Hari Jumat 12 Oktober 2019, saat itu aku masih tinggal di Heron International Hotel,Hawassa Ethiopia, hunianku selama delapan bulan, sebelum aku pindah ke apartemen di Hawassa Industrial Park (HIP).
Fools rush in where angels fear to tread. Peribahasa ini memang kurang lebih cocok dengan situasiku. Saat itu menjelang waktu Isya, hujan rintik rintik. Â Udara dingin sekitar 17-18 . Dingin. Apalagi beberapa minggu belakangan memang cuaca hujan terus. Kota Hawassa ini terletak di dataran tinggi, 1700 mdpl, lebih tinggi dari Kopeng.
Bersama 14 orang teman sekantor dari Indonesia,sesama penghuni Hotel Heron, kami berencana menghadiri tahlilan di apartemen HIP. Seorang rekan kami yang tinggal di HIP, ayahnya meninggal di Indonesia.
Kulempar senyum kepada sopir lokal Ethiopia bernama Desta,sebuah nama yang diambil dari Bahasa Amharic yang berarti "bahagia". Â Desta sudah menunggu di lobi hotel. Aku ketinggalan paling belakang. Terburu buru aku berlari kecil dari lobi menuju mobil jemputan. Hiace warna putih sudah terparkir di di depan hotel,berhadap hadapan dengan kokohnya pohon ficus fasta.
Aku melihat ke  arah teman-teman yang sudah menunggu di mobil. Desta berjalan menuju mobil.
Aku memakai sandal hotel yang tipis. Ketika keluar dari ruang resepsionis, di depan pintu terdapat anak tanggak berundak tiga. Saat kuinjak laintai tangga pertama, aku terpeleset. Jatuh dengan posisi daguku membentur lantai tangga. Darah mengucur dari dahuku yang robek terantuk tangga. Aku berteriak Astagfirullah dan mengerang.
Teman temanku yang sudah menunggu di mobil beranjak keluar dari mobil. Aku berdiri sambil memegangi luka yang mengucurkan darah. Aku masuk mobil. Beruntung. 20 meter dari tempatku jatuh, ada Klinik. Hawassa Haiyqe Poli Medium Clinic ( sebelah Venesia-Restoran Italia).
Dalam Bahasa Amharic, Desta minta penjaga klinik untuk membuka gerbang. Sebuah klinik dengan halaman yang luas, dikelilingi pagar tembok dan pintu gerbang tinggi. Kalau gerbangnya ditutup, dari pinggir jalan hanya nampak atap bangunan klinik dan pepohonan. Suasananya sunyi. Cahaya redup.
Beberapa hari sebelumnya,saat aku jalan pagi di hari Minggu, aku melihat kadang kadang beberapa ekor kera bergelantungan di pepohonan yang tumbuh di halamannya. Aku tidak menyangka, malam itu aku masuk klinik ini sebagai pasien.
Aku berbaring di kamar periksa. Aku minta kawan kawanku tetap pergi diantar Desta datang ke tahlilan, hanya tinggal dua orang yang menungguku, Ihsan dan Rudi. Dokter menangananiku. Laki laki berumur 30an, namanya dokter Dehina. Lukaku dijahit 2. Prosesnya sekitar 1 jam.