Mohon tunggu...
Rikho Kusworo
Rikho Kusworo Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Memaknai Hari

Karyawan swasta, beranak satu, pecinta musik classic rock, penikmat bahasa dan sejarah, book-lover.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Penting, Jangan Sepelekan Karcis Parkir!

16 Juni 2012   09:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:55 7795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_182913" align="aligncenter" width="400" caption="Formulir Laporan Kehilangan Karcis Parkir di Sebuah RS Swasta di Ungaran Kab. Semarang Jawa Tengah Medio 5 Juni 2012"][/caption] Karcis Parkir bagi sebagian orang menjadi barang sepele. Toh apabila karcis parkir hilang, STNK bisa dijadikan bukti kepemilikan kendaraan. Namun hal ini tidak berlaku bagi sistem perparkiran di sebuah rumah sakit swasta di Ungaran. Apabila karcis parkir hilang, berarti pengunjung siap berhadapan dengan birokrasi yang rumit.

Pengalaman ini dialami dua orang teman di suatu sore 5 Juni 2012 ketika menjenguk rekan di sebuah rumah sakit di kota Ungaran,Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Rumah sakit ini tergolong cukup megah, dengan bangunan 5 lantai yang berdiri di atas tanah seluas 50 hektar dan dengan luas bangunan 16.000 m².

Yang menarik dari rumah sakit ini adalah sistem keamanan perparkirannya. Seperti diceritakan oleh dua orang teman saya, sebutlah namanya Gugun dan Arfin.

Pada suatu hari Gugun dan Arfin menjenguk seorang teman yang sedang sakit dan menjalani rawat inap di rumah sakit ini. Gugun dan Arfin mengendarai sepeda motor dan sampai di pintu masuk RS. Gugun memencet tombol mesin karcis parkir otomatis. Seingatnya Gugun memasukkan karcis parkir itu ke dompet.

Setelah selesai besuk, Gugun dan Arfin pun berniat meninggalkan rumah sakit terletak di jalan raya Solo Semarang ini. Mereka harus melewati palang parkir yang akan otomatis terbuka setelah mereka membayar karcis parkir. Gugun yang merasa sudah memasukkan karcis parkir ke dompet, mengorek-korek isi dompet tipisnya.

Seperti diceritakan kepada saya, Gugun kehilangan karcis parkir tersebut setelah mencari di seluruh saku celana panjang dan bajunya.

Menurut Gugun,karena karcis parkirnya hilang, ketika itu dia menunjukkan STNK sepeda motornya kepada petugas parkir. Namun petugas parkir tersebut menolak dan mengatakan bahwa tanpa karcis parkir sepeda motor, tidak boleh dibawa keluar.

Setelah itu petugas itu meminta Gugun dan Arfin menepikan sepeda motornya agar tidak menganggu laju kendaraan yang akan keluar.

Gugun dan Arfin pun dimasukkan ke ruangan seukuran 1×1 meter. Sebelumnya petugas itu menjelaskan bahwa prosedur pada saat pengunjung tidak bisa menunjukkan karcis parkir adalah :

1.1.Mengisi Formulir yang berisi surat pernyataan.

ApApabila pengemudinya mencurigakan dan tidak bisa menunjukkan identitas diri atau STNK, kendaraan bisa ditahan. Perhatikan klausul yang terdapat dalam formulir ini

2.2.Membayar denda Rp.10.000. Uang denda bisa diambil 1×24 jam apabila pengunjung bisa menunjukkan karcis parkir.

aBila pengunjung nampak mencurigakan dan tidak bisa menunjukkan identitas atau STNK, kendaraan bisa ditahan. Hal ini tertulis jelas dalam formulir laporan kehilangan.

[caption id="attachment_182917" align="aligncenter" width="300" caption="Kutipan Peringatan Dalam Formulir Laporan Kehilangan Karcis Parkir"]

1339838084379582132
1339838084379582132
[/caption]

Di ruangan tersebut Gugun diminta untuk mengisi formulir. Setelah selesai dengan birokrasi RS karena kehilangan karcis parkir, Gugun dan Arfin bergegas pergi dengan posisi siap duduk di sepeda motor. Namun sesaat kemudian, dengan tersenyum petugas mengatakan bahwa mereka berdua harus diphoto..

Petugas mengambil photo Gugun dan Arfin masih dalam posisi duduk di atas sepeda motornya. Menurut Gugun di pojok ruangan kecil itu terdapat kamera yang terhubung dengan sebuah komputer. Dan ceklek….setelah petugas selesai mengambil gambar, Gugun dan Arfin dipersilakan pergi.

Ketika mereka menceritakan kejadian itu, saya terhenyak mendengar pengalaman unik itu. Sistem pengamanan RS ini saya anggap sangat ketat. Kuatnya pengamanan di wilayah RS ini baru saya ketahui sekarang, terutama untuk tempat fasilitas umum di daerah Semarang dan sekitarnya.

Prosedur tetap yang dilakukan dalam operasi parkir di pusat perbelanjaan,supermarket,mall,rumah sakit dan fasilitas fasilitas umum ini hampir sama :Ketika kendaraan memasuki area parkir, nomer mobil kendaraan dicatat di karcis parkir, baik secara manual atau otomatis dalam bentuk printing. Pada saat kendaraan meninggalkan area parkir, pengunjung menyerahkan karcis parkir kepada petugas parkir. Namun ada satu hal krusial yang hampir tidak pernah dilakukan petugas parkir di fasilitas-fasilitas umum tadi.

Petugas parkir tidak mencocokkan nomer kendaraan yang tertera di karcis parkir dengan nomer kendaraan yang dibawa pengunjung. Petugas parkir hanya menerima kertas parkir dan menyobeknya. Berdasarkan pengalaman, apabila kehilangan karcis parkir, cukup menunjukkan STNK saja dan pengunjung pun bebas pergi.

Ini artinya apa? Kalau mobil anda dicuri orang dalam posisi karcis parkir terletak di dalam kabin mobil, maka pencuri mobil itu akan bebas melenggang kangkung.

Yang terjadi di rumah sakit ini benar-benar baru pertama kali saya ketahui. Sebuah pengelolaan parkir dengan tingkat keamanan tinggi yang akan meminimalkan tindak kejahatan pencurian kendaraan bermotor (curanmor).

Saya teringat dengan kasus kehilangan mobil di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Mobil yang diparkir di area parkir resmi tiba-tiba raib.Pemilik mobil pun akhirnya memejahijaukan pengelola parkir. Setelah proses yang panjang selama sepuluh tahun maka pengelola parkir mengganti kerugian sebesar 60 juta rupiah.

Berikut beritanya :

=============================================================

27/07/2010 detik.com

1 Maret 2000, Jakarta 1 Maret 2000, Anny R Gultom berbelanja ke pusat perbelanjaan di daerah Mangga Dua, Jakarta Pusat. Mobil toyota kijang yang disopiri anaknya, Hontas Tambunan, langsung diparkir di lokasi yang dikelola PT SPI.

Tetapi siapa nyana, begitu selesai berbelanja, ibu dan anak itu tak menemukan mobil mereka di tempat semula. Dicari ke berbagai lokasi, tak juga ketemu. Lantas, mereka pun meminta pertanggungjawaban PT Securindo Packatama Indonesia (SPI) yang mengelola Secure Parking. Tetapi sang pengelola parkir pun berdalih, kehilangan mobil menjadi tanggung jawab pemilik. Hal itu sesuai dengan klausul yang terdapat dalam setiap karcis parkir. Artinya, SPI berlindung di balik klausul ‘kehilangan kendaraan menjadi tanggung jawab pemilik’. Anny dan Hontas tidak terima. Kedunya menggugat PT SPI ke pengadilan. Dan akhirnya, PN Jakarta Pusat memenangkan gugatan tersebut, medio Juni 2001. Saat itu, majelis hakim pimpinan Andi Samsan Nganro membuat terobosan hukum dalam putusannya. Dalam petitum-nya, majelis berpendapat bahwa klausul-klausul baku dalam karcis parkir adalah perjanjian yang berat sebelah alias sepihak. Perjanjian semacam itu adalah batal demi hukum. Andi Samsan berpendapat, klausul baku seperti dalam karcis parkir sangat merugikan kepentingan konsumen. “Tapi PT SPI tak terima dengan putusan PN Jakpus ini. Lalu mengajukan banding,” kata kuasa hukum Anny, David Tobing saat berbincang-bincang dengan detikcom, Selasa (27/7/2010) pagi ini. Dan lagi-lagi, di tingkat banding Pengadilan Tinggi Jakarta, PT SPI kalah. Masih tidak terima, mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Tapi lagi-lagi kalah. “Usai keputusan kasasi MA, PT SPI mengganti kerugian Anny sebesar Rp 60 juta. Tapi masih tidak terima dan mengajukan PK. Dan faktanya sekarang, PK tetap mengalahkan PT SPI. Ini yurisprudensi hukum Indonesia. Bisa menjadi dasar hukum,” tegasnya. (asp/nwk)

=============================================================

Sejak kejadian kehilangan mobil 1 Maret 2000 , dari proses pengadilan di Pengadilan Negeri, banding di Pengadilan Tinggi, kasasi di Mahkamah Agung, sampai dengan keputusan final MA atas Peninjauan Kembali  (27/7/2010), memakan waktu sepuluh tahun lebih. Dari proses ini PT SPI selalu kalah.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyambut baik putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan kepada pengelola parkir PT SPI untuk mengganti kehilangan kendaraan yang dititipkan oleh Anny R Gultom. Keputusan MA tersebut menguatkan UU Perlindungan Konsumen.

Menurut pengurus harian YLKI Tulus Abadi dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (27/7/2010).Selama ini, pengelola parkir menggunakan klausul baku yang diputuskan secara sepihak yaitu “segala kehilangan bukan tanggung jawab pengelola parkir”. Klausul inilah yang selama ini dianggap merugikan konsumen.

Menurut Tulus pengelola, parkir ini melanggar Pasal 18 UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN  KONSUMEN Pasal 18.

Setelah saya cek, berikut kutipan asli dari pasal 18 undang-undang tersebut :

KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU

(1) Pelaku   usaha   dalam   menawarkan   barang   dan/atau   jasa   yang   ditujukan   untuk diperdagangkan   dilarang  membuat   atau  mencantumkan   klausula baku pada  setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: (g) menyatakan  tunduknya   konsumen  kepada  peraturan   yang  berupa  aturan   baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

Keputusan MA yang memenangkan pihak penggugat yang kehilangan kendaraan adalah bukti bahwa perlindungan konsumen pemakai jasa parkir masih bisa diharapkan. Namun demikian tindakan preventif diperlukan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.

Bercermin dari sistem keamanan yang diciptakan Rumah Sakit di Ungaran ini, terdapat beberapa hal yang bisa dipetik :

1.Karcis Parkir menjadi satu-satunya bukti otentik kepemilikan kendaraan. STNK tidak berlaku untuk meloloskan kendaraan dari area parkir. Bisa jadi ini berangkat dari pengalaman bahwa STNK kendaraan pun bisa dipalsukan oleh pelaku tidak pencurian yang sudah merencanakan aksinya.

2.Keharusan mengisi formulir bagi pengunjung yang tidak bisa menunjukkan karcis parkir menjadi acuan data untuk menelusuri identitas pelaku kejahatan.

3.Pengambilan Photo Digital sebagai barang bukti.

Yang dilakukan petugas RS terhadap pengunjung yang kehilangan karcis parkir adalah saringan terakhir untuk memastikan bahwa pihak yang membawa kendaraan keluar area RS tanpa karcis parkir adalah benar-benar pemilik aslinya. Apabila toh pihak RS kecolongan, photo digital serta data formulir yang diisi pengunjung yang lalai terhadap karcis parkirnya, akan menjadi sumber yang sangat berharga bagi kepolisian untuk melakukan pelacakan pelaku kejahatan.

4.4.    4.Mempersempit kesempatan aksi curanmor. Apabila Gugun adalah pelaku kejahatan yang berniat mencuri, dengan sendirinya dia akan mengurungkan niatnya. Bisa saja Gugun balik kanan berpura-pura akan mencari karcis parkir dulu, sebelum keluar dari kawasan RS. Kecuali dia nekat.

Bagi pengunjung dan masayarakat umum, sistem keamanan seperti yang dilakukan RS ini akan memberikan rasa aman atas kendaraan yang diparkir. Namun demikian hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan :

1.Seyogianya piha RS memasang pemberitahuan dalam papan pengumuman yang besar mengenai prosedur perparkiran. Utamanya berkenaan dengan karcis parkir yang hilang. Papan pengumuman ini harus eye catching terpasang besar di kawasan pintu masuk.

2.Dengan pengumuman yang sudah dipasang pihak RS, pengunjung harus teliti dalam menyimpan karcis parkirnya. Karcis parkir ini sebagai satu alat bukti kendaraan keluar dari kawasan RS.

3.Birokrasi yang harus dilewati oleh pengunjung yang lalai akan karcis parkirnya bisa jadi cukup menghambat mobilitas pengunjung yang mungkin dalam  kondisi tergesa-gesa.Apabila sosialiasi aturan RS ini tidak diinformasikan kepada pengunjung secara meluas, dikhawatirkan akan menimbulkan ketegangan antara pengunjung dan pihak RS.

4.Perlu membudayakan tertib administrasi termasuk hal-hal yang dianggap kecil dan sepele, seperti karcis parkir, untuk  mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

5.Shock teraphy dan pembelajaran untuk pengelola parkir. Belajar dari pengalaman kasus  Anny R Gultom, proses hukum atas kasus penggantian kerugian kehilangan mobil memerlukan waktu panjang. Saya yakin Anny R Gultom ketika itu tidak berkehendak untuk mengejar uang kerugian 60 Juta. Dalam pandangan saya Anny R Gultom berusaha mencetak sejarah untuk memberikan pembelajaran terhadap pengelola parkir agar berhati –hati dalam melakukan operasinya.

Uang 60 juta saya pikir tidak cukup untuk membiayai proses pengadilan yang memakan waktu lebih dari sepuluh tahun, seperti membayar pengacara, dan biaya operasional pengurusan kasus.

Semoga pihak-pihak yang mengelola fasilitas umum mencontoh rumah sakit swasta di Ungaran ini dalam menata sistem perparkiran. Di era demokrasi, kran kebebasan mengeluarkan pendapat terbuka lebar. Masyarakat semakin kritis dalam menyikapi pelbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal tersebut harus diimbangi sikap pengelola fasilitas umum untuk meningkatkan pelayanan, terkait dengan sistem perparkiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun