Mohon tunggu...
Sosbud

UU Nomor 1/PNPS/ Tahun 1965 vs Penodaan Ahok Terhadap Islam Indonesia

1 Februari 2017   20:40 Diperbarui: 1 Februari 2017   21:14 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara Maritim dengan berbagai pulau besar dan pulau kecil yang mengelilinginya. Pulau-pulau besar di Indonesia antara lain pulau Papua, pulau Kalimantan, pulau Sumatra, pulau Sulawesi, pulau Jawa, pulau Halmahera, pulau Bali, pulau Lombok, dan pulau-pulau besar yang lain. Begitu pula dengan pulau-pulau kecil di Indonesia tentu lebih banyak dibandingkan dengan pulau-pulau besar. Sehingga menyebabkan peredaran berbagai jenis etnis, agama, serta kebudayaan yang sangat bervariasi. Selain itu, Indonesia adalah negara Kesatuan, jika dilihat dari banyaknya agama yang dianut oleh kalangan masyarakat, yakni agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu.

Dari agama-agama tersebut, agama Islamlah yang paling banyak dianut di Indonesia. Berdasarkan statistik LSI(Lembaga Survei Indonesia) menunjukkan bahwasanya prosentase agama dibeberapa pulau yakni di pulau Sumatra, Islam 87%, Kristen 9%, Katolik 2%, Hindu kurang dari 1%, Budha 1% dan Konghucu 1%. Pulau Sulawesi, Islam 81%, Kristen 16%, Katolik 2%, Hindu 1%, Konghucu kurang dari 1%. Pulau Jawa, Islam 93%, Kristen 2%, Katolik 1%, Hindu 2%, Budha kurang 1%, dan Konghucu kurang dari 1%. Hal ini membuktikan bahwa negara Indonesia dominasi penduduknya beragama Islam.

Dengan adanya data tersebut, negara Kesatuan tentunya tidak akan luput dari masalah toleransi, aturan bahkan norma dari masing-masing agama. Sehingga keadaan ini berdampak fatal apabila tidak ada setting yang bagus dari pemerintah. Sama halnya yang sering terjadi seperti kasus penistaan dan/ atau penodaan agama. Kasus ini sering terjadi bahkan sampai naik daun dibandingkan serentetan masalah-masalah yang ada di Indonesia.

Namun sebelum membahas lebih detail, perlu dikupas secara tuntas arti dari penistaan dan/ atau penodaan agama itu sendiri. Menurut KBBI, kata nista bermakna hina, rendah, tidak enak didengar, cela, noda. Sedangkan menistakan bermakna menjadikan (menganggap) nista, menghinakan, merendahkan. Ternista itu sendiri bermakna keadaan yang direndahkan, dihina, dicela. Dan penista bermakna orang yang menistakan. Arti dari noda menyebabkan kotor, cela, cacat.

 Menodai mengandung makna menjadikan adanya noda. Sedangkan ternodai berarti dicemarkan, dikotori. Agama sendiri adalah sistem yang menagtur keimanan, peribadatan kepada Tuhan serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan lingkungannya. Dalam pengertian diatas dapat dipahami bahwasanya segala sesuatu yang berkaitan dengan penistaan dan/ atau penodaan agama bersifat tercela. Di Indonesia sendiri telah berlaku UU Nomor 1/PNPS/ Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama. Dari segi hukum sudah jelas, melakukan penistaan dan/ atau penodaan agama sangat dilarang. 

Dan hal yang sangat unik mengapa hanya agama Islam saja yang sering terjadi kasus demikian. Secara kasat mata pernahkah kasus penistaan dan/ atau penodaan agama terjadi pada agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, yang menjadi tranding topik. Disinilah titik ukur sebenarnya, ada apa dengan agama Islam. Agama yang dominan dianut justru seakan-akan menjadi buli-bulian agama lain. Tentu ada fenomena dibalik ini semua, baik dari segi penganut maupun norma yang diberlakukan oleh agama Islam.

Jika ditinjau dari segi norma, ajaran Islam sudah sangat jelas. Adanya kitab suci Al-Qur’an yang dijadikan tolak ukur atau acuan bagaimana mengaplikasikan norma-norma ke dalam kehidupan sehari-hari. Rukun iman sebagai titik-titik keyakinan yang menjadi divisi agama Islam dan Rukun Islam sendiri sebagai sub divisi dari norma serta keyakinan dari agama Islam dan aqidah-aqidah lain yang menjadi pelengkap kuatnya agama Islam. Dari segi penganut, tentu berisi orang-orang yang meyakini bahwa agama Islam adalah yang benar, claim mereka. Namun perlu ditelaah lagi, akankah dari penganut agama Islam, sebut saja orang muslim sudah menerapkan apa yang tertuai dalam landasan-landasan seperti Al-Qur’an dan aqidah yang lain. Mengapa justru banyak kasus yang berkenaan dengan keyakinan sehingga timbullah aliran-aliran yang menghasilkan paradigma berbeda serta pada ujungnya berbuah perpecahan.

Apabila penistaan dan/ atau penodaan agama itu bisa terjadi dari segi penganut, tentu ada kesalahpahaman baik antara Undang-Undang yang mengatur tentang penistaan dan/ atau penodaan agama, penista dengan pihak yang merasa dinistakan atau memang ada oknum lain yang dengan sengaja menajdikannya sebagai perpecahan umat beragama lebih-lebih Islam sendiri. Melihat kasus Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) sebutan populernya, yang digemborkan melakukan penodaan agama terhadap agama Islam melalui pidatonya mengenai surah Al-Maidah ayat 51, bisa dikatakan benar. 

Karena Ahok sendiri dari sisi agama dia berasal dari golongan Nasrani, dan sesuai isi UU Nomor 1/PNPS/ Tahun 1965 telah menceritakan, berkata, bahkan menafsirkan makna surah Al maidah ayat 51 yang pada akhirnya seakan-akan Ahok menyebarkan kebencian. Lalu bagaimana dengan pihak pelapor yang justru melaporkan atau menyerahkan video yang awalnya berdurasi 2 jam 45 menit dipotong menjadi 2 menit. Hal ini bisa mendorong paradigma bahwasanya sepenuhnya penodaan yang dilakukan Ahok sangatlah benar. Karena yang mereka fokuskan pada durasi 2 menit bukan secara keseluruhan.

Jika UU Nomor 1/PNPS/ Tahun 1965 benar-benar dilaksanakan maka, harusnya ada hukum pidana yang berlaku, baik dari sisi penoda dan yang ternodai, tetapi hal ini belum sepenuhnya rilis. Dilihat dari kasus-kasus penodaan agama yang terjadi di beberapa daerah seperti di provinsi Kalimantan Barat pada saat acara perayaan agama Konghucu ada kegiatan berupa “Tatung” dimana justru personilnya ada orang muslim dan memakai pakaian yang bertuliskan kalimat Allah. Tentunya diprotes oleh umat Islam karena dianggap menodai agama, sehingga penista dilaporkan dan harus diberikan sanksi hukum pidana sesuai UU Nomor 1/PNPS/ Tahun 1965, namun yang terjadi hanyalah sebuah peringatan yang diberikan. Hal ini dikarenakan penista tidak mengetahui akan adanya undang-undang yang  mengatur tentang pencegahan penyalahgunaan dan/ atau penodaan agama yang telah berlaku.

Diklasifikasikan dalam penodaan agama tidak hanya karena melecehkan, namun dalam menentukannya perlu adanya proses yang benar. Proses-proses tersebut harus sesuai dengan bukti-bukti nyata. Pelaporan yang tidak bersifat memperkeruh keadaan, dan apabila terdapat landasan hukum, maka harus diproses sesuai hukum. Tidak semena-mena menafsirkan sebuah argumentasi lalu mengclaimnya sehingga menimbulkan paradigma. Perlu adanya pemahaman yang sangat mendalam, apakah argumentasi itu bermakna menodai, dengan adanya motif benar ingin menodai, atau motif lain. Ibarat kita memukul orang, kita perlu memahami pukulan tersebut. Apa memukul dengan niat bergurau ataukah memang memukul karena ada rasa kesal di dalam hati. 

Maka dapat diambil jalan tengah yakni, undang-undang yang diberlakukan  masih perlu adanya penyempurnaan karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Bisa melakukan sosisalisasi secara berkala ke semua daerah guna mengantisipasi adanya penodaan agama terulang kembali. Diproses sesuai dengan landasan hukum yang jelas, yang terpenting mengetahui motif sebenarnya dari setiap apa yang dilakukan sehingga tidak mudah mengclaim orang lain. Dengan hal ini perpecahan di Indonesia tidak mudah terjadi, terlebih umat beragama. Dan tidak mudah mengclaim orang lain melakukan penodaan bahkan merasa ternodai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun