Mohon tunggu...
Rike Kotikhah
Rike Kotikhah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya merupakan mahasiswi angkatan 2011 Unika Widya Mandala Madiun yang mengambil Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). saya tergabung dalam Komunitas Kelas Inspirasi Madiun dan GeNAM (Gerakan Nasional Anti Miras) Madiun. Sejak bulan Agustus 2013, saya bergabung di Yayasan Anak-anak Terang (AAT) Indonesia. Selain sebagai Staff Administrasi, saya juga bertugas di bagian Divisi Jurnalistik Sekretariat Pusat AAT yang membantu tim operasional.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lelaki Terbaikku

18 Desember 2014   02:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:05 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 13 Januari 2014, hari di mana saya benar-benar tersadar akan kasih sayang seorang bapak. Tidak henti-hentinya saya bersyukur memiliki bapak seperti beliau.

Beliaulah lelaki terbaik yang pernah saya miliki.”

Berawal ketika saya akan berangkat kuliah. Waktu itu, saya terpaksa membawa motor bapak yang butut, tua, dan susah dikendarai, karena motor saya rusak dan harus diperbaiki. Sebenarnya saya malu. Tetapi, karena harus masuk bengkel, saya terpaksa bertukar motor dengan bapak selama sehari, supaya motor saya bisa bapak bawa ke bengkel.

Keesokan harinya, bapak berpesan kepada saya untuk mengambil motornya di tempat kerja bapak. Bapak saya adalah seorang tukang kebun di sebuah koperasi yang terletak di Kabupaten Madiun. Saya pun tersenyum kegirangan. Akhirnya saya tidak perlu memakai motor butut yang sangat menyusahkan.

Saya telah siap berangkat dan menukar motor. Namun, ternyata motor bapak kehabisan bensin. Saya kesal dan marah-marah sendiri. Akhirnya, saya pun membeli bensin satu liter dengan menggerutu, “Bapak nih, ninggalin motor nggak ada bensinnya. Menyebalkan!”

Hingga saya berangkat, saya tetap saja cemberut dan berniat untuk segera melampiaskan kemarahan saya pada bapak.

Sesampainya di tempat kerja, saya langsung memarkir motor. Di situ bapak sudah berdiri menunggu saya.

“Bapak! Motornya kok nggak ada bensinnya?”

Wong nggak ada uang lho, Nduk. Uangnya habis untuk servis motor kamu. Itu saja hutang. Bapak sudah tidak punya uang sama sekali.”

“Degg..”

Seketika itu saya terdiam dan membisu. Saya melihat mata bapak berkaca-kaca ketika mengatakan hal itu.

Jantung saya pun serasa berhenti berdetak, sesak sekali. Bapak rela berhutang demi saya, rela tidak memegang uang sama sekali demi saya. Tapi, apa balasan saya? Saya malah kesal dan berniat marah-marah pada bapak. Sungguh, sejak itu saya merasa sangat bersalah pada bapak. Sebelum pergi, saya menyerahkan selembar uang satu-satunya milik saya untuk bapak. Saya pun pergi dengan menahan air mata, menutupi rasa bersalah saya. Maafkan anakmu ini bapak...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun