Jadi kalau di Ethiopia, miras dan bir bebas dijual di pinggir jalan dan di toko toko kelontong. Minum miras bebas. Mereka minum miras bukan untuk mabuk, tapi semacam lifestyle.
Tapi jangan ngrokok, bakal kena damprat.Â
Waktu masuk ke sebuah rumah sakit pas mau vaksin 1, aku pernah lihat pengumuman tertempel, kalau ngrokok di rumah sakit bisa dipenjara
Ini satu hal yang menyulitkanku ketika tinggal di Ethiopia : merokok.
Di Indonesia,smoking rate tinggi 37.9% ( dari penduduk 273 jt), Â sementara smoking rate di Ethiopia sangat rendah rendah 4.6% ( dari penduduk 114 juta).
Mengapa? Selain orang Ethiopia gak suka merokok, merokok juga dianggap melanggar norma. Lagipula, merokok di tempat umum dilarang. Iklan tembakau juga dilarang.
Ya karena kebutuhan, aku kadang nekat curi curi. Yang paling repot adalah setelah makan, walaupun aku gak bakalan ngrokok di meja makan, cari tempat untuk ngrokok yang ngumpet pun gak ada. Ngrokok di trotoar, tukang parkir cerewetnya minta ampun, ngusir ngusir aku.
Mata orang di Ethiopia, kalau melihat orang ngrokok, persis kaya kita di Indonesia bawa botol minuman keras dan menenggaknya di depan umum. Tidak suka. Jadi kalau mau ngrokok ya kaya maling, sembunyi sembunyi.
Di suatu pagi, hari Minggu,ketika jalan jalan pagi, aku mampir ke tempat makan, Time Cafe, di sekitar St Gabriel Church di Hawassa. Rencananya mau makan roti dan minum kopi Sidamo, jenis kopi yang pernah bikin Ethiopia nuntut Starbuck, karena jual kopi Sidamo di gerai Starbuck tanpa ijin.
Biasanya tempat makan ini ramai sekitar jam 9 pagi, saat orang orang pulang dari gereja. Ketika aku datang,suasana masih sepi, sekitar jam 7.30 pagi. Belum ada pengunjung, aku yang pertama datang.Kumanfaatkan momen ini. Aku minta ijin ke manajer hotel.