Mohon tunggu...
Rikson Pandapotan Tampubolon XVI
Rikson Pandapotan Tampubolon XVI Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sedang belajar ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Basa-basi Pemilih Rasional

29 Maret 2014   18:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ajakan kepada masyarakat agar menjadi pemilih rasional dalam pesta rakyat (pemilu) patut untuk diapresiasi. Namun, dibalik itu pernahkah kita berpikir bagaimana menjadi pemilih rasional dalam politik kekinian kita? Sebuah pertanyaan kritis yang harus kita jawab.

Rasional menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menurut pikiran dan pertimbangan yang logis; menurut pikiran yang sehat; cocok dengan akal. Jadi, pemilih rasional itu adalah peserta pemilu yang menentukan pilihan politiknya berdasarkan ukuran yang jelas, dapat diterima akal sehat. Mampu menghitung untung rugi untuk masa depannya, tidak untuk jangka pendek. Dan, jauh sifatnya dari hal-hal yang berbau primordialisme yaitu hanya memperhatikan kepentingan suku, agama, ras dan kelompok-kelompok tertentu.

Demokrasi Indonesia yang menyajikan banyak partai politik sepertinya membawa petaka bagi demokrasi itu sendiri. Rumitnya menentukan pilihan dalam setiap pemilu—khususnya pemilihan legislatif--menjadi permasalahan yang cukup kompleks untuk dijawab. Ditambah lagi, suasana kebatinan masyarakat yang dilanda apatisme terhadap politik hari ini. Menambah suram potret demokrasi masa depan kita.

Pemilihan legislatif yang akan digelar 9 April 2014 mendatang, yang menyajikan 12 partai politik ditambah 3 partai lokal Aceh, membuat “pusing” masyarakat. Bayangkan, masyarakat “dipaksa” menentukan pilihan secara jujur dan rasional ditengah “banjirnya” pilihan yang ada. Sebuah pekerjaan berat, yang pastinya melelahkan.

Pemilih Irasional?

Untuk bisa menjadi pemilih rasional, masyarakat harus mampu membedah/mencacah masing-masing calon legislatif agar mendapatkan pilihan yang terbaik. Tentunya ini bukan pekerjaan yang mudah, buah dari konsekuensi model demokrasi kita hari ini.

Ambil contoh yang dialami penulis. Penulis yang berdomisili—terdaftar di kependudukan—di Kotamadya Pematangsiantar, Sumut. Dalam menentukan jagoan yang akan mewakili aspirasinya di parlemen pusat (DPR RI) harus mampu membedakan/mencacah (Diferensiasi) masing-masing calon legislatif di daerah pemilihannya (dapil).

Biasanya, untuk caleg masing-masing partai diisi rata-rata sepuluh orang. Dikali 12 partai politik yang bertarung di dapil penulis. Jumlahnya berarti, 12 dikali masing-masing 10 orang caleg menjadi 120 orang caleg. Nah, ini baru untuk DPR pusat di Senayan. Masing-masing setiap warga Negara Indonesia diberikan hak untuk memilih dalam Pileg 2014 nanti sebanyak  4 kali yaitu untuk caleg DPR RI, DPRD Tingkat Satu (Provinsi), DPRD Tingkat Dua (Kabupaten/Kotamadya) dan DPD RI.

Bila kita jumlahkan total pilihan yang akan kita bedakan untuk menjadi pemilih yang rasional. Untuk setiap anggota dewan baik itu, tingkat pusat, propinsi dan daerah, maka perkalian adalah 120 dikali 3 tingkatan anggota dewan adalah 360 orang caleg. Ditambah lagi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI—Contoh: untuk daerah pemilihan Sumut, yang sudah ditetapkan jumlahnya oleh KPU—sebanyak 24 orang. Jadi total keseluruhan ada 384 caleg yang harus “dibedah” oleh masyarakat, untuk menemukan pilihannya, yang akan mewakili aspirasinya di DPR Pusat, propinsi, Kab/Kota dan DPD RI.

Mencari 4 orang dari kurang lebih 384 caleg yang akan bertarung pada pesta rakyat yang dihelat dalam waktu dekat, jujur saja pekerjaan yang sangat berat dan pastinya sangat melelahkan. Ditambah lagi pola pikir masyarakat yang pesimis menghadapi momentum pemilu, karena hampir setiap hari masyarakat disuguhi berita-berita “miring” dari pelaku-pelaku politik ditanah air. Baik itu, persoalan korupsi, masalah hukum, akses pendidikan dan kesehatan yang sulit dan rumit, pengangguran dan lain sebagainya, menambah apatisme masyarakat.

Pendidikan politik dimasyarakat yang juga minim edukasi membuat kita masyarakat awan semakin kelimpungan. Sejatinya, masyarakat diajarkan dan diarahkan agar tidak memilih semata-mata hanya karena faktor agama, suku, golongan dan sebagainya. Akan tetapi harus memperhatikan, integritas si caleg, rekam jejak (track record), kapasitas dan kapabilitasnya serta fungsi-fungsi ilmiah lainnya.

Kenyataannya, Negara—melalui penyelenggaranya—sepertinya hanya mampu berkata-kata tanpa memberikan solusi yang berarti. Ala hasil, masyarakat yang rata-rata berpendidikan “pas-pasan”, ditengah keterbatasan informasi mengenai si caleg harus berjibaku dengan keras, ditengah himpitan ekonomi demi mengejar predikat pemilih rasional. Sungguh sebuah anomali.

Jalan Alternatif

Ada jalan sedikit lebih mudah untuk sekedar menunaikan tugas warga Negara yang baik dalam pemilu nanti yaitu memilih dan tidak golput. Daripada “pusing-pusing” menentukan pilihan dari kurang lebih 384 caleg, alangkah baiknya menentukan pilihan pada partai politik peserta pemilih. Namun, itupun bukan tanpa masalah yang berarti.

Mengenali parpol hari ini juga pekerjaan yang sulit. Tidak ada satu pun partai politik yang mempunyai ideologi atau flatform politik yang jelas. Kalaupun ada, itu hanya sedikit dan tidak cukup signifikan. Sepertinya, parpol kita hanya berorientasi pada kekuasaan (Power Oriented). Bertarung semata-mata hanya untuk mengejar kekuasaan dan abai terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi parpol.

Lihat saja, parpol yang memiliki ideologi agama tertentu juga mengalami masalah yang sama seperti parpol sekuler lainnya. Hampir semua parpol, baik itu melalui oknumnya, pernah terlibat dalam kasus korupsi. Ternyata, parpol yang bertamengkan agama juga tidak jaminan untuk masuk “sorga”. Pihak penyelenggara pemilihan umum harusnya proaktif dalam melihat persoalan di masyarakat, diakar rumput (grass root).

Penulis cukup terkesan dengan ide dari beberapa lembaga non pemerintah, untuk mengumpulkan sejumlah informasi demi memudahkan masyarakat menentukan pilihan nanti di pesta rakyat. Misalnya, memberikan informasi mengenai kehadiran (absensi) anggota dewan di pusat adalah contoh kecil yang pastinya akan sangat berguna bagi pemilih nanti. Apalagi kita ketahui, hampir 90 persen anggota dewan di pusat (caleg petahana) akan bertarung lagi di pileg 2014 dan tentunya berpotensi besar untuk terpilih kembali.

Inisiatif-inisiatif diatas sangat diperlukan masyarakat untuk “meringankan” beban mereka dalam menentukan pilihan. Kita juga mendengarkan wacana Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) yang akan mengeluarkan indeks korupsi parpol dan/atau caleg kita. Ada lagi Lembaga Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang menampilkan harta kekayaan setiap pejabat Negara agar masyarakat juga bisa mengawasi para caleg-caleg mereka. Dan sebagainya.

Tentunya, kita sangat mengapresiasi bila ini bisa diwujudkan dan dapat di akses masyarakat pemilih dengan mudah (aksesibilitas). Dan, kita berharap langkah ini akan diikuti oleh lembaga-lembaga lain, guna membantu pemilih untuk mendorong transformasi demokrasi kita yang lebih hebat. Kebanggaan kita sebagai bangsa ketika pejabat-pejabat kita yang terpilih nantinya ialah mereka-mereka yang sudah teruji komitmen, loyalitas dan dedikasinya kepada rakyat.

Kenyataan untuk menjadi pemilih rasional itu bukan perkara yang mudah dan butuh kerja keras pemilih. Pihak penyelanggara pemilu harus menangkap ini menjadi persoalan yang cukup mendasar guna dicarikan solusinya. Kelak, masyarakat tidak lagi memilih seperti memilih kucing dalam karung. Mudah-mudahan akan terjadi sebuah transformasi demokrasi kita yang setali tiga uang mengangkat derajat harkat hidup dan martabat kita sebagai bangsa yang adil, makmur dan sentosa. Pemilih rasional butuh perjuangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun