Mohon tunggu...
Rina Darma
Rina Darma Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

Happy Gardening || Happy Reading || Happy Writing || Happy Knitting^^

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengenal Flora Gunung Gede Melalui Novel "Sarongge"

3 Desember 2021   06:23 Diperbarui: 3 Desember 2021   06:45 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Sarongge (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sarongge merupakan novel lama yang aku beli tanpa rekomendasi. Sewaktu jalan-jalan ke toko buku, ilustrasi pohon di cover buku ini memanggilku. Sebuah gambar dengan dominasi pohon berwarna hijau yang segera menjadi medan magnet bagi aku yang berminat pada lingkungan. Judulnya pun membuat aku bertanya-tanya, apa itu Sarongge?

Tak ada blurb layaknya novel umumnya di bagian belakang buku karya Tosca Santosa ini. Gantinya, ada empat kutipan kesan dari pembaca di sana. Tak main-main. Ada nama novelis Ayu Utami yang tenar dengan "Bilangan Fu"-nya, Dosen Universitas Indonesia Faisal Basri (aku familiar karena beliau sering muncul di televisi, semoga aku tidak salah orang), ada pekerja seni Ine Febriyanti yang sudah pula kudengar namanya, dan Suzy Hutomo, seorang pengusaha dan pemerhati lingkungan.

Dari situ aku menyimpulkan novel yang terbit pertama tahun 2012 ini bukan novel biasa.

Sinopsis

Husin dan Karen dipertemukan kembali dalam program adopsi pohon yang dilakukan Green Radio. Sebuah upaya penghutanan kembali lahan bekas Perhutani yang akan diserahterimakan kepada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Lahan seluas 50 hektar itu digarap 200 warga sebagai kebun sayur.

Tak perlu waktu lama untuk Husin dan Karen segera akrab. Keduanya memiliki pandangan yang sama terhadap alam. Meskipun, tindakannya berbeda. Husin skala lokal bersifat tradisional sedangkan Karen lingkup global dengan sentuhan modernitas.

Husin memperjuangkan pertanian organik yang ramah lingkungan sementara Karen melanglang buana bersama organisasinya. Ia mendampingi warga-warga lokal terutama di wilayah timur Indonesia yang terancam terusir dari tanahnya sendiri oleh para corporate.

Membaca Sarongge

Novel setebal 370 halaman ini diantarkan oleh Ayu Utami. Novelis tersebut adalah teman penulis sewaktu menjadi wartawan. Dari Ayu, pembaca seolah diajak berkenalan lebih dekat dengan penulis. Dari kesehariannya sewaktu bekerja, idealismenya, hingga ranah personal.

Latar belakang ini membuat aku "mengangguk" saat membaca novel Sarongge yang serasa bukan membaca novel (benar tebakanku di awal, kalau ini bukan novel biasa), rasanya ini seperti feature. Sebuah karya jurnalistik yang humanis tapi tetap berdasarkan pada fakta. Tentu saja, karena setting maupun konflik-konflik yang ada di novel ini memang nyata dan bisa ditelusuri. Risetnya pun detail. Untuk setting waktunya diawali tahun 2008.

Sebagai lulusan kehutanan, aku semakin terkesan dengan novel ini. Kenapa? Karena dibagian awal setiap bab, pembaca akan diajak berkenalan dengan nama flora yang kebetulan ada atau disebut di chapter tersebut. Sebelumnya bahkan hingga sekarang, aku belum banyak membaca novel yang memberikan porsi lumayan banyak untuk tumbuhan seperti ini. 

Sebelumnya, aku pernah membaca karya Andrea Hirata dalam tetralogi Laskar Pelangi yang banyak memberikan nama latin pohon dalam ceritanya dan Orhan Pamuk penulis Turki pemenang nobel sastra tahun 2006 yang kerap juga menyebutkan nama-nama pepohonan dalam novel-novelnya. Namun, Tosca seperti mengajak pembaca belajar dendrologi (ilmu yang mempelajari pohon atau tumbuhan berkayu) dengan berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun