitkan disertasi berjudul De Oculo et Signo yang berarti mata dan tanda-tandanya. Sekitar abad ke-19, Ignatz von Peczely tidak sengaja menemukan burung hantu yang patah kakinya serta adanya goresan hitam pada matanya. Namun, setelah burung hantu itu sembuh, goresan pada matanya juga hilang. Akhirnya, Ignatz melakukan penelitian pada manusia dan menciptakan peta iridiologi pertama. Peta iridiologi ini kemudian disempurnakan oleh Bernard Jensen pada tahun 1982 dan digunakan oleh praktisi iridiologi hingga saat ini.

www.oxfordiridiology.co.uk
www.oxfordiridiology.co.uk

Iris adalah lingkaran pada bagian tengah mata yang menentukan tampilan warna mata seseorang. Iris terdiri dari banyak selaput halus yang didalamnya terdapat serabut saraf serta pembuluh darah kapiler. Serabut saraf dan pembuluh kapiler ini terhubung ke otak dan organ tubuh yang lain. Peran iris mata dalam konsep iridiologi ibarat layar komputer yang dapat memperlihatkan data mengenai apa yang terjadi dalam organ tubuh. Langkah pertama yang dilakukan dalam konsep ini adalah melakukan proses pengambilan gambar kedua iris mata pasien. Iris mata sebelah kanan akan merepresentasikan kondisi sebagian besar organ bagian kanan. Sedangkan, iris mata sebelah kiri akan merepresentasikan kondisi sebagian besar organ bagian kiri. Dari hasil pengambilan gambar iris, akan diamati lekukan, tekstur, adanya bercak serta lingkaran di sekeliling iris mata dan barulah dilakukan analisa terhadap kondisi organ pasien. Analisa dilakukan dengan berpedoman pada peta iridiologi. Biasanya setelah melakukan analisa, ahli iridiologi akan memberikan terapi nutrisi kepada pasiennya. Hal ini dilakukan karena para ahli iridiologi yakin bahwa sebagian besar masalah kesehatan berawal dari kondisi pencernaan, terutama pada bagian usus besar. Jika nutrisi pasien terpenuhi dan kondisi usus besar baik, maka kondisi organ pasien juga baik.

Jika konsep ini mudah dan sederhana untuk dilakukan, mengapa sulit ditemukan praktek iridiologi? Di dunia medis, metode iridiologi masih diperdebatkan keakuratannya sehingga terkadang konsep ini dianggap sebagai ilmu kesehatan alternatif yang bersifat preventif. Memang, kekurangan dari konsep ini adalah tidak dapat menjelaskan secara kuantitatif yang menggambarkan seberapa parah sakit yang dialami oleh pasien. Misalnya saja pada penderita anemia, secara medis kondisi anemia dapat diketahui dari jumlah hemoglobin. Parah atau tidaknya anemia yang dialami dapat dijelaskan secara kuantitatif dengan angka (jumlah hemoglobin) dari hasil tes darah. Lain halnya dengan konsep iridiologi, dengan konsep ini parah atau tidaknya anemia yang dialami hanya dijelaskan melalui ketebalan garis lingkaran di sekeliling iris mata.

Sekalipun saat ini masih ada perdebatan mengenai kebenaran konsep iridiologi, tidak ada salahnya apabila kita mengambil manfaat dari penerapan konsep iridiologi. Analisa iridiologi dapat dijadikan referensi dan langkah preventif dalam menyikapi kondisi kesehatan kita. Melalui konsep ini, kita bahkan dapat mengetahui fungsi organ tubuh yang mulai menurun sekalipun belum dalam tahap kerusakan dan tidak ada gejala yang dirasakan. Dengan demikian, kita dapat mengatur pola hidup dan asupan makanan lebih tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun