Mohon tunggu...
Rikha Munawar Siregar
Rikha Munawar Siregar Mohon Tunggu... Bankir - Writer

Full timer Writer part time Banker

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Final Call

24 Agustus 2021   10:50 Diperbarui: 24 Agustus 2021   11:05 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suaranya terdengar pelan tapi tak cukup menutupi getaran ketakutan. Semakin lama suaranya seperti bergumam yang tidak jelas. Kutekan volume di ponselku agar lebih maksimal, namun tak membuat suaranya lebih jelas. 

Kupanggil namanya dengan lembut namun penuh penekanan agar dia sedikit tenang dan memperjelas suaranya. Samar-samar kudengar pecahan kaca diantara rintihan ketakutannya. Tanpa pikir panjang aku menyambar tas dan bergegas ke rumahnya.

"Cindy..." ujarku memanggil sambil mengetuk pintu rumahnya. 

Tak terdengar suara apapun dari dalam. Kupanggil lagi namanya dengan lebih keras sambil memeriksa pintu atau jendela yang terbuka. Bulir keringat mulai mengucur saat aku mulai bolak-balik mengelilingi pekarangan rumahnya mencari celah agar bisa masuk ke dalam. 

Sahutan masih tak terdengar dan kondisi rumah tertutup rapat tak bercelah. Aku terduduk lemas di teras belakang. Diantara harapan yang mulai pupus, aku menemukan sebuah peluang untuk masuk. Dulu ketika masih menjalin hubungan dengan Cindy, ia pernah bercerita jika menyimpan kunci cadangan dibalik rak sepatu di teras belakang. 

Tak sekali dua kali kudapati orang menyimpan kunci ditempat seperti ini bahkan kadang tersembunyi diantara tanaman dengan dalih lebih mudah dan tak perlu takut kehilangan dijalan. Kugeser rak sepatu yang cukup berdebu. Bahkan ada laba-laba yang keberatan karena jam tidur siangnya terganggu kehadiranku.

Kutepis debu seraya mengambil kunci yang terjatuh di lantai. Pelan kudorong pintu setelah memutar kunci ke rongga dibagian pintu. Ruangan gelap padahal matahari masih tinggi. Kunyalakan lampu dan menemukan Cindy sudah berdiam didepanku. Matanya nanar tapi masih bisa tersenyum tipis. 

"Kamu masih mau datang menemuiku meski kamu sudah mencampakkanku Rio?" ujarnya dingin. 

Aku tidak menjawab tapi langsung memeluknya berusaha menenangkan pikirannya. Saat aku memeluknya tiba-tiba terasa sesuatu yang hangat mengalir dibahuku. Ada rasa sakit yang menghujam dan sekujur tubuhku mendadak lemas. Kutatap Cindy, kali ini senyumnya lebih lebar dan matanya berbinar.

"Kamu ga akan bisa pergi meninggalkanku Rio. Kita akan tetap disini bersama" ujarnya. Badanku mulai kehilangkan kendali namun kesadaranku masih tersisa sedikit.

"Kamu harusnya tidak melarikan diri dari rumah sakit, jangan biarkan kepribadianmu yang lain menguasai tubuhmu Cindy" ujarku terbata-bata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun