Memprotes tidak harus dengan cara marah marah dan merusak. Sebuah aspirasi bisa tertangkap oleh pemangku kepentingan manakala disampaikan dengan cara yang unik.
Kalong uringan uringan terus seminggu yang lalu. Status BBM-nya pun selalu urusan itu itu saja. ”Ngurusi Air Pam”. Pepatah menjalani hidup seperti air mengalir nampaknya tak lagi berlaku untuk Kalong.
Pasalnya Air PAM di rumahnya berhenti mengucur. Irama hidupnya seperti tersumbat, sulit bersirkulasi. Kalong tidak punya tendon air atau sumur. PAM adalah satu satunya sumber yang mencukupi kebutuhan air di rumahnya.
Suatu kali kalong harus bangun pagi pagi untuk buang air besar di stasiun pompa bensin umum (spbu). Serba salah, mau pergi ke rumah tetangga atau teman, rasanya kok kurang nyaman. Datang pagi pagi, ketok pintu, mending mau kasih roti, eh ini malah mau kasih (maaf) tahi.
Untung Kalong hidup membujang di rumah itu. Praktis dia hanya butuh air untuk kebutuhan mandi cuci kakus (MCK ) dirinya sendiri. Apesnya spbu terdekat yang didatanginya airnya juga habis. Mana celana sudah kadung diplorotkan dan telanjur jongkok. Apes memang. Berpindahlah dia ke spbu lain yang letaknya beberapa km.
Masuk melangkah cepat, grudak gruduk seperti Bima, keluar melenggang pelan seperti Arjuna. Lega rasanya telah mengkudeta tinja dari singgasananya. Kalong meluncur ke kantor PAM menjelang pukul setengah tujuh. Di kantor PAM Kalong bertemu dengan petugas keamanan.
“ Saya mau bertemu dengan petugas bagian penganganan keluhan” sergah Kalong kepada Satpam.
“ Wah lha wong masih sepagi ini ya belum ada orang kantor yang datang tho Mas” timpal Satpam.
“ Datangnya jam berapa Pak, ini saya mau protes air PAM di rumah saya sudah hampir seminggu ini mati. Di sini airnya juga mati Pak?” tanya Kalong.
“ Kantor buka jam 8 pagi pak. Kabarnya sih ada ada pipa PAM yang putus karena terpotong alat berat. Jadinya debit airnya berkurang. Di sini air berlimpah pak, kan ada sumur di kantor ini” jawab Satpam.
“ Ok Pak terima kasih” kata Kalong beranjak pergi meninggalkan Satpam.
Satpam itu pun bengong memandangi punggung Kalong yang berlalu dari hadapannya.
Lima belas menit kemudian Kalong kembali mendatangi kantor Pam. Sambil menenteng sebuah tas kecil berisi pakaian. Dia menemui Satpam yang sama.
Keburu satpam yang bertanya,” Lho pak lha kok balik lagi ke sini, kan saya sudah bilang tadi kantor buka jam 8”
“ Saya ke sini bukan mau ketemu orang kantor pak, saya ke sini mau numpang mandi karena saya juga buru buru harus berangkat kerja. Kamar mandinya di mana Pak” tanya Kalong sopan.
“ O… sebelah sana, lurus menthok belok kanan” jawab Satpam.
Setelah selesai mandi Kalong bertemu dengan Limbuk, seorang teman ibu rumah tangga, di depan kantor PAM.
“ Ngapain kamu?” Tanya Kalong
“ Ini saya mau komplain ke kantor, air di rumah mati. Lha kamu bawa tas ke sini ngapain” tanya Limbuk
“ Ini numpang mandi, air di rumah juga mati. Saya duluan ya buru buru nih..” kata Kalong menimpali.
Setelah pulang dan parkir motor di depan rumah, tetangga di komplek perumahan menyapa.
“ Pagi pagi benar darimana Pak?” kata bu Sruti tetangga sebelah sambil menyirami tanaman.
“ Ini baru saja dari laundry ngambil cucian Bu” jawab Kalong berdusta.
Rumah Bu Sruti mempunyai kontur tanah yang lebih rendah dari rumah Kalong. Kebetulan dengan debit air yang rendah, rumah Bu Sruti tetap teraliri air.
Kalong masuk rumah sambil membatin,”Aku kesulitan beol sama mandi karena gak ada air. Eh ini si tetangga malah buang buang air nyirami tanaman. Sial bener”.
Seandainya si tanaman bisa bicara mereka akan berkata,” Pak, besok lagi ajak tetangga sekomplek mandi di Kantor Pam, biar kantor Pam penuh antrian orang mau mandi. Pastilah komplek ini gak bakalan lagi ada cerita kekurangan air.
Ditulis Rikho Kusworo 17 Oktober 2014 selesai jam 5.55 pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H