Mohon tunggu...
Rikho Afriyandi
Rikho Afriyandi Mohon Tunggu... Guru - Kaum Rebahan

Menulis apa yang ingin ditulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berpulangnya Sang Guru KH Ahmad Zuhdiannor

2 Mei 2020   17:53 Diperbarui: 2 Mei 2020   17:52 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Guru Zuhdi. Sumber https://www.nu.or.id/post/read/119669/kabar-duka--guru-zuhdi-mustasyar-pwnu-kalsel-wafat

Hari ini kabar duka menyelimuti masyarakat Kalimantan, khususnya masyarakat Kalimantan Selatan. Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), masyarakat kehilangan seorang tokoh pendidik, seorang guru yang banyak dicintai masyarakatnya, seorang ulama yang menjadi penerang, serta petunjuk bagi masyarakatnya (jemaahnya), dia adalah KH Ahmad Zuhdiannor, atau yang kerap disapa guru Zuhdi. Hujan deras turut mengiringi kepergian beliau.

Beliau dikabarkan meninggal dunia di RS Medistra Jakarta disebabkan sakit yang beliau diderita. Untuk jenis penyakit yang beliau derita tersebut menurut Syaifullah Tamliha, seorang Legislator Fraksi PPP DPR RI, yang juga turut mendampingi beliau (guru Zuhdi) di RS bersama kerabat, dan istri, bahwa itu bukan wewenangnya untuk menyampaikan, hanya dokter, dan keluarga yang bisa menjelaskan (Banjarmasin.tribunnews.com).

Kejadian ini, seketika saja membuat beranda facebook milikku dipenuhi dengan foto beliau yang diposting oleh orang-orang yang sangat mencintainya. Berbagai caption ditulis sebegitu sedih karena teringat kenangan bersama beliau, juga atas kepergiannya. Hal serupa juga terjadi di status whatsapp milikku, semua hampir dipenuhi oleh foto, kenangan, juga doa-doa yang diperuntukkan kepada beliau.

Semua sangat kehilangan. Saya pun turut merasakannya. Entah mengapa saya bisa merasakannya, saya juga bingung, padahal jangankan menatap wajah beliau secara langsung, duduk berada di majelis beliau saja saya tidak pernah, saya hanya mendengarkan ceramah beliau melalui media sosial yang dibagikan kawan-kawan, seperti instagram, facebook, juga youtube.

Tetapi, dada ini terasa sesak ketika mendengar kabar beliau telah kembali di sisi-Nya. Diri ini terdiam, bingung, dan tak menyangka, hingga tidak menyadari bahwa air mata ini ikut mengalir dengan perlahan membasahi pipi. Sampai tulisan ini ditulis pun, mata ini terus berkaca-kaca, sesekali tangan ini mengusapnya yang berjatuhan sebab tak mampu lagi untuk dibendung.

Tak tau apa yang harus diucapkan selain ungkapan terima kasih yang sebegitu besar kepada beliau, karena telah menghiasi hati masyarakat dengan ilmu yang mendekatkan kepada-Nya. Serta teriring doa kepada beliau, semoga guru tenang, dan di tempatkan di Jannah-Nya. Aamiin.

Terakhir, saya selalu ingat pesan beliau --semoga terus ingat, dan ter-amalkan dalam kehidupan sehari-hari- yang disampaikan melalui ceramahnya, beliau mengungkapkan,

"Karena kita disuruh jadi hamba, lawan (dengan) siapa pun, satu, harat urang pada surang (hebat orang lain daripada kita) itu ja (saja) pedomannya. Harat urang (hebat orang), siapa saja, urang nang harat (orang yang hebat). Melihat urang tuha (orang tua), harat sidin (hebat beliau), kenapa? Sidin talawas hidup (beliau sudah lama hidup), banyak ibadah nang dikumpulakan sidin (yang dikumpulkan beliau), kita hormati. Melihat nang anum pulang (yang muda lagi), harat inya (hebat dia), di mana haratnya (hebatnya)? Inya hanyar hidup (dia baru hidup), dikit dosa, surang (kita) sudah habis dosa sabarataan dihantup (semuanya ditabrak/dibentur). Melihat orang nang bungul (yang bodoh), bungul bin tambuk (bodoh bangetlah, maksudnya), harat inya (hebat dia), inya manggawi (dia mengerjakan) dosa karena kabungulan (kebodohan), surang manggawi (kita mengerjakan) dosa tahu. Melihat urang (orang) gila maginnya ae (apalagi), harat urang (hebat orang) gila, kenapa? inya batalanjang kada badosa (dia telanjang tidak berdosa), ikam nang mangamera ha lagi (kamu yang memotret atau merekam video saja lagi), nang badosa (yang berdosa). Ini rasa, harat urang (hebat orang), surang (kita)? Kadada (tidak ada) hebatnya, surang (kita)? Di bawah. Ini awal adab, ini awal handak (ingin) jadi hamba, bahwa kita, dibanding orang? Harat (hebat) orang pada (daripada) kita."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun