Mohon tunggu...
Rika RikhmaliaPutri
Rika RikhmaliaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum, Bisnis, dan Ilmu Sosial prodi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kewenangan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat Dalam Menyelesaikan Sengketa Pertanahan

9 Juli 2021   21:01 Diperbarui: 9 Juli 2021   21:02 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Rika Rikhmalia Putri

Mahasiswa Fakultas Hukum, Bisnis dan Ilmu Sosial, Prodi Administrasi Publik.

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan, bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Sengketa dan konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang sifatnya kompleks dan multi dimensi. Pada prinsipnya setiap sengketa pertanahan dapat diatasi dengan norma dan aturan yang ada, atau dengan kata lain diselesaikan berdasarkan hukum yang berlaku.

Penyelesaian sengketa pertanahan berdasarkan hukum yang berlaku tersebut dilandasi oleh konstitusi yang menegaskan bahwa Negara Indonesia sebagai suatu negara hukum. Hal ini dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar (UUD) 1945.”Negara hukum pada prinsipnya memiliki syarat-syarat esensial, antara lain harus terdapat kondisi minimum dari suatu sistem hukum dimana hak asasi manusia dan human dignity dihormati. Pengaturan dan pengelolaan terhadap bidang pertanahan/keagrariaan ini melalui kehadiran peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya dalam UUPA, diyakini dapat menyelesaikan masalah/sengketa tanah baik yang sudah ada maupun yang akan ada.”

Terjadinya sengketa pertanahan secara objektif disebabkan oleh tingginya peningkatan jumlah penduduk, terbatas luasnya tanah yang tersedia, ketidakseimbangan kepentingan antara berbagai pihak dalam kehidupan sosial masyarakat, dan kurangnya kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan, serta kurang sempurnanya administrasi dan manajemen pertanahan sehingga sering menjadi pemicu terjadinya sengketa tanah.

Implementasi Penanganan dan Penyelesaian Sengketa Pertanahan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat, dibedakan menjadi 2, yaitu melalui jalur non peradilan/non litigasi (Perundingan/musyawarah atau negotiation. Dalam menangani penyelesaian sengketa pertanahan, berdasarkan Pasal 3 huruf b Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 2006, bahwa Kanwil BPN mempunyai wewenang dalam menangani penyelesaian sengketa pertanahan. Adapun untuk pelaksanaannya dilakukan oleh Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan yang mana mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan teknis penanganan sengketa, konflik, dan perkara pertanahan.

Pengaturan kewenangan Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat dalam menyelesaikan sengketa pertanahan, diatur dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. Adapun untuk teknis pelaksanaan dari kewenangan tersebut, diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dan saat ini telah diganti dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan fungsinya menangani penyelesaikan sengketa pertanahan di wilayah Provinsi Jawa Barat terdapat 2 (dua) kategori yaitu :
a. Telah berhasil melaksanakan tahapan penyelesaian sesuai ketentuan peraturan-perundang-undangan.
b. Belum melaksanakan tahapan penyelesaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kantor wilayah BPN Provinsi Jawa Barat dalam hal ini terkesan ragu-ragu dalam mengambil keputusan mengenai langkah apa yang akan ditempuh, sehingga penyelesaian sengketa atas permohonan penetapan hak dan pembelian atas tanah tersebut menjadi berlarut-larut di samping faktor ketidaktegasan dan tidak dijalankannya prosedur penanganan penyelesaian sengketa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan juga terdapat peran dari para pihak yang tidak berperan aktif dalam penyelesaian sengketa. Oleh karena itu mengingat kendala pelaksanaan kewenangan penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan berasal dari manusia, maka menyelesaikannya juga harus dengan pendekatan kemanusaian dengan dimensi luas. Namun apabila dengan upaya tersebut masih belum berhasil, maka upaya selanjutnya ialah menyelesaikan permasalahan tersebut ke Pengadilan (litigasi) dalam rangka untuk memperoleh kepastian hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun