"Rasah mudik sik rapopo, wong lagi koyo ngene kahanane."
Tidak usah mudik dahulu tidak apa-apa, baru kaya begini keadaanya. Ketika ibu mengucapkan kalimat tersebut getir dan ada rasa bersalah di hati.
Sebuah kalimat yang tidak keluar dari mulutku karena hanya bisa sampai tercekat di tenggorokan. Sudah berhari-hari ke belakang aku ingin memberitahunya tapi selalu tidak sampai hati. Namun, Ibu seolah selalu bisa membaca pikiranku yang tak terungkap.
Salat Hari Raya Idul Fitri 1441 H kali ini seharusnya aku lewatkan di kampungku. Dua tahun sekali, aku harus berbagi salat Idul Fitri antara di mertua dan orang tua. Ibu harus menahan kembali rindu untuk bertemu kedua cucu.
Padahal jauh-jauh hari suami sudah mengingatkan untuk membeli tiket kereta api dua hari jelang Lebaran. Sama halnya dengan tetangga, kami pun harus menunda tahun ini. Tiket kereta api balik 100 persen terkena pembatalan akibat pandemi Covid-19.
Bisa saja aku baik-baik saja saat berangkat mudik dari rumah. Namun, tidak ada yang dapat menjamin selama di jalan. Apalagi aku membawa dua bocah yang rentan Virus Corona. Akhirnya, keputusan menunda mudik kami putuskan sebelum secara resmi pemerintah mengimbau larangan mudik.
Cara Penularan yang "Mengerikan"
Yang paling membuat aku parno dengan virus Corona adalah cara penularannya. Media kita pernah disuguhi berita ketika dua anak dan seorang ibu yang positif terpapar Covid-19. Dugaannya tertular dari pakaian yang dipakai sang ayah saat bekerja di Wisma Atlet yang digunakan untuk menampung pasien Covid-19. Padahal ayahnya negatif.
Virus ini bisa menempel dan bertahan hidup 3-4 jam sebelum menemukan inang baru. Bisa saja saat di tempat-tempat umum, ada orang yang terpapar positif kemudian ia terbatuk tanpa masker. Ia menutup dengan telapak tangannya. Lantas, ia memegang bangku kursi. Virus pun ikut menempel. Lalu, ada yang memegang kursi, ia lantas mengusap ke bagian muka. Virus pun berpindah. Bagaimana jika itu kita? Keluarga kita? Saudara kita?
Ketika menyerang orang dengan imunitas yang baik, memang orang yang terpapar akan sembuh. Tapi ketika menyerang orang yang rentan seperti anak-anak, orang yang sakit, orang dengan sakit bawaan, dan orang usia tua akan berakibat fatal. Tenaga medis sebagai garda terdepan yang telah mempertaruhkan nyawa akan banyak menjadi korban. Sudah saatnya kita peduli.
Tercatat per 21 Mei 2020 terdapat 20.162 kasus positif dengan jumlah sembuh 4.838 dan meninggal 1.278 kasus. Data menunjukkan ada penambahan 973 kasus yang merupakan jumlah kenaikan terbesar sejak pertama kali virus ini terkonfirmasi positif di Indonesia 2 Maret 2020. Â Ironisnya, jumlah penambahan yang sangat besar ini terjadi setelah pemerintah menetapkan berbagai kebijakan dan protokol kesehatan. Artinya, masih banyak di antara kita yang tidak peduli dan tidak disiplin.