Oleh:
Kalvin Noya. A.Md.Kep (Peneliti Bidang Kesehatan di Toma Maritime Center)
Rima Baskoro, S.H., ACIArb. (Pendiri Toma Maritime Center)
I. Akses Kesehatan Sebagai Hak Setiap Warga Negara
Sistem kesehatan adalah kesatuan kegiatan untuk peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. Di dalam sistem kesehatan terdapat seperangkat institusi yang terlibat dalam pengaturan, pembiayaan dan pelayanan, organisasi yang memberikan input terhadap pelayanan kesehatan (sumber daya manusia, fasilitas, dan alat -- alat), termasuk pengetahuan dan teknologi. Investasi terhadap sistem kesehatan harus diberikan semaksimal mungkin jika ingin mencapai tujuan nasional dalam pemerintahan. Hal ini dikarenakan pemborosan sumber daya dapat dicegah apabila pelayanan kesehatan yang baik telah tersedia. Â
Menurut WHO, terdapat enam faktor penting yang harus diprioritaskan dalam sistem kesehatan. Enam faktor yang dikenal sebagai six building blocks tersebut adalah sebagai berikut:
- Service delivery, berikaitan dengan paket layanan, model layanan, infrastruktur, manajemen, keselamatan dan kualitas, serta kebutuhan akan pelayanan medis.
- Health workforce, berkaitan dengan kebijakan tenaga kerja nasional, advokasi, norma, standar, dan data medis.
- Information, berkaitan dengan fasilitas dan infomasi yang berbasis masyarakat, kontrol, dan peralatan medis.
- Produk medis, vaksin, dan teknologi mencakup standar kebijakan, akses yang merata, dan berkualitas.
- Financing, berkaitan dengan kebijakan pembiayaan kesehatan nasional, pengeluaran, dan tarif tau biaya medis.
- Leadership dan governance, mencakup kebijakan sektor kesehatan dan regulasi.
Keenam faktor sistem kesehatan tersebut harus senantiasa diperbaiki jika negara ingin memiliki sistem kesehatan yang baik untuk warga negaranya. Sebab bagaimanapun, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan hak terhadap akses kesehatan tanpa terkecuali.
Secara kebijakan, hak warga negara terhadap akses kesehatan telah dimanifestasikan dalam format regulasi, antara lain dijamin dalam Pasal 28 ayat (1) huruf h UUD 1945, Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 7 UU Kesehatan. Pada intinya, negara harus menjamin bahwa setiap warga negaranya bisa memperoleh taraf hidup yang layak untuk kesehatan. Sehingga sudah sewajarnya setiap warga negara bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang baik tanpa menimbulkan kesulitan finansial bagi yang sakit.
Bagi Indonesia yang merupakan negara maritim seharusnya ada jaminan untuk akses dan kesediaan fasilitas kesehatan, ketersediaan obat, dan ketersediaan tenaga kesehatan untuk masyarakat yang hidup di kepulauan kecil. Meski dikelilingi oleh lautan, hal ini tidak boleh menjadi alasan atau penghalang bagi setiap penduduk di propinsi maritim terutama bagian Indonesia Timur untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudahan bagi warga kota metropolitan dalam memilih pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan seharusnya bisa juga dinikmati oleh masyarakat yang ada di pesisir. Karena bagaimanapun sebagai manusia, ragam penyakit yang dihadapi oleh masyarakat pesisir pun beragam dan butuh ada jaminan akses kesehatan yang pasti demi terselenggaranya jaminan atas kesehatan warga negara.
II. Hambatan Akses Kesehatan Di Propinsi Kepulauan di Indonesia Timur
Faktanya, penyakit yang diderita oleh masyarakat di wilayah Indonesia timur pun beragam. Banyak jenis penyakit yang belum dapat di selesaikan secara menyeluruh dikarenakan beberapa faktor, seperti kurangnya perhatian yang serius dari Pemerintah sekitar, dan pelayanan medis yang belum merata. Sebagai contoh, di Saparua, Maluku, yang dapat kita liat dari sistem perawatan tim medis dan pelayanan ke masyrakat yang belum begitu baik. Memang ada rumah sakit maupun Puskesmas di wilayah sekitar, tetapi sistem pelayanan dan perawatannya belum begitu baik. Hal ini dikarenakan alat-alat medis yang belum begitu medukung untuk perawatan pelayanan masyarakat. Pada akhirnya, rumah sakit maupun puskesmas setempat hanya dapat melakukan pelayanan dan tindakan medis yang terbatas.
Adapun beberapa penyakit yang masih bisa di bantu rumah sakit maupun puskesmas setempat hanya terbatas pada penyakit gastritis akut, demam, batuk pilek dan penyakit ringan lainnya. Kalaupun ada penyakit berat seperti gatritis kronis, ginjal, malaria, luka bakar,TBC dll, harus di rujuk ke luar kota, itu pun memakan waktu yang begitu banyak. Sehingga itu juga menjadi salah satu faktor dan dampak bagi pemulihan kesehatan masyarakat sekitar. Contoh kecil penyakit yang dapat menyebabkan kematian seperti komplikasi penyakit ginjal, TBC, asam lambung kronis pada akhirnya tidak dapat diobati secara langsung dikarenakan kurangnya bantuan alat medis, yang berujung pada kematian bagi masyarakat.
Fasilitas kesehatan di Saparua juga belum begitu memadai untuk membantu masyarakat dalam hal penyakit yang lebih serius. Sehingga jika terdapat pasien yang membutuhkan perawatan dan tindakan medis yang lebih serius, masih menggunakan sistem rujuk keluar kota, yang berarti keluar pulau Saparua, dengan menggunakan angkutan umum laut seperti kapal cepat yang hanya ada setiap jam 7 (tujuh) pagi ataupun speedboat yang bisa sewaktu-waktu digunakan namun dengan biaya yang tidak sedikit. Hal tersebut sangat berdampak besar bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat sekitar.