Mohon tunggu...
Rikho Kusworo
Rikho Kusworo Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Memaknai Hari

Karyawan swasta, beranak satu, pecinta musik classic rock, penikmat bahasa dan sejarah, book-lover.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

(Parenting) Haruskah Merayakan Ultah Anak?

10 November 2013   22:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:20 2300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1384095851413905976

[caption id="attachment_277245" align="aligncenter" width="300" caption="Ulang Tahun Ke-2 Adel, di rumah 2 Agustus 2012. Ucapan Selamat Hanya Dari Ayah,Ibu, dan Eyang Putri. Memakai Kue Ultah,Karena Sudah Telanjur Dibeli."][/caption]

Bukan Ayah membatasimu bersosialisasi. Pun bukan pula Ayah ingin mengenyahkan kegembiraanmu untuk berkumpul bersama teman. Ayah hanya menginginkan agar engkau hidup dalam kebersahajaan. Tiga kalimat inilah yang ada dalam benak ketika menolak ajakan istri untuk mengantar anak saya Adel (3) ke acara ulang tahun teman sekolahnya.

Empat November lalu istri menemukan sebuah undangan ulang tahun dalam tas sekolah Adel. Dalam invitasi itu tertulis bahwa Adel diundang ke sebuah restoran cepat saji pada hari Selasa Lima November pukul 10 pagi. Puluhan anak yang tergabung dalam sekolah, mulai dari taman bermain sampai TKA/B diundang dalam acara itu.

“ Adel, ayo cepat mandi, katanya mau ke ultah “ ajak istri

“ Kita tidak akan pergi ke ulang tahun “ sahut saya sambil mencuci botol susu.

Wajah istri kaget setengah mati ketika saya menyahut.

“ Lho Ayah, anak kita juga butuh bersosialisasi dengan teman temannya. Selain itu kita harus menghormati si pengundang” kata istri memberi argumentasi.

“ Kalau undangan ulang tahunnya ke panti asuhan, kita antar Adel” jawab saya.

Saya kemudian menyatakan alasan keberatan mengantar Adel ke ulang tahun temannya. Saya tidak ingin membangun fondasi sebuah tradisi hedonistik dalam benak Adel. Saya katakan pada istri mengenai hal ini dengan harapan bahwa istri legawa untuk mendukung niat saya tersebut. Tahun lalu saya pernah merayakan ulang tahun Adel gara gara istri sudah telanjur membeli kue tart. Ulang tahun kami berempat, Adel,saya,istri, dan eyang putrinya. Seperti yang saya tulis di sini.

Pada anak anak, ulang tahun pada umumnya hanya bermuara pada ritual kegembiraan sesaat dan makan bersama. Saya khawatir undangan ke restoran cepat saji itu akan membuat Adel berpikiran bahwa ulang tahun itu penting. Karenanya ulang tahun wajib dirayakan di restoran.

Saya kebetulan tidak dididik dalam keluarga yang menyuburkan pesta ulang tahun. Pun demikian juga istri saya. Saya tidak terlalu memperdulikan ketika istri tidak hapal hari ulang tahun saya. Bentuk perhatian istri pada suami tidak hanya diwujudkan dengan hapalnya tanggal lahir, pikir saya.

Saya pun ingin mendidik anak saya dengan cara serupa. Tidak hanya pada hari ulang tahun saja, setiap hari adalah hari hari yang istimewa dan penuh keberkahan. Saya hanya gamang dengan apa yang akan dilihat Adel dalam pesta ulang tahun di restoran itu nantinya. Bukan mustahil bila pada hari ulang tahunnya nanti Adel akan meminta perayaan di restoran. Adel akan minta dibelikan baju baju bagus. Minta dibelikan ini itu. Sekaligus angannya bakal selalu berlapis harapan mendapat kado dari kawan kawannya.

“Gerangan apa yang akan ditanamkan pada anak dalam acara ulang tahun di restoran cepat saji itu” saya melempar pertanyaan kepada istri.

“ Ya tiap orang tua kan mempunyai metode sendiri sendiri dalam pengasuhan anak” tukas istri setelah mendengarkan penjelasan saya.

“ Itulah, kita juga mempunyai nilai sendiri dalam membesarkan anak” saya menimpali.

Percakapan yang akhirnya membatalkan kedatangan ke acara ulang tahun itu berlangsung pagi hari, beberapa jam menjelang acara.

Empat hari kemudian saya bertanya kepada seorang kawan, sebutlah Aik, yang pernah mengadakan acara ulang tahun di restoran cepat saji. Niat saya untuk menggali lebih dalam mengenai ritual ulang tahun anak ini.

