Social Distancing atau menjaga jarak menjadi jurus jitu melawan wabah virus Covid-19. Himbauan untuk menjaga jarak bagi semua warga itu tidak hanya berlaku di Jakarta. Seluruh wilayah Indonesia diberikan himbauan yang sama. Â
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjadi pejabat publik pertama yang menggunakan jurus Social Distancing untuk menghadang laju virus asal negeri Tirai Bambu ini. Tidak lama kemudian Presiden, Joko Widodo juga menggunakan jurus yang sama. Sebagai langkah menjegal virus paling bengal ini.
Sayangnya himbauan dua tokoh politik ini tidak juga dihiraukan warga Jakarta. Buktinya ibu kota negara Indonesia ini  tetap ramai saja. Mobil hilir mudik, motor dan lainnya. Tidak selengang kota-kota lain di negara luar. Hingga membuat pejabat yang terkait juga geleng kepala.
Tidak sampai di situ saja. Himbauan menjaga jarak juga disampaikan tokoh-tokoh agama. Berbagai organisasi keagamaan menghimbau untuk menjauhi keramaian.Â
Menunda kegiatan yang membawa massa jumlah besar. Namun, kembali menelan kabar tak menggembirakan. Dengan berbagai dalih, kegiatan keagamaan yang mengumpulkan banyak massa tetap saja berlangsung.
Fenomena ini memang unik. Di tengah wabah yang mencemaskan, ternyata dianggap 'sederhana' jika tak ingin disebut enteng oleh warga Jakarta. Herannya itu juga terjadi di kota-kota lainnya.
Jika menengok saat masa pemilu, sudah pasti dua tokoh Joko Widodo dan Anies Baswedan adalah figure yang banyak mendapat dukungan politik. Dari data Pilpres 2019 yang diterbikan KPU, Joko Widodo -- Makruf Amin ini meraup 85 juta lebih atau 55 persen lebih suara. Luar biasa.
Anies Baswedan juga tak bisa diremehkan. Data KPU Jakarta pada Pilgub 2017 pasangan Anies Baswedan -- Sandiaga Uno meraup 57 persen suara atau sebanyak 3 juta lebih pendukungnya. Kemenangan telak yang cukup meyakinkan.
Namun lagi-lagi, dua tokoh politik yang terpilih melalui demokrasi yang adil itu tak semanis saat wabah corona menyerang Jakarta. Ketidakpatuhan warga terhadap himbauan pejabat yang dipilihnya itu memberi banyak sinyal penting.
Mungkinkan warga tidak percaya dengan pimpinannya? Mungkinkan warga terdesak kebutuhan hidup? Mungkinkan kebijakannya yang tidak tegas? Mungkinkan dan mungkinkah? banyak pertanyaan yang muncul.