Beberapa hari sebelum Lebaran, ketika saya di rumah, ibu akan mengajak saya berkunjung ke rumah kerabat yang dituakan. Tidak sekedar silaturahmi, tapi kami juga membawa parcel lebaran. Isi kado hari raya tersebut biasanya makanan dan minuman yang dapat digunakan sebagai jamuan saat hari raya.
Untuk sesama anggota keluarga sendiri, biasanya kado Lebaran tersebut berupa pakaian maupun alat sholat. Biasanya, sebelum saya memutuskan memberi hadiah tertentu, saya melihat apa yang masih belum dipunyai oleh penerima hadiah. Misalnya mukena ibu sudah saatnya ganti atau sandal Bapak yang sudah usang. Sehingga hadiah tersebut bisa lebih bermanfaat.
Begitu juga saat membelikan anak. Saya selalu menggunakan prinsip prioritas. Saya tidak ingin terjebak dalam kemubaziran dan berlebihan yang berakibat pemborosan. Jika kakak mendapat dua baju, belum tentu adik mendapatkan hal yang sama. Bisa saja, adik satu potong baju dan sepatu, namun disesuaikan kebutuha sehingga sebagai orang tua tetap berlaku adil meski tak sama.
Hal ini juga melatih anak agar tidak terjebak pada pemborosan dan berfoya-foya. Anak menjadi lebih bersyukur terhadap apa yang ia punya dan memiliki sense of belonging terhadap apa yang dimilikinya. Membeli memang karena kebutuhan bukan keinginan.
Untuk membeli parsel makanan, ibu biasa belanja di pasar di tempat kulakan sehingga mendapat harga miring. Untuk mengemasnya di rumah saja sehingga bisa memangkas biaya lain.
Ohya, mengenai parsel Lebaran, Bulek saya lebih kreatif. Dia mengandalkan kemampuannya membuat kue kering. Dia akan membuat aneka kue dan mengemasnya sendiri. Menurut saya, kado Lebaran buatan sendiri lebih bermakna meski sedikit repot. Saya pun ingin mencontoh Bibi saya tersebut tapi belum sempat belajar membuat kue.
Kemudian, untuk kado Lebaran berupa baju, sepatu, atau perlengkapan salat, kami sudah memiliki toko jujugan atau yang menjadi tujuan untuk hari raya. Biasanya karena cocok dan banyak pilihan.
Namun, di masa pandemi Corona ini kami harus bijak untuk tidak berbelanja "offline". Sebagai warga negara yang baik kita harus mengikuti anjuran pemerintah untuk membantu memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Di antaranya menghindari keramaian dan kerumunan terlebih dahulu. Rantai penyebaran virus yang prediksi berakhirnya belum jelas ini akan bisa putus jika kita lebih aware dan disiplin mulai dari diri sendiri.
Tidak berbelanja offline bagi saya sendiri belum tentu belanja online mengingat situasi saat ini. Kami sendiri belum memutuskan untuk berbelanja online. Ada sebuah kepuasan berbelanja secara langsung daripada melalui e-commerce khususnya terkait pakaian dan saya menghindari membeli baju Muslim lewat online.Â
Selain hal tersebut, tak ada yang menjamin juga jika kita membeli online akan terhindar dari Covid-19. Karena virus ini diyakini bisa bertahan 3-4 jam dengan menempel di barang maupun baju.Â