Keluarga Aik dapat dikatakan mempunyai uang berlebih kalau hanya sekedar mengadakan acara makan makan puluhan kawan sekelas anaknya di restoran. Saya beranikan diri bertanya apakah sebenarnya dari awal memang sudah meniatkan diri untuk meramaikan ulang tahun anaknya yang baru kelas lima SD itu.

Jawabannya sungguh membuat saya tercengang. Aik “terpaksa” mengadakan acara itu hanya untuk menegakkan martabat anaknya di mata kawan kawannya. Pasalnya pada beberapa kesempatan sebelumnya, anaknya sudah menghadiri acara ulang tahun kawannya. Usut punya usut anaknya sudah kadung berjanji untuk mengundang kawan kawannya ulang tahun di sebuah restoran.

Deep down inside kawan saya ini eman dengan acara ulang tahun itu.

“ Saya harus jaga martabat anak saya di depan teman sekolahnya Pak, walaupun sebenarnya sayang juga uang dua jutaan amblas untuk ulang tahun itu” kata Aik.

Menghadiri acara ulang tahun di restoran menurut Aik bisa berdampak munculnya tuntutan anak untuk mengadakan acara ulang tahun dengan level yang minimal sama dengan kawan kawannya. Pada awalnya Aik sudah berusaha menegosiasikan dengan anaknya untuk mengadakan acara ulang tahun di rumah secara sederhana. Alasannya untuk menghemat biaya. Selain itu Aik juga sudah berusaha memberikan pengertian bahwa peruntukan alokasi keuangan berbeda beda untuk setiap keluarga. Lebih baik uang ditabung untuk biaya sekolah daripada dihamburkan-hamburkan untuk pesta. Namun akhirnya Aik pasrah juga dengan alasan anaknya telanjur berjanji. Agar anaknya tetap dicitrakan sebagai anak yang menepati komitmen, Aik akhirnya mengabulkan permintaan anaknya. Tentu saja karena Aik mempunyai alokasi dana yang berlebih.

Satu hal lain yang menarik berkenaan dampak acara ulang tahun ini adalah mengenai kado. Ternyata anak laki laki Aik ini mulai pintar membandingkan kado yang pernah dihadiahkan teman temannya. Aik menganggarkan kado untuk setiap acara ulang tahun sebesar maksimal dua puluh lima ribu. Akan tetapi suatu ketika anaknya meminta mainan yang berharga hampir dua ratus ribu untuk kado temannya. Alasannya dulu ketika anak Aik ulang tahun, teman inilah yang memberikan kado seperangkat tempat makan plastik produk fabrikan luar yang berharga lebih dari dua ratus ribu. Kali ini dengan sedikit ketegasan Aik akhirnya bisa “memaksa” dan memberikan pengertian pada anaknya bahwa kado itu seharusnya sukarela sesuai kemampuan. Aik menjelaskan bahwa yang memberi kado berharga mahal anak dari keluarga berlebih.

“ Walaupun punya uang, ayah ibu tidak akan beli kado yang mahal untuk hadiah kawanmu. Lebih baik uang ditabung untuk beli buku dan biaya sekolah” tegas Aik kepada anaknya.

Pengalaman kawan ini semakin memperkuat pola pandang bahwa keputusan saya mengurungkan niat mengantar anak ke ulang tahun itu benar adanya. Anak saya Adel masih terlalu kecil untuk diberikan pemahaman seperti anak Aik dalam cerita di atas.Lagi pula Adel pun juga tidak tahu bahwa ada kawan yang mengundangnya datang ke acara ulang tahun.

Saya katakan kepada istri bila undangan ulang tahun ke panti asuhan, dengan senang hati akan kuantar anakku. Belajar berbagi dengan anak anak yang membutuhkan sentuhan kasih sayang. Muaranya anak akan peka dengan lingkungan sosial sehingga bisa mensyukuri keadaan diri.

Ketika melihat sebuah kekurangan, harapannya anak akan merasa dirinya terbekati dengan berbagai nikmat. Manakala menyadari keberlimpahannya, anak akan tergerak untuk berbagi. Kekuatan berbagi yang bisa jadi akan membuncah saat anak anak dewasan nanti. Apalah arti diri ini tanpa ada sesuatu untuk dibagi.

Jalan kehidupan tidaklah selalu bertaburan bunga kegemerlapan. Bisasaja pada suatu ketika kondisi finansial tidak stabil untuk menopang sebuah tradisi sepi makna yang bernama ulang tahun. Kalau pun ada dana, peruntukannya lebih bermanfaat apabila digunakan untuk hal yang lebih penting misalnya pendidikan.

Ditulis Rikho Kusworo Minggu 21 November 2013 selesai jam 21.30.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun