Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menggunakan Kearifan Lokal sebagai Tameng Resesi

30 Juni 2020   23:40 Diperbarui: 30 Juni 2020   23:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian berikut adalah anggaran yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Besarannya porposional sesuai dengan penghasilan yang didapatkan. Dengan cara ini tidak ada  celah untuk membelanjakan uang dengan cara yang tidak rasional. Dalam keadaan darurat sekalipun belanja kebutuhan sehari-hari tetap diusahakan agar tidak terlalu melebihi anggaran. Toh seperti yang dikatakan oleh suami, kami tidak akan makan nasi dua kali lipat jumlahnya pada saat stok beras dipasaran menipis. Yang butuh beras itu bukan hanya kita, tetapi juga yang lain.

Karenanya ketika harga bawang putih meroket dipasaran beberapa saat yang lalu, saya berusaha untuk tetap belanja bawang putih dengan jumlah seperti hari biasanya, bahkan lebih sedikit. Membeli dalam jumlah banyak pada saat harga melambung akan membuat anggaran membengkak. Bayangkan untuk 1 kg bawang putih saya harus menghabiskan biaya sebesar lima puluh sampai enam puluh ribua rupiah. 

Padahal dalam keadaan normal harga dipasaran hanya berkisar duapuluhan ribu rupiah saja. Betapa banyak anggaran dapur saya yang harus tersedot hanya untuk bawang putih jika saya tetap nekad membeli dalm jumlah banyak. Disamping itu membeli dalam jumlah banyak hanya akan makin membuat harga barang tersebut semakin tinggi. Hukum demand and suplay secara alamiah pasti akan berlaku. Setidaknya itu yang pernah saya pelajari dari guru mata pelajaran ekonomi ketika duduk dibangku SMA.

 Apakah itu berarti saya tidak pernah membeli barang dalam jumlah banyak? Tidak juga. Beberapa saat yang lalu saya memborong cabe beberapa kilogram sekaligus. Cabe tersebut dikeringkan agar bisa bertahan untuk jangka waktu yang lama. Jika ini saya lakukan bukan berarti karena kemaruk. 

Harga cabe dipasaran pada waktu itu memang terjun bebas sampai Rp. 10.000,- per-kilogramnya. Miris melihat petani yang sudah berharap banyak pada hasil panen yang melimpah. Akan tetapi dihargai dengan harga yang tidak sepadan. Aksi borong cabe yang kami lakukan bersamaan dengan  beberapa teman-teman lain dikantor suami bermaksud menolong para petani dilapangan.  Mudah-mudahan dapat mengurangi kerugian yang mereka alami. Setidaknya bisa mengembalikan biaya produksi yang akan mereka gunakan pada musim tanam berikutnya.

Tindakan borong cabe ini mungkin tidak akan berdampak secara luas. Tapi dalam skala kecil kami sudah berusaha melakukan penyelematan terhadap lonjakan produksi dari sebuah produk pertanian. Ada keharuan tersendiri dari teman-teman ketika disampaikan ucapan terima kasih dari petani yang bertubi-tubi saat hasil cabenya dibeli dalam skala cukup besar. Pada saat pasar tidak mampu menyerapnya.

Pos anggaran berikutnya adalah yang diperuntukkan untuk keadaan darurat. Sakit mendadak, termasuk keadaan pandemi seperti sekarang ini. Dengan adanya berbagai pembatasan dalam pekerjaan, saya dan suami hampir tidak ada pemasukan tambahan apapun selain gaji dan tunjangan. 

Sementara kebutuhan untuk menghadapi situasi pada saat pandemi covid tidak bisa tidak membutuhkan biaya yang besar. Pembelian masker yang sebelumnya tidak terlalu rutin dilakukan. Kebutuhan hand sanitizer, belum lagi kebutuhan kuota internet yang mendadak naik. Kalau sebelumnya sebagian bisa menggunakan signal kantor, sekarang semuanya dilakukan penuh menggunakan quota internet dari rumah. Mau tidak mau stok dari rangkiang Sitenggang Lapa saya harus keluar. Karena memang untuk keadaan seperti inilah anggaran tersebut disimpan. Dari pos anggaran ini juga kami berusaha berbagi sebisanya dengan saudara lain yang membutuhkan.

Masih ada satu pos anggaran yang kami persiapkan. Anggaran untuk modal operasional kami. Anggaran dari Rangkiang Kaciak kata suami berseloroh. Bahan bakar untuk ke kantor sebagai contohnya kami masukkan kedalam anggaran ini. Mengapa begitu? Karena itu dipergunakan dalam rangka mencari nafkah. Begitu yang saya sepakati dengan suami. Jangan sampai begitu hendak pergi bekerja, biaya transportasi tidak tersedia. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya. Semua kebutuhan yang berkenaan  dengan pekerjaan bersumber dari pos anggaran ini.

Bagaimanapun juga sebuah anggaran disusun disiplin dalam penggunaan anggaran adalah kunci utama ketika menyusun sebuah rencana keuangan. Perasaan emosional untuk membelanjakan uang hanya akan mengacaukan anggaran yang telah disusun. Untungnya saya memiliki suami yang cermat mengingatkan setiap kali saya berbelanja. Silahkan beli jika itu memang kebutuhan bukan keinginan. Kalimat itu cukup untuk mengerem saya ketika berniat  salah menggunakan pos anggaran.

Setiap rumah tangga pastinya memiliki keunikan tersendiri dalam mengatur anggaran mereka. Seperti apapun bentuk dan besaran anggaran yang sudah disusun tetaplah disiplin membelanjakan uang sesuai dengan rencana. Aksi tidak rasional dalam memborong barang dengan dalih sebagai stok menghadapi situasi sulit yang belum jelas terjadi hanya akan memperburuk keadaan. Tetap berhemat, hati-hati namun tidak ketakutan adalah sikap yang bijak dalam menghadapi situasi yang terjadi saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun