Idul fitri memang momen yang ditunggu-tunggu umat Islam. Hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa itu dirayakan dengan sukacita. Ada masakan lezat yang berlimpah, baju baru aneka rupa, Â serta kue kering dan basah yang terhidang di atas meja.
Namun selain itu ada satu lagi yang selalu ditunggu kala lebaran. Terutama oleh anak-anak kecil. Pembagian uang baru. Rasanya kita semua pernah  mengalami hal tersebut. Ketika akan beranjak dari rumah keluarga yang dikunjungi , orang dewasa selalu membagi-bagikan uang baru pada semua anak kecil yang hadir.
Kadang terjadi hal-hal lucu saat pembagian uang-uang mulus ini dikeluarga kami. Pada suatu lebaran di sudut rumah terlihat gadis kecil  berpita menghitung "pendapatannya"hari itu.Â
Dengan teliti sicantik mungil tersebut menyusun lembar demi lembar. Menempatkan nominal yang sama saling berdekatan. Kemudian mengurutkannya mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar.Â
Terlihat sekali bakatnya sebagai teller bank. Tiba-tiba datang sepupunya yang lebih kecil. Menghampiri dan merebut uang yang sudah rapi tersebut. Serta merta lembaran-lembaran uang tersebut berhamburan. Sebagian berhasil kabur dibawa si adik. Tak ayal tangispun pecah. Dan orang dewasa tertawa menyaksikan.
Kala lain bocah laki-laki anak sepupu saya menangis menjerit-jerit karena merasa uangnya lebih sedikit dibandingkan yang lain. Dibujuk-bujukpun tak mempan.Â
Ayah ibunya berusaha menambah jumlah uang di tangan sang bocah. Namun anak ini tetap menjerit sejadi-jadinya. Tanya punya tanya, rupanya dia ingin uangnya jadi banyak tapi dari saweran semua orang.
"Ini kan lebaran, masak uangnya dari mama juga", kata si adik protes. Demi amannya suasana jadilah kami semua saudara yang hadir urunan memberikan lembaran-lembaran uang baru, sampai ketebalan uang ditangannya sama tinggi dengan yang lain. Ayah ibunya yang terpaksa meminta maaf sambil menahan malu. Â Ada-ada saja. Untung semua yang hadir adalah saudara kami.
Ada yang lebih lucu lagi. Ponakan saya yang berumur 3 tahun menolak ketika disodori uang kertas lima puluh ribuan hanya karena uang tersebut tidak cukup baru dimatanya.Â
Si bocah lebih memilih uang seribu yang masih tegang dan fresh. Walhasil berebutlah sepupunya yang lain menukarkan dengan uang seribu. Terjadi simbiosis mutualisme antara si penukar dan tempat penukaran.Â
Sang adik kecil tertawa riang sambil mengibar-ngibarkan uang kertas seribuannya. Si kakak gembira karena mendapatkan nomimal yang lebih banyak. Tinggal ibunya mengatupkan gigi menahan geram.