Rasa manis terlempar irama merengang terdengar samar
Nyaring kicau burung camar mengema dibalik tirai kamar
Pada kehampaan tirani yg ku hakimi telah pasti
Ketika sunyi rona hijau mu terbias dari megahnya pelangi
Sinar ketakutan ku pun mulai mengikis menghujami jeruji
Samar nada indah suara mu selalu semukan bayang keadilan akan cinta
Raut wajah mu selalu tepiskan meredam menghakimi rindu ku dalam nyata
Berharap ku akan terjaga dari lelap buaian akan rasa
Ternyata smua itu hnya sia-sia,hanya celoteh luka yg membungkam nada
Seiring jalanya waktu benalu menyelubung sukma ku
rasa itu pun melesat cepat seakan musnah ditelan bayu
Rindu mu pun yg tiap saat menderu serasa surut tak menyerbu
Menjulang merengkuh ringan tak ada belaian hanya secuil kasih sayang yg tak sepadan
Kebersamaan kadang hilang bhkn tak ku dapatkan mungkin hanya sedikit sapaan yg datang menjulang
Ku bukanlah yg terbaik buat kamu
Dan ku sadar siapa diri ini
Terlentang tak punya harapan hanya mampu memunggut sampah dipinggir jalan
Ku hanyaalah coretan usang yg tak pantas kau sayang
Ku hanyalah sbuah ilalang kering yg menanti hujan menunggu keajaiban meraih bintang
Yang mustahil dapat ku gapai
Semuanya tlah terbengkalai
Sementara jeritan lukisan trus terbingkai
Menjerat langkah ku tuk mengapai mahligai
Selamat ya..akhirnya km telah berhasil memainkan ku
Aku emang orang yg gak punya wajar jika km memilih dia yg punya segalanya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H