Padahal, KUHP Nasional yang baru akan diberlakukan pada tahun 2026, berbeda secara diametral dengan KUHP-WvS dalam soal kelalaian atau kealpaan tindak pidana dan pemidanaan.
Namun, sebelum melihat KUHP Nasional ini, kita akan mengupas dulu seperti apa pandangan Teori Keadilan Bermartabat dalam memandang soal pemidanaan ini.
TEORI KEADILAN BERMARTABAT
Teori Keadilan Bermartabat adalah sebuah teori yang digagas oleh Prof.Dr.Teguh Prasetyo,S.H, MSi, seorang akademisi, praktisi hukum dan penulis lebih dari 50 buku hukum.
Teori ini sebetulnya muncul sebagai respon terhadap kelemahan sistem hukum yang cenderung formalistik dan seringkali kurang mempertimbangkan aspek kemanusiaan serta nilai nilai lokal.Â
Inti  ajaran Teori Keadilan Bermartabat adalah bahwa hukum harus mengutamakan sisi sisi kemanusiaan dan keadilan yang substantif, bukan hanya sekadar formalitas hukum.
Secara singkat, ciri ciri khusus pemikiran teoritis dan filsafati dari Teori Keadilan Bermartabat adalah upaya mendekati 'fikiran Tuhan' dengan proses penalaran, berfikir radikal, penggunaan akal budi, karsa dan rasa serta meletakkan kaedah kaedah dan asas asas yuridis dari suatu sistem hukum melampaui hukum positip.
Lalu, bagaimana pandangan Teori Keadilan Bermartabat soal pemidanaan ?.
' Pemidaan berdasarkan Keadilan Bermartabat ', demikian tulis Prof.Teguh di dalam bukunya 'Penologi Berbasis Keadilan Bermartabat' halaman 66, ' harus menempatkan pelaku perbuatan pidana bukan hanya sebagai pelaku perbuatan pidana melainkan juga sebagai manusia atau human offender ' Â Â
'Atas pemahaman tersebut', lanjut Prof.Teguh, 'pemidanaan berdasarkan Keadilan Bermartabat harus merupakan pemidanaan yang mendidik serta memanusiakan pelaku perbuatan pidana. Pemidanaan berdasarkan Keadilan Bermartabat akan mempertimbangkan bagaimana pelaku perbuatan niat murni dan bukan karena keadaan.