Pendidikan merupakan kunci pembangunan suatu negara, dimana generasi muda memperoleh pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekal dalam menghadapi tantangan di masa depan. Pendidikan di Indonesia dapat terus berjalan dan eksis ketika desain kurikulumnya adaptif sesuai dengan dinamika zaman. Dinamika kurikulum di Indonesia tidak dapat dipungkiri dengan perubahan kurikulum yang ada. Perkembangan kurikulum ini dimulai dari kurikulum 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006, 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum merdeka. Melihat evaluasi kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2013 dan kurikulum darurat saat pandemi covid 19. Berdasarkan hasil dari kemendikbud pada kurikulum 2013 terlalu luas cakupan materi, muatannya berat, banyak buku teksnya dan beratnya administrasinya. Sedangkan kurikulum darurat saat pandemi covid 19 yaitu hasilnya baik karena mampu mengurangi learning loss selama masa pandemi. Mengapa kurikulum darurat tidak dilanjutkan saja jika hasilnya baik? Mengapa perlu diganti dengan kurikulum merdeka? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu muncul berdatangan dengan adanya kurikulum merdeka yang sekarang digunakan di Indonesia.
  Melihat adanya evaluasi dari tahun ke tahun tentang adanya kurikulum di Indonesia, sebenarnya tujuan terjadinya perubahan kurikulum adalah untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan kurikulum dan memenuhi tuntutan dinamika zaman. Kehadiran kurikulum merdeka diharapkan mampu melengkapi dan dijadikan sebagai penyempurna dari kurikulum 2013 serta sebagai penguatan potensi peserta didik khususnya dalam aspek keterampilan. Keterampilan peserta didik yang beragam inilah yang dikembangkan dan diperkuat dalam program P5 kurikulum merdeka. Pengembangan ini penting dilakukan untuk menjawab isu-isu kebutuhan dinamika kurikulum yang semakin kompleks dengan perubahan yang cepat. Kurikulum memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam penentuan proses pembelajaran, meskipun kurikulum ini bukan satu-satunya faktor utama keberhasilan proses pendidikan. Kurikulum dijadikan sebagai petunjuk dan arah para pendidik dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menjabarkan materi dan perangkat pembelajaran yang ada.
  Penerapan kurikulum merdeka di era digital menjadi bukti bahwa pendidikan harus selalu "update" sesuai tantangan baru dunia. Pendidikan sebagai lembaga yang mampu mencetak generasi bangsa diharapkan mampu menangani berbagai masalah dan mampu memberikan kontribusinya kepada masyarakat dan negara. Kurikulum merdeka akhir-akhir ini dihadapkan dengan segudang masalah yang terjadi, dimana tidak hanya masalah pengetahuan tetapi kepribadian akhlak bagi peserta didik. Aspek pengetahuan digunakan sebagai kerangka berpikir dan memahami suatu hal. Aspek kepribadian dalam diri peserta didik digunakan sebagai kontrol untuk bertindak lurus (positif). Namun, akhir-akhir ini dengan melejitnya era digital yang semakin cepat dan luas, maka kepribadian akhlak peserta didik perlu menjadi perhatian.
  Arah kurikulum merdeka mengarah pada output atau hasil akhir yang bersifat materialistik, artinya dalam proses pembelajaran output yang dicapai berupa barang apa yang dapat dihasilkan oleh peserta didik. Dalam hal ini, aspek psikomotorik peserta didik sangat perlu ditingkatkan dan diarahkan untuk bisa menjawab tantangan global dan persaingan dunia. Selain itu, aspek psikomotorik juga digunakan sebagai modal berkreasi, berkarya dan bereksplorasi ketrampilan yang dimiliki peserta didik secara mendalam. Arah kurikulum merdeka sejalan dengn tujuan nasional yaitu tentang menanamkan nilai-nilai kebangsaaan. Melihat berbagai persoalan sosial yang terjadi di Indonesia, perlu adanya penguatan karakter yang harus menjadi fokus utama pengembangan kurikulum. Suatu negara dapat menjadi negara maju salah satunya dilihat dari karakter dan kepribadian masyarakatnya. Oleh karena itu, kurikulum merdeka yang digunakan saat ini mengarah pada pembangunan karakter peserta didik. Dalam pembangunan karakter peserta didik diperlukan guru yang berkompeten, dimana guru perlu melakukan tahap uji kompetensi yang mengarah pada pedagogik, profesionalisme, dan mengarah pada psikologi dan kepribadian peserta didik.
  Dinamika kurikulum mengakibatkan pola kepribadian pada peserta didik yang beragam. Tujuan kurikulum merdeka dengan pengembangan kepribadian ini dapat dilakukan dengan membangun karakter peserta didik. Cara yang dapat dilakukan dalam membangun karakter peserta didik adalah sebagai guru harus mampu memberikan contoh yang baik pada peserta didik, memberikan edukasi tentang nilai-nilai moral, menunjukan rasa empati pada peserta didik, memberikan peluang peserta didik untuk berpendapat, membuat kesepakatan aturan guru dengan peserta didik agar lebih kondusif, dan guru dapat membiasakan untuk berbagi cerita yang relate dengan kondisi peserta didik. Selain itu, guru dapat memahami tentang minat, perkembangan kognitif, kemampun peserta didik, gaya belajar, motivasi, perkembangan sosial, spiritual, dan perkembangan motorik pada peserta didik.
  Peran guru tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu, pendidik, dan fasilitator saja, tetapi guru juga harus menjadi murabbi. Maksud murabbi adalah guru harus mampu sebagai pembimbing, pelindung, pemelihara dan mampu mengarahkan bagi anak didiknya. Artinya, guru tidak hanya mentransfer ilmu nya saja dalam proses pembelajaran tetapi harus sadar dan paham bahwa guru juga membimbing dan memelihara generasi penerus bangsa ke arah kebaikan. Dalam hal ini, guru juga memperlakukan peserta didik sebagaimana manusia ciptaan Allah SWT dengan penuh kasing sayang, bukan menjadikan mereka sebagai "tempat" melampiaskan hawa nafsu. Melihat kasus-kasus yang marak saat ini seperti guru menganiaya muridnya yang terjadi di beberapa wilayah perlu untuk dibenahi. Proses mendidik peserta didik menjadi terdidik perlu diperhatikan juga bagaimana pendidik itu benar-benar menjadi pendidik yang berkarakter kuat, dan berkomitmen atas profesinya. Pemahaman guru yang lebih mendalam, kebebasan, dan kesempatan peserta didik yang luas dapat memberikan permulaan atau stimulus pada peserta didik menjadi lebih nyaman dalam pembelajaran. Tentu, hal ini juga harus didukung oleh peran orang tua agar pembelajaran menjadi lebih bermakna.
  Pendidikan sebagai lembaga yang mencetak dan menciptakan sumber daya manusia harus update sesuai dinamika zaman dan maksimal menyiapkan kualitas SDM yang ada, bukan hanya pasrah dengan SDM yang apa adanya. Hal tersebut akan menyebabkan pada kemajuan dan peradaban manusia itu sendiri. Oleh karena itu, penerapan kurikulum merdeka dapat diterapkan sesuai dengan di era digital ini dan tepat dengan karakter peserta didik yang beragam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H