Indonesia, sebagai negara dengan populasi yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, dihadapkan pada tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Setiap tahun, Indonesia menghasilkan sekitar 36,424,899 ton sampah, dan sekitar 40,3% di antaranya adalah sampah organik (menlhk, 2022). Sampah organik yang dibuang secara terbuka dapat mengalami proses biologis dan kimia yang berpotensi membawa konsekuensi serius termasuk pencemaran lingkungan, ancaman terhadap kesehatan manusia, dan risiko hilangnya nyawa pekerja di tempat pembuangan sampah (Chavan et al., 2022).
Pentingnya pengelolaan yang baik terhadap sampah organik menjadi semakin nyata, terutama dengan munculnya sistem pengolahan sampah organik yang lebih efisien dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan teknik tradisional seperti pengomposan. Salah satu inovasi menarik dalam mengatasi masalah sampah organik adalah pemanfaatan larva black soldier fly (BSF) atau yang lebih dikenal sebagai maggot (Fahmi, 2015). Serangga yang berasal dari amerika ini (Cickova et al., 2015) mampu mendegradasi sampah organik hingga 80% (Dewantoro dan Efendi, 2018). sebagai agen biodegradasi sampah organik 1 kg maggot mampu menghabiskan 2-5 kg sampah organik per hari. Selama  masa  fase menjadi  maggot (22-24 hari)  1  kilogram  maggot  BSF dapat mengurai sampah organik mencapai 90 kilogram. Dari 50 gram telur maggot BSF mampu menghasilkan 100 -- 150 kg larva (KSBB, 2021).
Dalam hal budidaya maggot BSF Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa, yakni fatwa MUI Nomor: 24 Tahun 2019 tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly) yang isinya sebagai berikut:Â
- Larva lalat tentara hitam merupakan salah satu jenis hewan yang masuk kategori asyarat
- Mengonsumsi asyarat adalah haram.
- Mengonsumsi larva lalat tentara hitam adalah haram.Â
- Membudidayakan larva lalat tentara hitam untuk diambil manfaatnya, misalnya untuk pakan hewan, boleh (mubah).
Dalam fatwa ini disebutkan bahwa membudidayakan maggot untuk di ambil manfaatnya itu di perbolehkan. larva lalat tentara hitam ini adalah jenis belatung yang khusus, tidak seperti belatung lainnya, larva lalat tentara hitam ini mengandung zat antibiotik alami yang mencegah dari membawa agen penyakit sehingga tidak menularkan agen penyakit.
Pada penelitian ambarwati 2023 di Kelurahan  Sorosutan, Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa dengan mengolah sampah sendiri menggunakan maggot bsf, dapat menghemat Rp.3.331.000 /bulan dibandingkan jika dibuang ke TPA menggunakan jasa angkut sampah. Hal ini menjadi sangat menguntungkan karna selain mampu menjadi agen pendegradassi sampah organik, ternyata maggot dapat dijadikan sebagai pakan ternak alternatif.
Maggot memiliki kandungan protein sebesar 45-50% dan lemak sebesar 24-30% (Muhayyat, et al., 2016), menjadikannya sebagai sumber pakan ternak alternatif yang berkualitas tinggi. Dengan potensi gizi yang dimilikinya, maggot dapat digunakan sebagai pakan untuk berbagai jenis ternak, seperti ikan dan ayam. Pemanfaatan maggot ini tidak hanya membantu mengurangi volume sampah organik yang masuk ke tempat pembuangan sampah tetapi juga menghemat pengeluaran selama pembudidayaan, karena 70-80% biaya budidaya ternak seringkali digunakan untuk membeli pakan.
Tidak hanya sebagai pakan ternak, maggot kering yang dihasilkan dari proses ini juga menemukan pasar sebagai pakan burung hias. Menariknya, terdapat klaim bahwa memberikan suplemen pakan berupa maggot kering dapat merangsang suara burung menjadi lebih indah (Dewantoro dan Efendi, 2018). Di Jawa Tengah sendiri, permintaan terhadap maggot mencapai 10 ton per hari (Purwono et al., 2021). Dengan demikian, pemanfaatan maggot BSF tidak hanya memberikan solusi terhadap permasalahan sampah organik tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru.
Limbah dari proses pembiakan BSF juga memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Lalat mati dari BSF dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket, Â meskipun penelitian oleh Huwaid (2022) menunjukkan bahwa briket yang dihasilkan belum memenuhi standar mutu SNI, namun dengan penambahan formulasi dan optimalisasi bahan, diyakini briket ini mampu memenuhi standar dan bahkan dapat diekspor ke luar negeri.
Selain itu, limbah lain yang dihasilkan, seperti kasgot (kotoran dan sisa makanan yang telah dicerna oleh larva BSF), ternyata memiliki unsur hara yang baik bagi tanaman. Berdasarkan penelitian Agustin et al. (2023), kasgot yang disimpan selama dua minggu telah memenuhi standar permentan tahun 2019 dengan kriteria pH antara 4-9, C organik lebih dari 15%, rasio C/N kurang dari 25, nilai total unsur hara NPK lebih dari 2%, dan kadar Fe kurang dari 500 mg/kg. Dengan kandungan nutrisi yang kaya, kasgot dapat diaplikasikan sebagai pupuk organik pada budidaya tanaman di greenhouse. Lebih lanjut, kasgot dapat dikemas dengan baik dan dipasarkan sebagai pupuk organik ramah lingkungan. Penggunaan pupuk organik bukan hanya mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat tetapi juga membantu menjaga kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang dapat merusak lingkungan.
Dalam hal pemeliharaan maggot BSF sangat mudah untuk dilakukan, siapapun bisa melakukannya karena tidak memerlukan keahlian khusus, dan membudidaya maggot  tidak memakan banyak waktu karena tidak perlu sering-sering diatur. Tidak ada persyaratan ukuran minimal untuk jumlah lahan yang dibutuhkan untuk budidaya maggot, sehingga lahan pun tidak perlu luas untuk menyesuaikan. Bahkan di daerah kecil maggot dapat meningkatkan pendapatan finansial (Sugiharto, 2020) Dengan demikian, pemanfaatan maggot BSF dan produk-produk turunannya tidak hanya memberikan solusi untuk masalah sampah organik tetapi juga membuka peluang baru dalam sektor ekonomi. Ke depan, dukungan lebih lanjut dari pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat akan krusial untuk mengoptimalkan implementasi teknologi ini dalam skala lebih besar.