Pastinya peristiwa banjir di Jakarta pada awal tahun 2020, merupakan bukti kegagalan pengeolaan DAS. Itu berarti pula kegagalan pada pemerintah pusat -- daerah. Baik dalam persoalan perencanaan, penetapan rencana, pelaksanaan sampai evaluasi dan monitoring daerah aliran sungai.
Jika saja para pejabat itu dapat memahami, maka sudah pasti tidak ada perdebatan di ruang publik terjadi. Tidak pula ada saling tuding kesalahan. Banjir sebagai bencana harus diatasi, korban bencana perlu dilindungi.
Tontonan debat dua pejabat dalam persoalan banjir menjadi bukti kualitas pemimpin kita belum maksimal. Masih senang berkutat pada pencitraan diri. Pemujaan terhadap pujian publik. Bahkan menjadi haus dan kering jika tanpa publikasi.
Dampaknya tentu saja tidak sederhana. Banjir yang harusnya bisa dipandang sebagai koreksi kebijakan, justru menjadi ruang unjuk kemampuan diri. Saling mengklaim telah melakukan hal-hal terbaik dalam pengelolaan kawasan DAS, agar tidak terdampak banjir. Nyatanya banjir pun datang.
Semoga ini menjadi banjir terakhir di Jakarta. Sekaligus menjadi peristiwa terakhir bagi pejabat publik untuk berdebat terbuka di ruang publik. Agar mampu menghadirkan pemerintahan yang bersungguh- sungguh.
Riko Noviantoro
Peneliti Kebijakan Publik
Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI