Mohon tunggu...
Blue Ambience
Blue Ambience Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar untuk sering menulis

Introvert, INFJ, suka ngedesain, penikmat kopi. Hobi menonton.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Tidak Kita Saling Membetahkan untuk Hidup di Dunia?

17 Februari 2018   07:22 Diperbarui: 17 Februari 2018   08:25 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: intisari.grid.id

Dalam kehidupan sehari-hari apasih yang membuat kalian ingin cepat-cepat kehari berikutnya, atau pengen cepet-cepet ke masa depan.. ada apakah disana? Apakah rencana nikah, atau kah lulus kuliah, atau yang lainnya. Dalam hidup kita terbiasa menunggu, bahkan terlalu nyantai menunggu. Menunggu rencana-rencana masa depan segera terlaksana dengan usaha minimal. 

Kupikir dunia dan segala atributnya memanjakan kita sebagai manusia, didalam bermasyarakat kita terbiasa hidup bersosialisasi dengan kadang kala selalu ada percikan-percikan entah sindiran, ejekan, dan pengucilan. Dalam hal ini ku tak pernah mengelami kejadian besar dari kejahatan manusia seperti yang kulihat diberita-berita. Alhamdulillah... pikirku. Maka dari itu muncul dalam benakku kalau manusia itu tdak benar-benar jahat seperti di film-film. 

Dalam kehidupan sosial hal yang tidak mengenakkan paling-paling ya diabaikan, suaranya tidak didengar (aspirasi), diomongin tetangga karena suatu hal, disindir bayar hutang, dan yang lainnya. Setiap yang kita lakukan memang selalu diomongin yah... Pernah ada pikiran apa maunya masyarakat yang bisanya ngomongin orang. Apakah itu bentuk perhatian mereka atas setiap tindak tanduk kita? ataukah karena mereka suara mayoritas yang memiliki kesamaan kondisi dan aku disini yang berbeda sehinggabisa seenaknya di judge. Manusia itu heterogen, berbeda-beda setiap karakternya.. seharusnya sebagai manusia kita mengetahui hal itu. 

Kenapa harus berbuat perlakuan tidak mengenakkan untuk orang lain sedangkan tentu dia pun tidak mau diperlakukan buruk oleh orang lain. Inilah yang terjadi, biasanya budaya ngomongin orang melekat pada diri ibu-ibu yang banyak aktivitas menunggu, menunggu anak pulang sekolah lah, menunggu warung lah (yang usahanya ngewarung), menunggu, menunggu, dan menunggu. Kenapa tidak dibikin aktivitas mengobrolnya jadi yang bermanfaat gitu.. ngapalin sesuatu kek misal ngapalin jam berapa aja si anak pulang buat dijemput, ngapalin masakan apa aja yang anak suka, ngapalin kebutuhan apa aja yang anak perlukan tiap bulannya, dan lain lain. 

Dari sini aku tak menyukai menjadi suatu kelompok, dalam artian kelompok yang merugikan pihak lain. Hidup ini berkelanjutan bahkan kita tak tahu sampai usia berapa kita hidup. Kenapa tidak kita saling berhubungan secara harmoniagar kita sama-sama menjalani hidup yang "tanpa tahu kapan akan berahir" ini dengan tenang, damai, dan saling menemani dalam kebaikan, saling menolong dalam kesulitan, saling menyemangati, dll. Yah.. itulah idealnya, setidaknya ada patokan untuk agar kita berpaku pada idealisme tersebut. 

Bermasyarakat berarti menjadi bagian dari anggota kelompok masyarakat, kontribusi kita untuk menjadi bagian dari masyarakat ialah dengan mengajak untuk merubah sifat nyinyirin orang. Kita punya masalah sendiri untuk dipecahkan, orang lain bahkan kita pernah melakukan kesalahan. Kesalahan orang lain tak perlu lah dibicarakan ke orang lain. Bicarakan baik-baik secara rahasia dan nada bicara yang baik juga waktu yang tepat kepada orang yang berbuat salah langsung. Biarkan kita manjadi seorang penasehat yang menginginkan perubahan pada orang yang salah tersebut. Bukan menjadi orang yang menyebar luaskan kesalahan orang tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun