Demokrasi merupakan suatu bentuk sistem atau cara pemerintahan, yang pada masa kini hampir seluruh negara-negara yang ada di dunia menerapkan asas demokrasi inidalam menjalankan roda organisasi pemerintahannya. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya negara-negara di dunia secara kuantitatif terdapat perkembangan yang signifikan terhadap pertumbuhan negara-negara yang demokratis dari sejumlah 29 negara pada tahun 1922 menjadi 58 negara pada tahun 1990, meskipun disisi lain meningkat pula jumlah negara yang tidak demokratis dari 35 negara pada tahun 1922 menjadi 71 negara pada tahun 1990.
Bahkan setelah berakhirnya era perang dingin (cold war) yang terjadi diantara negara adi daya Amerika Serikat dan seterunya Uni Sovyet (sebelum mengalami disintegrasi), yang mengalihkan perhatian masyarakat dunia dari persoalan militerisme, perang konvensional, persaingan senjata, dan pertarungan ideologis (liberalisme,kapitalisme versus komunisme) muncul kecenderungan fenomena demokratisasi dan pengakuan atas hak asasi manusia (HAM) yang bersifat global. Apabila sesuatu negara menutup diri terhadap arus demokratisasi akan berdampak buruk bagi negara yang bersangkutan, seperti disintegrasi yang dialami oleh negara-negara di Eropa Timur atau akan terisolasir dari pergaulan masyarakat internasional.
Berbagai negara yang mengklaim sebagai Negara demokrasi telah membawa demokrasi melalui rute yang berbeda-beda sehingga sulit untuk menentukan yang mana sebenarnya yang dianggap ideal itu. Inggris, Perancis dan Amerika membawa demokrasi melalui revolusi borjuis yang ditandai dengan kapitalisme dan demokrasi parlementer, sedangkan Jerman dan Jepang menjelang Perang Dunia kedua telah membawa demokrasi melalui jalan kapitalistik dan revolusioner yang kemudian berpuncak pada fasisme.
Dalam sistem kapitalisme, kebutuhan biaya untuk menjadi pejabat publik sangat besar yang bahkan gaji atau tunjangan selama masa jabatan tidak cukup untuk membiayai pencalonan. Antusiasme calon yang sangat besar terhadap jabatan publik tersebut dengan pengorbanan harta, tenaga, pikiran dan lainnya tentu sebanding dengan akses terhadap kekuasaan.
Internasional Encyclopedia of Social Sciences mendefinisikan oligarki sebagai bentuk pemerintahan dimana kekuasaan politik berada di tangan minoritas kecil. Menurut Winters, oligarki tidak hanya sebatas sekelompok elit yang berkuasa atau minoritas yang menguasai mayoritas. Oligarki berbeda dengan minoritas lainnya karena dasar kekuasaan mereka adalah kekayaan material yang sukar untuk dipecah dan diseimbangkan. Kekuasaan oligarki sulit dipecah dan jangkauan sistemik walaupun berposisi minoritas dalam suatu komunitas.
Negara kita, Indonesia, merupakan salah satu negara dengan klaim demokrasi sejak kemerdekaan direbut dari penjajahan tahun 1945. Prinsip-prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat menjadi cikal bakal penguatan berdirinya negara Indonesia. Meskipun dalam perkembangan sejarahnya pernah berganti model dan sistem demokrasi, seperti halnya demokrasi terpimpin di bawah komando Presiden Soekarno. Namun demikian, kedaulatan rakyat telak menjadi fondasi pembangunan sistem pemerintahan di negara Indonesia. Termasuk halnya dalam pemilihan kepala negara dan kepala daerah. Pemilihan umum (pemilu) menjadi salah satu momentum penanda pesta demokrasi dan proses penyelenggaraannya.
Dewasa ini, peningkatan populasi masyarakat yang disertai dengan menguatnya budaya konsumerisme di Indonesia, menjadikan semua aspek dicondongkan ke arah modal dan kapital. Hal tersebut juga tidak terkecuali dalam sistem demokrasi. Besarnya biaya penyelenggaraan pemilu menjadi beban anggaran bagi kandidat, partai, dan bahkan negara. Besarnya biaya kampanye juga hanya akan memenangkan elit oligarki, kapabilitas kandidat belakangan dikesampingkan. Berdasarkan itu, maka perlu kiranya kita meninjau ulang posisi dan prosesi demokrasi Indonesia di tengah pusaran oligarki dan kapitalisme global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H