Rutinitas pekerjaan di kantor bulan Juli ini merupakan masa yang penuh tantangan dan cobaan. Di tengah tengah kondisi pekerjaan yang memuncak volumenya, separuh dari kami berenam anggota tim, tergerus luluh oleh penyakit
Pada awal bulan, hari Jumat Lima Juli, salah satu teman anggota tim, sebutlah Igor sakit. Saya khawatir Igor terkena tipus, karena Igor mengeluh badannya lemas dan kedinginan pada malam hari. Dugaan ini menguat mengingat beberapa minggu sebelumnya kami semua, termasuk Igor, memang sering lembur dan pulang malam. Hanya loyalitas dan niat mendukung kinerja tim lah mungkin yang membuat Igor untuk tetap bekerja, walaupun badan sudah terasa tidak enak pada beberapa hari menjelang sakit.
Harinya Sabtu Enam Juli saya paksa Igor untuk berobat ke dokter. Dokter mendiagnosa Igor terkena gejala tipus dan diminta untuk rawat jalan. Malang tidak dapat ditolak, mujur tidak dapat diraih. Pada hari Selasa Sembilan Juli malam, Igor terpaksa harus menjalani rawat inap di rumah sakit.
Kami berlima karena kesibukan pekerjaan, baru sempat menjenguk Igor pada hari Jumat dua belas Juli malam hari. Keesokan harinya, Sabtu Tiga Belas Juli , saya merasakan tidak enak badan. Karena takut sakit bertambah parah, saya pergi ke klinik perusahaan. Dokter mendiagnosa saya terkena gejala tipus.
Namun ternyata keesokan harinya, Minggu Empat Belas Juli, saya mendapati pada beberapa bagian badan timbul benjolan kecil berair.. Memang selama dua minggu sebelumnya anak saya Adel terkena cacar air. Kekhawatiran saya akhirnya terjadi. Saya pun pasrah karena melihat gejalanya,pastilah saya tertular cacar air.
Yang saya pikirkan ketika itu adalah pekerjaan di kantor,bukanlah penderitaan karena sakit cacar. Terbayang di depan mata gambaran kondisi pekerjaan kantor. Pastinya saya tidak akan masuk kerja selama beberapa hari. Sedih rasanya ketika itu. Kesedihan ini muncul oleh rasa empati kepada teman teman satu tim yang beban pekerjaannya menjadi berlipat. Tidak dapat dihindari,pastinya tim akan menghadapi masa krisis karena Igor dan saya sendiri akan absen dalam beberapa hari ke depan.
Keesokan harinya Senin lima belas Juli saya berobat ke klinik perusahaan. Dokter memastikan bahwa saya positif terkena cacar air. Malam harinya,saya mengirimkan surel tiga ratus kata kepada teman anggota tim. Isinya rencana pekerjaan saat saya beberapa hari tidak masuk.
Karena ingin segera cepat sembuh, pada Selasa malam Enam Belas Juli, saya pergi ke dokter spesialis kulit. Saya diantar istri datang pukul sepuluh malam. Dokter ini memang dokter yang cukup laris dan mempunyai banyak pasien.
Ketika datang, saya masuk urutan antrian nomer 127. Saat itu antrian yang sudah diperiksa menginjak nomer 90. Saya pun sabar menanti dengan merasakan badan kedinginan dengan rasa gatal yang mendera. Saya adalah pasien terakhir yang baru diperiksa pukul sebelas malam.
Saya berpikir bahwa teman satu tim di kantor pastilah membutuhkan saya untuk berkomunikasi sekitar masalah pekerjaan. Oleh karenanya saya selalu menaruh telepon seluler di samping bantal, agar saya bisa merespon pesan lewat piranti chatting atau pun pesan singkat.
Saya akhirnya tidak masuk kerja selama delapan hari. Sementara itu Igor sudah mulai masuk kerja pada hari Kamis Delapan Belas Juli. Karena merasa sudah sembuh, pada hari Senin Dua Puluh Dua Juli, saya mengontak rekan satu tim, sebutlah Chester. Saya memberitahukan kepada Chester bahwa saya akan masuk kerja pada hari Rabu Dua Puluh Empat Juli.
Pada hari Selasa malam dua puluh tiga Juli,Chester mengeluh bahwa badannya sakit karena tekanan darahnya naik drastis. Saya sedih mendengar bahwa sebenarnya sejak sehari sebelumnya Chester sudah mengeluh sakit. Namun Chester tetap memaksakan dirinya masuk. Ini karena saya masih sakit, sehingga Chester berpikir, pekerjaan akan terbengkalai andai dirinya absen juga.
Keesokan harinya pada hari Rabu Dua Puluh Empat Juli, sebelum masuk kantor, saya menemui dokter di klinik perusahaan. Saya ingin memastikan bahwa saya sudah boleh masuk kerja. Dokter pun menyatakan sembuh dan memperbolehkan saya masuk kerja.
Di klinik perusahaan saya bertemu dengan Chester yang duduk tergolek lemah di kursi ruang tunggu klinik. Chester diantar Arba, tetangganya yang kebetulan kawan satu perusahaan dari departermen lain, Agar tidak menganggu aktifitasnya, saya pun menyuruh Arba untuk meninggalkan kami. Saya katakan kepada Arba bahwa saya lah nanti yang akan mengantarkan Chester kembali ke rumah.
Dokter mendiagnosa Chester hipertensi dan gangguan lambung. Dokter memberi ijin tidak masuk kerja selama dua hari sampai dengan Kamis dua puluh Lima Juli. Dengan sakitnya Chester, hari pertama masuk kerja setelah sakit cacar saya langsung berjibaku dengan ritme pekerjaan cepat karena volume tugas yang padat. Persis yang dialami oleh Chester ketika delapan hari saya tidak masuk kerja.
Pada hari Jumat Dua Puluh Enam Juli, Chester mengirim kabar bahwa dirinya belum bisa masuk kerja. Akhirnya Chester masuk kerja pada hari Sabtu Dua Puluh Tujuh Juli. Chester meminta saya untuk menjemputnya, karena dirinya belum kuat mengendarai kendaraan sendiri.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, pada Minggu malam Dua Puluh Delapan Juli, Chester mengirimkan pesan bahwa dirinya terkena cacar air. Waduh!!!. Saya pun merasa bersalah. Faktanya memang saya lah yang menulari pernyakit itu Tertularnya mungkin ketika Chester meminta saya untuk menjemputnya. Pada saat itu kondisi Chester berlum sehat benar. Akhirnya Chester tidak masuk kerja selama enam hari, sampai dengan hari ini. Hari ini saya menjenguk Chester dan mendapati dirinya sudah sembuh. Alhamdulilah. Rencananya hari Senin 5 Juli nanti Chester akan masuk kerja.
Mungkin inilah cara Allah memberikan hikmah kepada kami. Ya hikmah dari Sebuah Cobaan. Bertubi tubinya anggota tim yang sakit ini mengisyaratkan bahwa anggota tim ibarat rantai yang selalu terkait dan bergantung satu sama lain.
Memang benar adanya jikalau ada adagium yang mengajarkan bahwa tidak ada kata “Saya” dalam sebuah Tim. Sebuah tim yang kokoh pastilah akan menghilangkan kata”Saya” dan menggantikannya dengan kata”Kita” atau “Kami”. Muaranya, ego pribadi harus dihilangkan ketika kita ingin membentuk suatu tim yang solid.
Selama bulan Juli ini saya, Igor, Chester, Bret, Sebastian, dan Vince sama sama bergulat dengan tantangan menyelesaikan pekerjaan, menyusul berbagai pernik permasalahan yang ada. Semuanya kami jalani di tengah keterbatasan sumber daya, karena Saya,Igor, dan Chester jatuh sakit pada periode yang berurutan dalam jangka waktu selama tiga minggu berturut turut.
Pada suatu kesempatan saya mengungkapkan rasa terima kasih kepada Sebastian yang menunjukkan murninya nilai sebuah keikhlasan. Semuanya tercermin ketika Sebastian menjadi pelapis saya dalam menyelesaikan pekerjaan selama Chester sakit. Sebuah keihklasan yang tulus benar benar keluar dari hati nurani. Tujuh Belas Agustus nanti Sebastian akan menikah. Saya berdoa agar Allah memberikan keberkahan atas pernikahan yang suci itu.
Begitu juga dengan Bret, yang telahmemaksakan dirinya masuk kerja pada akhir minggu pertama di bulan Juli, Ya pada hari itu Vince harus absen , mengingat dirinya harus mendampingi ibunya terapi ke rumah sakit. Vince pun pada beberapa bulan belakangan ini telah berusaha mengatur waktu antara pekerjaan dan mengantar ibunya terapi secara berkala setiap minggu.
Pada Kamis Satu Agustus ini pun Vince mendapatkan cobaan karena ibu dan adiknya terbaring di rumah sakit. Vince terpaksa tidak masuk kerja dua hari berikutnya. Saya berdoa agar Ibu Vince segera diberi kesembuhan, begitu juga dengan adiknya.
Hamparan mutiara hikmah terpancar melimpah dari serangkain garis nasib yang menimpa tim kami pada bulan Juli ini. Determinasi,niat baik, kesabaran, pengertian, kejujuran, welas asih, dan kesadaran. Saling pengertian akan muncul ketika tumbuh sebuah nilai rasa kesantunan dalam menjalin komunikasi. Buah dari saling pengertian adalah kesabaran untuk menerima sebuah kenyataan. Tidak akan ada saling pengertian tanpa adanya sebuah niat baik. Semoga bulan suci yang penuh makna ini mempererat tali kerjasama,mengokohkan jalinan rantai sinergi, dan memintal benang benang saling ketergantungan. Sehingga tim kami dapat meraih atmosfer kerja, sebagai sebuah ibadah yang penuh berkah dikemudian hari
Ditulis Rikho Kusworo 04 Agustus 2013 selesai jam 2.30 pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H