Mohon tunggu...
Riki Rivaldi
Riki Rivaldi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - santri el-bied

Berobsesi menjadi seseorang yang menyelami samudera kalam ilahi dan mengambil mutiaranya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Surat Al-Alaq Ditempatkan Terakhir padahal Dia adalah Surat yang Pertama Kali Turun?

5 April 2022   08:02 Diperbarui: 5 April 2022   08:10 3970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin sering timbul pertanyaan dibenak kita bahwa mengapa susunan al-qur'an seperti surat al-alaq diletakkan terakhir padahal ia turun pertama kali, dan darimana kita tahu bahwa ayat ke 6 dari surat al-alaq adalah lanjutan dari lima ayat yang diturunkan pertama kali, padahal penurunannya terpisah? Mengapa surat ini diletakkan setalah surat itu? Atau pertanyaan lainnya yang serupa dengan hal diatas perihal penyusunan al-qur'an.

Perlu diketahui sebelumnya bahwa susunan dalam mushaf al-qur'an --sebagaimana kita ketahui sekarang- itu tidak berdasarkan pada kronologis turunnya ayat. Penetapan susunan dalam mushaf al-qur'an itu ditetapkan oleh nabi sendiri melalui wahyu dari Allah Swt yang dibawa oleh malaikat Jibril a.s, atau dalam istilahnya disebut dengan tauqifi.

Dibalik penetapannya secara tauqifi, terdapat sebuah kajian yang menarik untuk terus dipelajari. Yakni kajian tentang hikmah dibalik penyusunan yang demikian itu atau dalam ilmu al-qur'annya disebut ilmu tanasub atau munasabah. Pengertian mudahnya ilmu munasabah  adalah sebuah ilmu yang membahas tentang hubungan antar ayat dengan ayat lainnya sehingga membentuk satu rangkaian kalimat dengan makna yang saling terjalin utuh, atau terjadi koherensi antar ayat.

Sebagai contohnya kita akan mencari munasabah (keterkaitan) dalam surat al-fatihah. Surat yang paling sering kita baca, minimal tujuh belas kali kita membacanya.  Di permulaan surat al-fatihah diterangkan bahwa Allah Swt adalah Dzat yang mengatur segala alam semesta ini (ayat 2). Dialah yang memberikan kasih sayang kepada semua makhluk yang berada di dunia ini (ayat 3). Dia juga yang berkuasa pada hari ketika semua makhluk mati (ayat 4). Melihat realita ini maka sudah semestinya bagi seorang hamba untuk beribadah dan menyembah hanya kepada-Nya dan juga seharusya bagi hamba tersebut untuk hanya meminta pertolongan kepada-Nya karena memang Dialah yang menguasai segalanya (ayat 5). Sehingga sangatlah relevan jika seorang hamba mengatakan "Tunjukanlah kami jalan yang lurus"(ayat 6). Seorang hamba mengatakan demikian karena memang relitanya orang yang hidup di dunia ini terbagi menjadi dua. Pertama, golongan orang yang beribadah dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya (an'amta alaihim). Kedua, golongan orang yang menyembah makhluk dan meminta pertolongan kepada makhluk (al-maghdub 'alaihim). Dan seorang hamba tadi pasti menginginkan untuk menjadi golongan yang pertama[1].

Keterangan diatas kami sarikan dari kitab Tafsir al-kabir atau mafatih al-ghaib karya Imam Fakhruddin ar-Razi. Beliau ini merupakan salah saru mufassir periode awal yang sangat peduli dalam urusan munasabah al-qur'an. meskipun demikian, belum diketahui pasti kapan awal  munculnya disiplin ilmu munasabah ini. Yang jelas banyak ulama yang memiliki obsesi seperti beliau yang gemar mengungkap hikmah dibalik penyusunan al-qur'an dengan prespektif dan sudut pandang masing-masing mufassir. Karena memang ilmu munasabah ini bersifat ijthadi, sehingga sangat mungkin antar satu ulama dengan ulama lain berbeda dalam memandang keterkaitan antar ayat.

tafsiralquran.id
tafsiralquran.id

Contoh yang kita sajikan diawal adalah contoh untuk munasabah antar ayat. Sebenarnya, munasabah tidak hanya terkait hubungan antar satu ayat dengan ayat lain, tetapi adapula munasabah antar akhir surat dengan awal surat berikutnya, kandungan surat dengan kandungan surat berikutnya, munsabah awal ayat dan akhir ayat, munasabah nama surat dengan isi kandungannya dan masih banyak lagi.

Kesimpulannya, meskipun penyusunan al-qur'an berdasarkan petunjuk dari nabi (tauqifi), dibaliknya menyimpan hikmah yang sangat besar dan menarik untuk terus dikaji. Pencarian hikmah itu bisa berbeda-beda antar mufassir karena memang ilmu munasabah bersifat ijtihadi yang disesuiakan dengan sudut pandang masing-masing mufassir dalam merangkai rantai penghubung yang membentuk jalan untuk mencapai tujuan dari sebuah surat. Karena sebuah surat dalam al-qur'an merupakan satu kesatuan yang utuh dan memerlukan jalan untuk menghubungkannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun