Saat digigit nyamuk, kulit kita biasanya akan merasakan gatal. Saat minum kopi, lidah kita bisa merasakan sensasi nikmatnya kopi. Kedua keadaan itu, dalam tradisi filsafat atau sains, biasanya diidentikkan dengan beroperasinya kesadaran pada diri manusia. Manusia yang sedang dalam kondisi sadar lah yang bisa merasakan sensasi itu. Kesadaran, dalam batas-batas tertentu, memegang peranan penting bagi eksistensi manusia.
Konsep tentang kesadaran mulai diperbincangkan secara serius setidaknya sejak era awal Modern. Filsuf Prancis Rene Descartes meramu secara sistematis bahwa manusia secara substantif terdiri dari dua bagian pokok, yakni akal budi  (mind) dan tubuh (body). Akal budi bersifat nonmaterial, sedangkan tubuh bersifat material.
Namun, sudah sejak awal pemikiran Descartes ini mendapatkan tentangan. Putri Elizabeth dari Bohemia mempertanyakan bagaimana akal budi yang nonmaterial itu bisa menggerakkan materi. Sebab, akal budi tidak menempati ruang sama sekali. Descartes menimpali bahwa ada salah satu bagian di otak manusia yang menjadi penghubung antara akal budi dan otak, yaitu Pineal Gland.
Perjalanan tentang nasib akal budi hingga hari ini memang belum jelas benar. Bahkan, hingga hari ini ketika para filsuf lebih mengerucutkan fokus dari akal budi ke kesadaran pun, misteri tentang akal budi dan kesadaran belum terpecahkan. Artikel ini bertujuan untuk memberikan ringkasan sejarah tentang ide Fisikalisme Kesadaran dalam bidang Filsafat Akal Budi. Dengan begitu, artikel ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk penelitian filsafat tentang kesadaran secara umum.
Perjalanan ide tentang Kesadaran di Era Modern
Ryle dan kaum Behaviorisme meyakini bahwa akal budi manusia mewujud pada tingkah laku. Mereka tidak mempercayai keberadaan akal budi yang bersifat nonmaterial. Kelompok Teori Indentitas seperti Place, Smart, dan lain-lain berusaha memberikan ruang bagi keberadaan mental dalam kerangka fisikalistik. Putnam, Armstrong, Lewis, Fodor, dan kaum Fungsionalisme menekankan pada fungsi dari akal budi yang bisa terkandung pada apa pun di muka bumi. Kesadaran, yang semula bersifat nonmaterial, mulai ditinggalkan berkat penjelasan yang bersifat materialistik (namun lebih lazim menggunakan istilah "fisikalistik") ini
Keseluruhan ide tentang kesadaran ini, pada awalnya cukup memuaskan dahaga akan teori tentang kesadaran. Setidaknya, kesadaran yang semula sulit untuk dipahami jika bersifat nonmaterialistik, mulai menemukan kejelasan karena kompatibel dengan tubuh manusia yang bersifat material atau fisikal. Penjelasan jika kesadaran bersifat fisikal menjadi masuk akal karena sesama entitas fisik akan dapat saling menggerakkan satu sama lain.
Belakangan, teori di atas mendapatkan gugatan dari filsuf Australia David Chalmers. Bagi Chalmers, teori-teori tentang kesadaran di atas tidak menyentuh ke jantung masalah tentang kesadaran. Apa yang telah dijabarkan kelompok Fisikalisme di atas sekadar mereduksi tentang kesadaran. Kesadaran sekadar diandaikan seolah-olah mewujud (tereduksi) kepada bentuk lain. Apa yang disebut dengan kesadaran itu sendiri bahkan tidak terdefinisikan dengan jernih terlebih dahulu.
Easy Problem of Consciousness vs Hard Problem of Consciousness
Apa yang telah dikemukakan oleh kaum Fisikalisme awal (Behaviorisme, Teori Identitas, Â dan Fungsionalisme), bagi Chalmers, termasuk ke dalam easy problem of consciousness (problem permukaan tentang kesadaran) (Chalmers, 1995). Teori-teori di atas disebut problem permukaan tentang kesadaran karena sekadar berkutat pada penjelasan kemampuan dan fungsi kognitif belaka dari kesadaran. Fungsi kognitif dapat dengan mudah dijelaskan, yakni dengan cara memerincikan mekanisme yang dapat menjalankan fungsi tersebut. Metode-metode di dalam ilmu kognitif (atau, secara umum, ilmu pengetahuan) dapat dengan mudah menjelaskan fenomena tersebut.
Sementara itu, problem mendalam tentang kesadaran (hard problem of consciousness) adalah masalah yang belum terpecahkan. Chalmers (1995) mengatakan bahwa problem mendalam tentang kesadaran berada di area ini: jika kesadaran telah diterima secara luas sebagai entitas yang fisikal, apa penjelasan (bagaimana dan kenapa) yang bisa diberikan ketika kesadaran bisa muncul dari entitas fisik ke pengalaman subjektif manusia, misalnya berupa gambaran visual atau audio di benak manusia (manusia bisa menghadapi objek yang sama, tapi apa yang dialami oleh masing-masing orang atau individu bisa sama, serupa, atau malah berbeda sama sekali)?