Berita yang lagi populer akhir-akhir ini yaitu pemilu Amerika. Pemilu telah bergulir, pemenang pun sudah diperoleh. Joe Biden sudah mengantongi 290 suara elektoral yang notabene sudah dapat memenangi pemilu dengan mengumpulkan 270 suara elektoral. Sedangkan Donald Trump dari partai Republik sampai penulisan ini dibuat hanya mampu mengumpulkan 214 suara elektoral.Â
Sehingga pemerintahan Amerika akan kembali dipimpin oleh partai Demokrat. Cukup kaget, karena akhir pekan lalu diprediksi Joe Biden akan menang pada posisi pas yaitu 270 suara elektoral. Namun dengan begitu perhitungan belum final sampai saat penulisan ini.Â
Mungkin ada beberapa daerah yang akan melakukan perhitungan ulang karena selisih yang terlalu tipis, tidak sampai 0,5%. Kok harus pemilu ulang? boleh deh ditonton DI's Way (youtube Dahlan Iskan) edisi Ngobrol Pemilu Amerika 2020 bareng Azrul Ananda.
Berbicara tentang pemilu pasti ada menang dan kalah, senang dan kecewa, bangga dan takut. Namun semua harus diterima dengan baik. Pada dasarnya semua akan membawa kearah yang lebih baik toh. Jadi ikuti saja setiap kebijakan, terkadang memang berat ya karena dianggap musuh dari awal. Nah maka dari itu harus jelas dan pastikan dulu, loyalitas yang kita junjung itu kepada siapa. Apa loyalitas terhadap negara ataukah loyalitas sosok.Â
Sudah sering saya tuliskan tentang loyalitas, tak akan bosan bagi saya untuk menulis tentang loyalitas. Karena sekarang lagi senang mengamati sebuah organisasi kecil yang membawa saya seperti ini sedang mengalami krisis loyalitas. Loyalitas yang semu lebih tepatnya. Kok bisa dibilang loyalitas semu? mari kita gali terlebih dahulu arti kata semu itu sendiri. Makna semu ini menurut KBBI adalah tampak seperti asli (sebenarnya), padahal sama sekali bukan asli (sebenarnya).Â
Kenapa sih bisa terjadi loyalitas yang semu? dari hasil pengamatan saya sampai dengan sejauh ini pada organisasi yang sekarang sudah beranggotakan anak milenial, ini dapat terjadi karena bimbingan yang selalu menghasilkan jawaban instant oleh pembimbing, sehingga menghilangkan ciri khas proses pembelajaran dalam berorganisasi.Â
Selain itu, tidak adanya ruang kebebasan untuk berpendapat ataupun mengkritik. Bisa saja ini terjadi karena ketakutan dengan pembimbing dan dapat berakibat pembodohan karakter. Pembodohan karakter apa yang bisa terjadi? yaitu dengan menyamakan persepsi yang salah dengan kata lain belum valid akan kebenarannya namun sudah diakui dan didorong agar tampak buruk walau itu benar.
Efek selanjutnya yang akan terjadi yaitu akan menganggap pembimbingnya superior. Bagaikan raja yang harus selalu diikuti perintahnya dan didengar apapun yang telah keluar dari mulutnya. Sehingga berdampak pada loyalitas itu sendiri. Loyalitas terhadap organisasi akan terkikis dan mengakibatkan pindahnya loyalitas itu kepada sosok. Tidak ada yang salah jika loyalitas sosok terjadi jika sosok yang dipanuti itu tidak melakukan pembodohan karakter. Miris ketika harus melihat itu semua terjadi. Ini semua dapat diatasi, namun banyak ketidakmungkinan karena saya sendiri pun sudah berada di jalur luar pada organisasi tersebut.
Nah, begitu juga kepada kita. yuk tetap loyal terhadap negara kita Indonesia, dukung setiap gerakan yang pemerintah lakukan, selagi tidak mengarah kepada yang buruk maka lanjutkan. Selamat melanjuti harinya dan always happy ya :)
Salam satu hati
#CRABTY
*Riki Kusnadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H