Mohon tunggu...
riki fatayati
riki fatayati Mohon Tunggu... -

mahasiswa psikologi UIN MALIKI MALANG

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskriminasi Gender

7 Desember 2014   17:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:51 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembagian peran, tidak akan menjadi masalah selama perempuan dan laki-laki diperlakukan secara adil, sesuai kebutuhannya dan tidak merugikan salah satu jenis kelamin. Feminism dan maskulin di gunakan sebagai dasar untuk memperlakukan kedua jenis kelamin secara berbeda dan merugikan salah satu jenis kelamin, maka telah terjadi ketidaksetaraan gender. Manifestasi ketidaksetaraan gender telah terjadi di berbagai tingkatan, bidang dan mengakar  dari mulai keyakinan di setiap masing-masing orang, keluarga, hingga tingkatan Negara yang bersifat global. Salah satu ketidaksetaraan gender yang berkembang dalam masyarakat adalah bidang pendidikan.

Contoh kebijakan bias gender terjadi  di tingkat SMA. Dimana terdapat kebijakan, anak perempuan yang hamil (karena kecelakaan/diluar nikah) di keluarkan dari sekolah, sedangkan laki-laki yang menghamilinya tak kena sanksi apapun.

Selain itu, anak perempuan yang sudah menikah tidak diperbolehkan mengikuti atau melanjutkan pendidikan do SMP atau SMA. Hal itu merupakan bentuk ketidaksetaraan gender dalam pendidikan .

Pendidikan berkonsep keadilan gender, kemitrasejajaran yang harmonis antara perempuan dan laki-laki perlu di tumbuhkan untuk  menyikapi persoalan di atas. Masyarakat yang masih berfikir konvensional pun perlu di berikan wawasan lebih luas menyangkut kepentingan strategis  perempuan dan laki-laki.

Guna meminimalisir atau menghilangkan ketidaksetaraan gender, diperlukan upaya serius dari berbagai pihak . mulai dari lingkungan keluarga seperti ayah maupun ibu harus mulai menanamkan kesetaraan dan keadilan gender dengan cara saling menghormati. Peran serta komite sekolah juga dibutuhkan dalam mewujudkan pendidikan peka gender. Adapin indikatornya, komite sekolah memberikan peluang yang sama kepada perempuan dan laki-laki dalam kepengurusan secara proposal. Pengambilan keputusan pun dilakukan secara demokratis tanpa diskriminasi gender. Dengan demikian informasi dan hak-hak bisa diperoleh secara seimbang dari hasil kegiatan di sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun