Mohon tunggu...
Rikson Pandapotan Tampubolon XVI
Rikson Pandapotan Tampubolon XVI Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sedang belajar ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

May Day dan Partai Buruh

1 Mei 2014   04:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari buruh sedunia atau May Day, 1 Mei akan menjadi momentum bagi buruh untuk menyuarakan tuntutannya. Setiap tahun buruh di Indonesia selalu memperingatinya dengan turun ke jalan, konvoi dan melakukan orasi. Tuntutannya tidak jauh berbeda dari tahun ke tahun. Mulai menuntut kesejahteraan buruh, jaminan masa depan, penghapusan tenaga alih daya (outsourching) dan tuntutan turunan lainnya.

Tahun ini, tidak seperti biasanya, hari buruh akan dihormati dengan memberikan hari libur nasional. Walaupun begitu, buruh tidak akan berhenti melakukan demonstrasi untuk menyampaikan tuntutan mereka. Untungnya, kebijakan hari libur ini akan mengurangi ekses dari demo buruh. Contohnya, macet, gangguan jam kerja, sweeping pabrik dan mengeliminir hal-hal yang tidak diinginkan (anarki). Dengan begitu, buruh akan lebih leluasa menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah.

Masyarakat tentunya mengapresiasi apa yang menjadi tuntutan para buruh. Pemerintah harus senantiasa memperhatikan nasib buruh. Era “buruh murah” dalam kacamata global harusnya segera diakhiri. Akibatnya, buruh yang menderita karena tidak digaji setimpal dengan pemenuhan hak hidupnya.

Hal ini diperkuat, Harold L. Sirkin, seorang peneliti senior dari The Boston Consulting Group (BCG), dalam penelitiannya bersama kedua rekannya, Justin Rose dan Michael Zinser, menemukan bahwa Indonesia menduduki urutan pertama negara dengan biaya produksi terendah. Kemudian, setelahnya berturut-turut disusul oleh India, Meksiko, Thailand, Tiongkok, lalu Taiwan.(Kompas.com, 28 April 2014)

Potensi dan Masalah

Tak bisa dipungkiri, buruh (seharusnya) memegang potensi yang besar dalam peta politik di tanah air. Dengan catatan, seandainya bisa dikonsentrasikan—tidak terfragmentasi, terpecah-pecah—dan diartikulasikan dalam sebuah wadah perjuangan politik. Apalagi kalau bukan, Partai Politik (Parpol) yang benar-benar mampu menjadi representasi buruh.

Lihat saja, besarnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki yang di negeri ini. Jumlahnya jutaan dari industri besar dan sedang berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Belum lagi, tenaga kerja yang termasuk dalam usaha kecil dan mikro, jumlahnya bisa mencapai puluhan juta. Jumlah inilah yang mengisyaratkan kekuatan buruh dalam menentukan nasib bangsa ini kedepan. Sebab kenyataannya, tidak ada satupun subjek profesi yang memiliki jumlah sebesar buruh.

Ironisnya, perpecahan dalam tubuh organisasi buruh sepertinya menjadi sebuah fenomena yang lazim dalam dinamikanya. Menjamurnya organisasi buruh tidak serta merta memberikan sinyal positif akan pengorganisasian elemen-elemen buruh. Banyak organisasi buruh yang baru berdiri dilatarbelakangi ketidak-sepemahaman menjalankan roda organisasi. Alahasil, kekuatan buruh semakin terpolarisasi dan tentunya semakin kehilangan daya tekannya (pressure).

Meskipun telah dicoba melakukan upaya rekonsiliasi dan penggabungan dari beberapa organisasi buruh di tanah air, sehingga melahirkan istilah konfederasi. Nyatanya tidak segera menyelesaikan masalah perpecahan dalam tubuh organisasi. Malahan, timbul beberapa organisasi konfederasi buruh yang sama-sama mengklaim sebagai wadah semua organisasi buruh yang representatif. Sebuah kenyataan yang mengisyarakatkan sulitnya buruh bersatu.

Partai Buruh

Teorinya, akan menjadi efektif dan tentunya sangat strategis apabila buruh secara kolektif, mampu merumuskan langkahnya untuk memiliki sebuah partai politik yang betul-betul mewakili aspirasi para buruh. Dahulu memang buruh pernah memiliki sebuah partai politik sebagai alat perjuangan mereka. Namun, sepertinya kehadiran partai buruh tersebut tidak serta merta berhasil menarik simpati para buruh. Terbukti, perolehan suara partai tersebut yang sangat minim--bahkan tidak mencapai 1 (satu) persen dari perolehan kursi di dewan nasional pada saat itu--. Sangat jauh dari harapan.

Sejarahnya, partai buruh ini pernah bertarung pada pemilu 1999 dengan menggunakan nama Partai Buruh Nasional. Lalu pada pemilu 2014, partai ini menggunakan nama Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD). Selanjutnya, pada pemilu 2009 Partai Buruh sempat dinyatakan tidak lulus verifikasi, tetapi dengan adanya gugatan 4 (empat) partai gurem pada pemilu 2004 kepada Majelis Konstitusi, akhirnya keempat partai politik gurem tersebut disahkan menjadi Parpol peserta pemilu 2009, salah satunya adalah Partai Buruh.

Dikarenakan tidak melewati ambang batas perolehan suara (Parliamentary Threshold) di parlemen pusat (DPR RI). Partai Buruh yang diinisiasi dan diketuai oleh tokoh buruh yang cukup disegani yaitu Muchtar Pakpahan, harus berbesar hati tidak memiliki perwakilannya di Senayan. Muchtar sendiri sejak jaman Orde Baru memang dikenal sebagai aktivis buruh yang siap bersikap oposan terhadap pemerintah yang dikenal represif saat itu.

Mimpi untuk mewujudkan kesejahteraan buruh semakin jauh dari harapan. Nampaknya, buruh tidak memiliki kesamaan pandangan dalam perjuangan Partai Buruh saat itu. Saling sikut antar elite buruh juga ditengarai menjadi sebab memburuknya kualitas partai buruh tersebut.

Partai Buruh juga harus mengandaskan mimpinya untuk ikut bertarung pada pemilu 2014. Partai buruh gagal memenuhi segala persyaratan dari Komisi Pemilihan Umum untuk bisa ikut berlaga dan menguji kekuatan politik buruh. Sekali lagi, partai buruh hanya menjadi penonton dalam perhelatan politik lima tahunan yang akan menentukan nasib dan kebijakan bangsa dan Negara ini kedepan.

Akhirnya, kekuatan partai buruh harus terpecah belah. Menyebar ke beberapa parpol yang berlaga di pemilu 2014. Akibatnya, buruh hanya sebagai subordinat dari kepentingan parpol utama. Sulit mengharapkan mimpi buruh bisa terwujud apabila kondisi ini yang terjadi. Beda halnya, ketika buruh mempunyai saluran parpol yang benar-benar mewakili aspirasi mereka.

Pengalaman Bangsa Lain

Belajar dari pengalaman bangsa lain. Buruh mampu merumuskan dirinya menjadi kekuatan penentu dalam kancah perpolitikan suatu bangsa. Tentu saja melalui saluran partai politiknya. Lihat saja, Partai Buruh di negara-negara persemakmuran, Australia, Amerika Serikat, Inggris, Brasil, Israel dan lain sebagainya. Bahkan partai buruh tersebut mampu mencalonkan presiden atau perdana menteri dari partai mereka. Dan ada banyak yang berhasil memenangkan pertarungan politik tersebut.

Australian Labor Party (ALP) adalah contoh yang berhasil mengangkat harkat dan martabat kaum buruh di Australia.  ALP didirikan pada tahun 1891 dan merupakan partai politik tertua yang aktif dalam pemerintahan federal di negara tersebut.

Partai ini adalah peserta pada pemilu 1901 yang diadakan sesaat setelah Federasi Australia terbentuk. Lawan utama partai ini adalah Partai Liberal, terutama pada tingkat pemerintahan pusat dan negara bagian. ALP adalah anggota Sosialis Internasional. Partai Buruh Australia ini telah berhasil melahirkan pemimpin sekaliber perdana menteri. Contohnya, Kim Beazley (2005), Julia Gilliard (2010) dan Kevin Rudd (2013 sampai saat ini).

Momentum hari buruh ini, baiknya dijadikan evaluasi dan menyusun strategi kedepan. Urgensi mewujudkan mimpi-mimpi buruh dalam sebuah wadah partai adalah sebuah keharusan bagi mereka yang berpikir progresif dan revolusioner. Mungkin hanya melalui perjuangan partai politiklah, buruh dapat memperbaiki harkat dan martabat hidup mereka melalui perwakilan mereka di pemerintahan.

Akhirnya, pertanyaannya, seberapa siap buruh membuang ego masing-masing kelompok untuk melakukan konsolidasi diri untuk mewujudkan mimpi bersama? Waktu yang ada, baiknya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan di tubuh internal organisasi buruh itu sendiri. Belum terlambat, Pemilu 2019 menanti “warna” dari kaum buruh. Buruh bersatu, tak bisa dikalahkan!

Pematangsiantar, @rikson_pt

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun