Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang menganut sistem pemerintahan presidensial, dimana kepala negara secara resmi dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. Kita sebagai rakyat dibebaskan untuk memilih siapa pemimpin negara yang bisa membawa kemajuan pada negara kita tercinta.Â
Bertepatan dengan hari ini 17 agustus 2021 diperingati sebagai hari ulang tahun republik indonesia yang ke 76, semua doa baik tentunya kita panjatkan untuk kemakmuran negeri kita ini.
Di kala pandemi yang kini kian meningkat, kita terpaksa harus merayakan hari bahagia ini dengan hati yang tidak begitu bahagia. Angka kemiskinan kian meningkat, banyak karyawan terkena PHK imbas dari pandemi covid -- 19.Â
Dalam situasi genting seperti sekarang banyak arahan pemerintah agar kita tetap menjaga imunitas tubuh dengan tetap mengutarakan pendapat dan suaranya untuk kemajuan negeri ini, mulai dari membuat pernyataan siap di kritik dan masukan, mengajak rakyatnya aktif di rumah digital maupun aktif untuk memperkokoh nilai pancasila.
Saat ini, dikala situasi yang tidak begitu menyenangkan. Dimana di saat kepala negara sendiri yang membebaskan rakyatnya untuk berpendapat dan memberinya kritik dan masukan, banyak juga pemberitaan di media tentang mereka yang kemudian di tangkap usai memberi kritikan yang kurang meng enakan pada saat didengar.Â
Jika dilihat kembali bentuk kritikan yang diberikan memang tidak menggunakan bahasa yang baik karena lebih mengarah kepada pencemaran nama baik yang tidak berlatar belakang fakta.
Bagi saya sendiri, kritik memang diperlukan untuk mengevaluasi hasil pekerjaan kita hingga akhirnya bisa digunakan untuk memeperbaiki hasil pekerjaan tersebut agar lebih efisien dan berjalan dengan baik.Â
Kini, dimana kondisi negara yang tidak begitu baik, keputusan pemerintahan untuk menahan laju penyebaran virus Covid -- 19 dirasa masyarakat menengah kebawah kurang memanusiakan mereka.Â
Konsep work from home menjadi tiada artinya bagi mereka yang bekerja di lapangan dan tak dapat menerima upah gaji jika tidak bekerja dilapangan. Berbeda dengan mereka yang bekerja di kantor, dimanapun dirinya bekerja, pekerjaan mereka dapat tetap berjalan meskipun mengalami sedikit kendala.
Berbeda dengan para pekerja. Para murid yang sedang menempuh pendidikan juga kesulitan menghadapi kesulitan ini, bantuan kuota internet dirasa kurang merata dimana banyak dari mereka yang tidak mendapatkan bantuan tersebut.Â
Penyebaran laju kecepatan internet juga menghambat proses pembelajaran mereka. Mereka yang biasa belajar secara langsung secara tatap muka dengan permasalahan sepele seperti guru yang rapat pun kini berganti menjadi masalah yang bisa ditemui setiap harinya.Â
Ya, kekuatan sinyal internet. Kecakapan guru dalam menggunakan teknologi kelas daring pun sedikit mengurangi kelangsungan kelas agar kondusif.Â
Para murid menjadi kehilangan semangat belajar karena beban mereka bertambah, yang biasanya hanya seputar nilai dan tugas, kini bertambah hambatan kuota dan teknologi yang menghambat proses pembelajaran mereka.
Pelaksanaan ibadah keagamaan juga menjadi permasalahan, dimana tempat ibadah kini dikurangi kapasitasnya untuk kegiatan peribadatan setiap agama. tidak masalah bagi mereka yang memang jarang beribadah bersama / berjamaah di tempat ibadah.Â
Namun bagaimana dengan pelaksanaan shalat jumat yang mana dilaksanakan secara berjamaah di masjid, masyarakat yang beragama islam kemudian merasa bingung apakah memilih agama yang menyuruhnya untuk shalat jumat berjamaah atau mengikuti arahan pemerintah untuk tidak dahulu berkerumun dan menggantinya dengan shalat dhuhur.
Perayaan hari kemerdekaan yang beberapa tahun kebelakang diwarnai dengan kegembiraan dan berbagai perlombaan kini menjadi kosong dan tak begitu berarti, pandemi covid -- 19 benar -- benar melumpuhkan segala sektor kehidupan. Baik dari sektor pekerjaan, pendidikan, dan ibadah keagamaan.Â
Kesehatan lingkungan kini menjadi fokus utama untuk mempercepat penyembuhan negeri dari virus yang kini menyerang kita. Kita harus mencontoh semangat perjuangan yang sudah lebih dulu para pejuang negeri lakukan terdahulu.Â
Bedanya, kini bukan lagi manusia yang kita lawan. Namun, virus yang tak dapat kita lihat dengan mata telanjang, perlu bantuan alat untuk melihatnya. Yang dapat kita contoh dari perjuangan para pejuang terdahulu adalah semangat tanpa menyerahnya, tak perlu kita contoh peperangan fisik yang dulu terjadi, kita hanya perlu saling memanusiakan manusia dengan tetap menjaga kesehatan tanpa menghilangkan sifat empati manusia.
Masa sulit seperti ini dapat kita lewati dengan saling berpegangan erat, kepercayaan diri dan mental untuk melewati semua ini agar dapat hidup normal tanpa was -- was terserang virus. Pekerjaan, penddidikan, kegiatan keagamaan memang kini tersendat. Tapi kita harus yakin, Indonesia pasti bisa bangkit jika kita membantunya untuk bangkit.Â
Tetap jaga kesehatan diri dan juga mental agar tubuh lebih kuat menghadapi segala rintangan yang akan kita hadapai kedepanya. Virus ini pasti akan kalah jika kita lawan bersama dengan menjaga kebersihan dengan mengikuti arahan pemerintah yang pasti ditujukan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H