Mohon tunggu...
Riky Rosari
Riky Rosari Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Matematika

Cancerian INFJ-T

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Eksplorasi Metakognisi dan Regulasi Diri dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

20 Mei 2024   08:03 Diperbarui: 20 Mei 2024   08:20 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Riky Rosari, S.Pd., Gr. (Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. 2024)

Lanskap pendidikan modern terus berkembang di berbagai aspek. Salah satu diantaranya adalah pendekatan yang diadopsi dalam proses pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme menekankan pentingnya peserta didik membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman nyata dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Pendekatan ini menantang paradigma lama di mana pendidik bertindak sebagai sumber utama informasi, dan lebih mengutamakan keterlibatan aktif peserta didik dalam proses pembelajaran. Salah satu aspek penting dalam pembelajaran konstruktivistik adalah pengembangan kemampuan pemecahan masalah. Dalam dunia yang semakin kompleks dan dinamis, keterampilan memecahkan masalah menjadi sangat berharga, tidak hanya dalam konteks akademik tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari dan karir profesional. Oleh karena itu, memfasilitasi pengembangan keterampilan ini menjadi prioritas utama dalam pendidikan modern. Namun, proses pemecahan masalah seringkali menjadi tantangan bagi banyak peserta didik, terutama ketika dihadapkan pada masalah yang kompleks dan tidak familiar. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan strategi yang tepat dengan mengintegrasikan metakognisi dan regulasi diri dalam proses pembelajaran. Metakognisi mengacu pada kesadaran individu tentang proses berpikir dan pembelajaran mereka sendiri, serta kemampuan untuk mengatur dan menyesuaikan strategi belajar yang digunakan (Schraw et al., 2006). Sementara itu, regulasi diri merujuk pada kemampuan individu untuk mengendalikan dan mengarahkan perilaku, emosi, dan proses kognitif dalam mencapai tujuan tertentu (Zimmerman, 2008). Kedua aspek ini memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

John Flavell adalah seorang psikolog dari Universitas Stanford yang pertama kali memperkenalkan istilah metakognisi pada tahun 1976 dengan konsep mengenai berpikir tentang pemikiran (Thinking About Thinking) dan pemahaman seseorang mengenai proses kognitifnya sendiri (One's Knowledge Concerning One's Own Cognitive Processes). Kata metakognisi terdiri dari dua kata, yaitu meta dan kognisi. Meta artinya setelah, melebihi,atau di atas. Sedangkan kognisi meliputi keterampilan yang berkaitan dengan proses berpikir. Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat dan memahami diri sendiri, sehingga setiap yang dilakukan dapat terkontrol secara maksimal. Metakognisi merupakan kegiatan mental yang mendorong seseorang untuk dapat mengatur, mengorganisasi dan memantau setiap proses berpikir yang dilakukan selama menyelesaikan masalah yang dialami.

Metakognisi membantu peserta didik dalam memahami dan mengatur proses berpikir mereka sendiri saat memecahkan masalah matematika. Dengan metakognisi yang baik, peserta didik dapat merefleksikan strategi yang mereka gunakan, mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi, dan memilih strategi alternatif yang lebih efektif. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh zsoy dan Ataman (2017) menunjukkan bahwa peserta didik yang memiliki keterampilan metakognitif yang baik cenderung lebih sukses dalam memecahkan masalah matematika yang kompleks. Peserta didik yang memiliki kesadaran metakognitif yang baik dapat mengidentifikasi kemiripan atau perbedaan antara masalah saat ini dan masalah sebelumnya, sehingga dapat menerapkan strategi yang sesuai (Bransford et al., 2000). Hal ini penting karena dalam pembelajaran matematika, peserta didik seringkali dihadapkan pada masalah-masalah baru yang membutuhkan penerapan konsep atau strategi yang telah dipelajari sebelumnya.

Konsep regulasi diri pertama kali dipublikasikan oleh Badura. Regulasi diri (self-regulation) mengacu pada kemampuan individu untuk mengendalikan dan mengarahkan perilaku, emosi, dan proses kognitif mereka dalam mencapai tujuan tertentu. Regulasi diri juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Peserta didik yang dapat mengatur diri dengan baik cenderung lebih sistematis dalam menganalisis masalah, menetapkan tujuan, dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai solusi. Mereka juga mampu memantau dan mengevaluasi kemajuan mereka dalam proses pemecahan masalah, serta melakukan penyesuaian strategi jika diperlukan. Penelitian yang dilakukan oleh Fadlelmalia (2015) menemukan bahwa peserta didik yang memiliki keterampilan regulasi diri yang baik cenderung lebih sukses dalam memecahkan masalah matematika daripada peserta didik dengan keterampilan regulasi diri yang rendah. Selain itu, regulasi diri juga berperan dalam meningkatkan motivasi dan ketekunan peserta didik saat menghadapi tantangan dalam pemecahan masalah matematika.

Untuk memaksimalkan peran metakognisi dan regulasi diri dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, perlu dilakukan integrasi kedua aspek tersebut dalam proses pembelajaran. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain:

Mendorong peserta didik untuk merefleksikan proses berpikir mereka.

Pendidik dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong peserta didik untuk memikirkan strategi yang mereka gunakan, kesulitan yang mereka hadapi, dan cara-cara untuk mengatasi tantangan tersebut. Kegiatan ini dapat dilakukan sebelum, selama, atau setelah proses pemecahan masalah.

Menyediakan umpan balik dan bimbingan yang tepat.

Pendidik dapat memberikan umpan balik dan bimbingan yang tepat kepada peserta didik selama proses pemecahan masalah. Hal ini membantu peserta didik dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka, serta memfasilitasi pengembangan strategi yang lebih efektif.

Mengajarkan strategi pemecahan masalah yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun