Mohon tunggu...
Riki Agusetiawan
Riki Agusetiawan Mohon Tunggu... -

Pengagum Berat : Nabi Muhammad SAW, Para Khulafaur Rasyidin, Khalid Bin Walid, 10 sahabat Rasul yang dijamin masuk surga.\r\n2 pejuang pembebasan pasca jaman Rasul : Solahudin Al-Ayyubi dan Muhammad II Al-Fatih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Apa Denganmu "Pengemis"?

19 Februari 2014   06:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada Apa Dengan “mu”- Pengemis???

Pengemis??? Ada apa dengan pengemis??

Baru-baru ini kita mendapatkan berita bahwa ada sejumlah (tidak semuanya) pengemis yang bisa jadi kaya dari pekerjaanya sebagai pengemis, loh?? kok bisanya??? gak tanggung-tanggung penghasilannya perbulan, bisa mengalahkan gaji pns, tak dapat dipungkiri pengemis sekarang ada yang telah berpenghasilan 1-2 juta perbulan bahkan penghasilan tersebut dapat digolongkan penghasilan tetap.

Entah mengapa, mendengar berita ini, ada sesuatu yang mengganjal dihati saya, Kok bisa gajinya pengemis lebih besar dari gaji bapak saya yang bekerja menjadi loper koran favorit. entah siapa yang pintar entah siapa yang bodoh, saya tak mengerti, apakah para pengemis mempunyai jurus jitu dalam menjalankan setiap bisnis mengemisnya ini , ataukah para pengemis mendapatkan pelatihan khusus sebagai pengemis profesional yang berpenghasilan tinggi ataukah juga para pengemis banyak membaca buku bisnis dan bertanya pada pakar ekonomi? Entahlah, saya hanya bisa berprasangka.

Jujur saja akan banyak sekali perbedaan pendpat tentang perihal ini, baik yang pro maupun yang kontra, kalau bisa diambil contoh pada mereka yang pro, pasti banyak yang mengatakan bahwa “yaa bergitulah rezekinya”, “janganlah kita beriri hati atas rejeki orang”, “mungkin usaha mereka tinggi dalam mengemis dan tekun untuk mengumpulkan uang”, “tak perlu kta risaukan mereka telah mau mencari uang dengan halal”, “setidaknya mereka tidak mencuri dan merampok”, “kita ambil sisi baiknya mereka lah”, tapi ketika kita membicarakan tentang pendapat orang yang contra, maka akan banyak juga yang berkata “wah jangan dikasih lah”, “nanti mereka jadi tambah malas”, “gak mau kerja keras”, “maunya nadahin tangan doang”, “kalau dikasih sekali pasti akan ketagihan mintain uang orang lain”, kalau ada satu pengemis cerita kepada temannya yang bukan pengemis lalu diceritakan penghasilannya lumyan, kan pasti temannya tergiur untuk cari uang dengan jalan itu, loh kenapa tidak, kan menguntungkan, nah dari sini juga awal mulanya banyak yang mau jadi pengemis, bayangkan jika negera kita dikenal dengan nama negara dengan jumlah pengemis terbanyak..bisa anda bayangkan itu???

Masih banyak lagi argumen atau alasan-alasan yang disertai dengan data valid untuk meyakinkan bahawa pekerjaan pengemis ini merugikan negara dan menguntungkan hanya sebagian orang, jika diperhatikan lagi tidak semua gelandangan jadi kaya, tapi ada beberapa saja yang mampu meraib keuntungan besar dari pekerjaan ini, perkara pendapat anda silahkan pikirkan sendiri, karena anda tahu mana yang terbaik untuk kita dan kesejahteraan negara dan mana yang kurang baik untuk negara, its your choice..

Berhubungan dengan itu, saya mencoba ingin mengoreksi sedikit kenapa di negara kita ini banyak sekali yang mau bekerja sebagai galandangan, apakah ada yang salah dengan pemerintahan kita atau memang profesi pekerjaan ini memang menjadi alternatif pekerjaan bagi orang-orang yang pemalas dan tidak mau kerja keras, jika memang terdapat kesalahan di jajaran pemerintahan maka kita wajib mencari solusi yang tepat agar tidak ada pihak yang dirugikan. namun sebelum itu, mari kita lihat pembelajaran terkait pemerintahan yang baik yang didalam infrastruktur dan tatanan masyarakatnya sangat bersih dan aman sentosa dan bisa dikatakan jauh dari kemiskinan, Yaaap pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz dimana rakyatnya hidup dalam keadaan sejahtera tanpa diketahui orang miskin didalamnya,, bahkan ada kisahnya yang berkaitan pas dengan statement diatas , begini kisahnya :

Yahya bin Sa'id berkata, "Umar bin Abdul Aziz menyuruhku untuk membagikan sedekah kepada masyarakat muslim di Afrika. Aku mencari-cari orang miskin yang mau kuberi sedekah itu namun aku tak menjumpai orang miskin disana. Akhirnya, tak ada orang yang mengambil sedekah itu dariku. Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Akupun membeli budak dengan harta sedekah itu. Kemudian aku memerdekakannya atas nama ummat Islam.”

Subhanallah, semoga pejaabat kita dapat mengikuti langkah2 atau kebijakan2 yang diterapkan umar bin abdul aziz dalam memerintah rakyatnya dan pejabatnya, yaitu dengan menerapkan konteks bersedekah dan beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya.

Kita lanjutkan lagi, jika kita pautkan dengan ketentuan hukum yang ada di negara kita, maka kita akan menemukan UUD 1945 dimana UUD 1945 adalah sebagai hukum dasar tertinggi dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terdapat pada UUD 1945 pasal 34 ayat 1, yang berbunyi : Fakir Miskin dan anak - anak terlantar dipelihara oleh negara. Fakir miskin disini dapat digambarkan melalui gepeng-gelandangan dan pengemis.

Sebenarnya dari sini kita sudah dapat mengerti bahwasanya fakir miskin dan anak-anak terlantar itu seharusnya negara yang mengurusnya, dalam artian mulai dari kelayakan tempat hidup, pendidikan, lingkungan, sebenarnya tidak sulit untuk mensejahterakan mereka, bagi saya atau menurut pendapat saya bisa saja uang anggaran yang ada dinegara di alokasikan sebagian atau berapa % untuk mensejahterakan mereka, dan juga seharusnya para pejabat juga sadar untuk bertawakal kepada Allah dan lebih banyak memberi lebih atau bersedakah, daripada mengambil dengan jalan yang tidak seharusnya yaitu dengan korupsi dan lain sebagainya,,

Semua pilihan akan dampaknya, tapi apa salahnya kita melakukan sesuatu yang banyak mengundang manfaat bagi orang lain dengan tetapsesuai yang di ajarkan Rasulullah SAW..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun