Mohon tunggu...
riki ahmad
riki ahmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca, bermain bola dan bermain bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Demokrasi terhadap Kesejahteraan Sosial Masyarakat

13 November 2023   20:43 Diperbarui: 13 November 2023   20:43 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bukanlah hal sederhana untuk membicarakan pentingnya Demokrasi Terhadap Kesejahteraan sosial masyarakat. Hal itu perlu kiranya kita mengenal makna demokrasi itu sendiri. Demokrasi, adalah sebuah sistem politik pemerintahan yang perlu diperjuangan oleh rakyat, setelah kekuatan monarki dan oligarky dianggap tidak memadai untuk menjawab masalah kesejahteraan, kenyamanan, kebebasan berpendapat, dan berbagai kebebasan lainnya. Mungkin itulah kata kunci yang paling utama untuk memaknai penerapan demokrasi politik dan pemerintahan di Indonesia yang bertujuan akhir adalah dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial. From the people, by the people, for the people demikian kata Abraham Lincoln,  yang kemudian menjadi konsep yang sangat dasar dan relevan untuk memadukan antara ideologi sebuah negara dan peta politik pemerintahan menuju cita cita tersebut. Demikian  Idiologi sebuah Negara dan peta politik pemerintahan idealnya memiliki orientasi terhadap kesejahteraan Sosial, terlebih dinegara yang memiliki idiologi berkarakter keadilan sosial (Pancasiala dengan sila kelimanya), dan memiliki komitmen sebagai negara kesejahteraan (welfare state) yang menitikberatkan pada kepentingan kesejahteraan warganegaranya.  Penerapan demokrasi yang dimaksud Abraham Lincoln tentu saja diharapkan dapat menyentuh kehidupan dan kesejahteraan (sosial) yang dimaksud, yakni dapat memperkecil kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, bukan hanya sebagai kiasan belaka dan menjadi mitos demokrasi dan kesejahetraan sosial bagi warganya.

Negara kesejahteraan merupakan cita cita dan komitmen pendiri negara. Cita-cita mulia pada pendiri bangsa, tentu saja memiliki alasan yang kuat, dimana keberadaan negara sangat dibutuhkan untuk membantu rakyat, dari keterpurukan pasca perang melawan berbagai penjajahan di bumi Nusantara. Sebagai bangsa yang baru merdeka tentu tidaklah serta merta dapat berdiri dan mandiri tanpa kekuatan negara. Negara dianggap sebagai solusi untuk menjawab tantangan dan masalah mereka untuk bergerak maju bersama dengan negara-negara lain. Secara psikologikal dan historikal negara kesejahteraan (Welfare state) adalah merupakan kebutuhan rakyat yang harus menjadi pilihan dan komitmen bangsa, dan negara.

Dalam Ilmu Sosial Politik maupun ilmu Ekonomi yang memiliki kaitan erat terhadap kesejahteraan, yang membawa serta unsur keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia sebagai negara Kesejahteraan menjadi bagian dari komitmen negara sebagai negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahkan sampai ada pertanyaan apakah demokrasi yang menghasilkan kesejahteraan sosial, atau kesejahteraan sosial justru yang menghasilkan demokrasi? Lalu apakah demokrasi adalah jalan satu satunya untuk mencapai kesehteraan sosial? Pernyataan hal ini tentu saja akan bersifat spekulatif jika tidak didasari dengan pengetahuan dan analisis ilmiah yang memadai untuk menjawabnya.

Menurut Lipset (1969) dengan analisis klasiknya bahwa demokrasi hanya bisa berkembang baik apabila ditopang oleh warga yang berpendidikan memadai, serta kelas menengah kuat dan independen, dengan bertolak pada tesis yakni "semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mungkin ia yakin dengan kedalaman nilai nilai demokrasi yang dapat mendukung praktek demokrasi". Lipset, menilai bahwa di negara negara yang berpenduduk miskin, dengan tingkat pendidikan yang rendah, buta aksara yang masih tinggi, institusi sosial-politik lemah, organisiasi masyarakat sipil tak berfungsi dengan baik, maka demokrasi akan gampang dimanipulasi oleh elite elite politiknya yang oportunis dan pemimpin despotik yang menawarkan janji-janji populisnya untuk duduk diberbagai struktur politik maupun publik pemerintahan, apakah itu sebagai wakil rakyat di parlemen, di puncak politik pemeritahan, ataupun pejabat karier dipemerintahan. Kemenangan Kekuasaan akan dijadikan sebagai "mesin pencetak uang" untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya, untuk membayar berbagai ongkos politik yang digunakannya dalam kerja manipulasi politik yang telah dilakukannya. Meskipun Argumen Lipset disebut sebagai argumen klasik, akan tetapi memiliki relevansi terhadap banyaknya fakta yang terjadi di Indonesia, selama kurun waktu sejak reformasi digulirkan, sementara keadaanpun memaksa bangsa kita untuk bekerja bersama-sama bersatu padu untuk bertaruh membangun demokrasi sebagai jalan yang harus diperjuangkan. Demikian juga Robert Dahl (1971) bahwa semakin tinggi tingkat sosial ekonomi suatu negara, akan semakin mungkin negara tersebut menjadi demokratis.

Sementara pada pandangan pencinta demokrasi, yang menilai demokrasi sebagi alat, sebagai jalan, tentulah tidak serta merta menerima tesis Lipset maupun Dahl. Demokrasi dianggap sebagai alat untuk menuju kepada pencapaian pertumbuhan orang berpendidikan tinggi, mengentaskan kemiskinan, mengurai konflik sosial, menghilangkan gap antara pemerintah dan yang diperintah dan lain sebagainya. Demokrasi sebagai jalan menuju ke arah kekadilan dan kesetaraan. Demokrasi justru akan lebih mempermudah arah menuju tujuan, karena banyaknya akses yang akan terbuka untuk menuju pencapain itu, dan hanya bisa dilalui melalui jalan demokrasi yang baik. Mengapa akses pendidikan dan lain sebagainya itu tertutup oleh bangsa? karena demokrasi sebagai jalan tidak dibuka, tidak diperbaiki, sehingga untuk mencapai tujuan yang dikehendaki tidak terwujudkan. Jika banyak ketimpangan sosial, keadilan sosial dan kesejahteraan sosial tidak mencapai wujudnya, itu adalah diakibatkan oleh tindakan politik pemerintahan yang tidak membuka akses terhadap demokrasi. Untuk mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan sosial maka jawabannya adalah demokrasi.

Pandangan ini tentu saja menciptakan bantahan terhadap pandangan yang lebih mengedepankan kesejahteraan sosial dari demokrasi. Bagi pandangan ini menilai bahwa kesejahteraan sosial adalah tujuan, bukanlah alat. Jika demokrasi diperbaiki maka semua jalan menuju kesejahteraan sosial akan segera menjadi kenyataan yang bisa diraih.

Indonesia cukup cerdas dan berani memilih demokrasi sebagai pilihannya tentu saja. Pilihan ini tentulah tepat dikarenakan Indonesia dirancang dan dibuat oleh rakyat, bukan raja atau dari sebuah garis keturunan (dinasti politik), akan tetapi melalui berbagai kekuatan politik rakyat yang diwakili oleh kaum muda (pelajar dan mahasiswa) jauh sebelum kemerdekaan. Sebut saja gerakan Budi Oetomo dengan Kebangkitan Nasionalnya (1908), Gerakan Sumpah Pemuda (1928) dan Proklamsi Kemerdekaan (1945). Elemen elemen penyanggah negara sebagai negara berdaulat, memiliki idiologinya sendiri (Pancasila), memiliki bahasanya sendiri (Indonesia), memiliki pegangan negara kesatuan yang berbentuk republik dengan keaneka ragamannya (Bhineka Tunggal Ika), memiliki lagu kebangsaan (Indonesia Raya), memiliki bendera sendiri (Merah dan Putih) dan semuanya itu dirancang dan dibuat oleh rakyat yang diwakili oleh para pelajar, pemuda, dan mahasiswa (Kaum terpelajar).

Fakta sejarah tersebut, memberikan kekuatan kepada bangsa Indonesia, bahwa pilihan demokrasi adalah tepat menuju pada negara kesejahteraan yang dicita citakan, dengan catatan bahwa From the people, by the people, for the people (Abraham Lincoln) dijadikan sebagai konsep dasarnya, dan relevan untuk dapat dipadukan melalui ideologi negara dan peta politik pemerintahan menuju cita-cita tersebut. Olehnya itu idiologi negara dan peta politik pemerintahan idealnya, haruslah memiliki orientasi terhadap kesejahteraan sosial. Indonesia yang memiliki idiologi berkarakter keadilan sosial (Pancasiala dengan sila kelimanya), dan komitmen sebagai negara kesejahteraan (welfare state) yang menitikberatkan pada kepentingan kesejahteraan warga negaranya memiliki alasan yang kuat untuk mempraktekkan demokrasi di Indonesia secara utuh.

Kesimpulan

Indonesia, bukan karena globalisasi lalu memilih demokrasi, sejak kemerdekaan Indonesia menjatuhkan pilihannya pada negara demokrasi dalam berbagai versinya, dan mengamanatkan kepada negaranya sebagai negara kesejahteraan yang benar-benar negara bekerja untuk kesejahteraan sosial rakyatnya (lihat Pembukaan UUD 1945 dan beberapa pasal yang mengurainya). Sayangnya perjalanan selalu tidak sesuai dengan cita-cita. Reformasi menjadi awal kebangkitan kembali untuk memperjuangan demokrasi. Demokrasi adalah sebuah langkah perjuangan, dengan berbagai strategi yang harus dibuat, duduk bersama-sama memadukan visi mambangun komitmen, agar demokrasi mendapatkan formula yang benar, agar bangsa yang besar ini tak salah langkah. Demokrasi bukanlah perjalan pintas atau instan, akan tetapi perjalanan yang panjang yang harus dilalui dengan berbagai dinamika, kesabaran dan saling mendukung, dan bukan saling memerangi antara satu dengan yang lain. Mebutuhkan komitmen kuat dan serius oleh semua pihak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun