Masa covid ini bikin banyak orang diberhentikan dari kerjaannya. Bisa dibilang lagi suram-suramnya. Gak sedikit yang masih kerja namun karna perusahaannya kedampak sama covid ini jadi gajinya di kurangin. Kasian? Jelas! Kita gak tau seberapa bnyk tanggungan yang lagi dijalani. Kalo masih single ya masih bisa diterima tapi kalo yang uda berkeluarga mesti gimana tuh ya? Amsiong deh brosis.
Tapi sebenernya kali ini gak mau membahas kerjaan yang terdampak karna covid sih. Kali ini pengen ngebahas kerjaan yang rumit tapi kok disepelekan dan di anggap harusnya bayarannya murah.Â
Etsss gimna tuh gimana tuh maksudnya. Ya terkadang orang yang membayar gak memikirkan seberapa banyak dan seberapa lama orang itu belajar untuk memenuhi pekerjaan tersebut. Contoh simplenya Tukang bangunan, ada yang bayarannya murah ada yang bayarannya tinggi. Itu gak bakal bisa di bandingkan kok sana lebih murah kok ini lebih mahal. Nah, ini dia yang mau dibahas kali ini.
Pengalaman ku saat bekerja layaknya profesional tapi dihargai dengan sebelah mata atau mungkin tutup mata. Kali ini ku bekerja dalam Tim, tim ini terbagi menjadi tim pembina dan tim magang. Saat diminta bekerja ikhlas ya kami bersedia saja, tapi untuk kerja dengan bayaran yang sama ya sedikit keberatan.Â
Apa bedanya orang yang baru belajar dengan orang yang sudah mengeluti hal tersebut bertahun-tahun. Memang sedikit sulit untuk membantah, karna gak ada perjanjian bayaran seberapa di awal. Namun perusahaan lama kelamaan dirasa keenakan dengan tenaga dan pikiran dengan tarif segitu" saja. Mana lagi yang dihitung cuma pas hari-H, selama persiapan dianggap nihil. Yasudah mungkin itu menjadi pembelajaran.Â
Pekerja jasa kerap mendapat pelakuan seperti ini, contoh lain seorang pelukis.Cerita dari seorang teman yang hobinya melukis. Suatu ketika beliau diminta mengerjakan mural ya bisa dibilang tidak besar dan gak kecil juga lah ya, namanya juga mural. Biasanya kalo mural ya pasti hitungan per meter ataupun sistem borongan per gambar.Â
Nah saat itu ngerjain lah projek cafe yang diminta gambarin mural. Gambarnya simple, lebih dominan ke tulisan. Saat berdiskusi dengan pemilik langsung di minta murah, ya terkadang emang prinsip ekonomi sih ya, maunya pengeluaran sekecil mungkin tapi pemasukan segede mungkin. Hehehe... Namanya pelukis ya gak terima lah ya, soalnya mereka juga udah punya standard nya sendiri kan ya. Akhinya si pemilik mau mau juga.
Pada dasarnya orang awam banyak yang tidak tahu, seberapa lama orang tersebut belajar skillnya sampai sejago itu. Ya ada yang bertahun tahun dalam dunia seperti itu, dengan pembelajaran yang terus menerus di perbaharui. Bayangin aja kalo seorang arsitek gak belajar mode rumah yang lagi tren, mungkin masih banyak rumah-rumah panggung. Hehehe
Sama saja halnya dengan pengusaha yang mempunyai banyak bisnis. Mempekerjakan banyak karyawan untuk tiap bisnisnya. Di Pontianak masih banyak kok perusahaan keluarga tapi yang bisnis nya banyak. Alhasil kadang karyawan nya disuruh ngerangkap di bisnis yang lain. Gaji double dong?Â
Ya, kalo boss nya paham mah bakal begitu deh ya seharusnya. Nah terkadang jadinya seenaknya ya kan, emng sih jam kerja yg di gunain kadang masih jam kantor. Tapi balik lagi ke perjanjian kontrak kan ya, job desk yg dikerjain sampai sebatas mana. Melenceng dari job desk pekerjaan sudah melanggar hukum ketenagakerjaan dong ya? Yoi brosis, karna kontrak kerja kan sudah di sepakati bersama diawal. Bedahalnya kalau ada kesepakatan lanjutan ya. Hehehe
So, jangan anggap sepele dengan menggunakan jasa orang. Mungkin mesti dilihat dari hasilnya baru bisa di rate harganya, dan jangan macam-macam juga karna semua telah tercantum dalam Undang-Undang ketenagakerajaan. Selain itu masih ada nih pembahasan tentang pemasukan fulus lainnya, tungguin aja ya di edisi selanjutnya.