Mohon tunggu...
Rika Nurika
Rika Nurika Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum ( UNY )

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilih Cerdas dan Berkualitas Pilpres 2014

21 Mei 2014   04:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gegap Gempita politik menjelang Pilpres 9 Juli 2014 kian terasa. Di media massa, banyak pemberitaan mengenai partai politik dengan para kadernya yang sibuk mengenai koalisi partainya masing-masing. Belum lagi, kedua poros kekuatan partai dengan masing-masing capres dan cawapres yang diusungnya mulai gencarkan aksi kampaye dimana-mana. Pemilu menjadi momentum yang harus dimanfaatkan rakyat Indonesia untuk mencari seorang pemimpin yang tepat, yang diharapkan mampu berpihak pada kepentingan bangsa dan mampu membawa perubahan bagi bangsa ini. Maka dari itulah pemilih di Indonesia juga harus mulai antusias menjadi pemilih cerdas dan berkualitas dengan menambah wawasan dan pengetahuan akan siapa kadidat calon pemimpin kita 5 tahun ke depan.

Antusiasme masyarakat mengenai Pilpres ini beragam. Mulailah kita berpikir, bagaimana cara mengumpulkan antusias pemilih di Indonesia secara maksimal, tentunya antusias menjadi pemilih yang cerdas dsn berkualitas. Melihat kenyataan, pada Pileg April lalu, angka golput di Indonesia masih tidak sedikit. Hal tersebut disebabkan adanya sikap masa bodoh, tidak adanya perhatian dan minat terhadap gejala sosial politik termasuk kegiatan politik. Pemilu menurut mereka adalah bagian dari kegiatan politik, sehingga tidaklah perlu memberi kontribusi pada pemilu tersebut, hal ini yang diindikasi menyebabkan adanya golput. Apabila melihat masih banyaknya angka golput pada Pileg April lalu, menunjukkan pemilih apatis masih banyak di Indonesia. Golput dalam pemilihan merupakan hak warga negara, namun alangkah baiknya apabila hak suara yang mereka, dapat dipergunakan untuk memilih pemimpin yang tepat, karena satu suara pun sangat berpengaruh.

Belum lagi, maraknya money politic yang mewarnai demokrasi kita menunjukkan bahwa masih banyak sekali pemilih pragmatis di Indonesia. Salah satu ciri pemilih pragmatis ialah dalam menentukan pilihan menggunakan pertimbangan pragmatis, hanya yang menguntungkanlah yang dipilih. Money politic dalam berbagai bentuk manifestasinya, mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membrntuk pragmatise politik di Indonesia. Pemilih pragmatis tak boleh dibiarkan hadir terus menerus, sebab akan berdampak negatif terhadap demokrasi di Indonesia.

Mulailah kita berpikir, bagaimana Pilpres mendatang menjadi pemilu yang berkualitas, tidak sekedar menjadi formalitas prosedur demokrasi, dan lebih mempunyai makna untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Pemilih Indonesia banyak yang masih memaknai pemilu dengan antusiasnya sebagai pemilu formalitas, masih banyaknya pemilih yang termakan janji dan pencitraan para calon pemimpin, pemilih di Indonesia saat ini juga kurang jelas arahnya karena belum menemukan makna dari pemilu itu sendiri, yakni antara kepedulian untuk ikut pemilu dan ketiadaan harapan untuk masa depan pascapemilu. Perlu adanya tindakan dalam upaya mencegah meluasnya kelompok pemilih ini, pemilih apatis dan pemilih pragmatis. Upaya tersebut dapat di realisasikan dengan memperluas pendidikan politik bagi masyarakat di Indonesia. Pendidikan politik yang diharapkan mampu membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi, wawasan, dan ketrampilan politik, sehingga masyarakat Indonesia mampu bersikap kritis dan lebih terarah. Sikap apatis dan pragmatis yang ditunjukan masyarakat dapat disebabkan karena rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap politik, masyarakat yang tidak memahami hakikat politik sesungguhnya. Untuk itu penanaman pendidikan politik bagi masyarakat dirasa sangat perlu.

Pendidikan politik juga diperlukan bagi para pemilih pemula, pndidikan bagi pemilih pemula tidak hanya dilakukan ketika usia mereka masuk usia pemilih, namun hendaknya dilakukan sedini mungkin agar para pemilih tidak mengalami dilema dan menjadi pemilih yang berkualitas. Karena yang terjadi saat ini, para pemilih pemula dihadapkan pada dilema dalam menentukan pilihannya, jangan sampai hal ini terus berkelanjutan karena dapat berdampak pada kurang peduli dan kurangnya antusias mereka terhadap pemilu.

Pendidikan politik saat ini bukannya tidak ada, namun pendidikan yang diberikan kepada masyarakat hanyalah sebatas cara penggunaan hak pilih, cara mendaftar diri sebagai pemilih, tata cara dalam pencoblosan, kapan dan dimana harus memilih, serta kampanye partai politik. Pendidikan seperti ini bukannya tidak penting, perlu memang namun perlu adanya peningkatan pendidikan politik kepada masyarakat, seperti peningkatan informasi tentang memilih kadidat yang tepat, agar dapat menjadi pemilih cerdas, yakni memilih dengan pertimbangan yang didasarkan pada rekam jejak kandidat, integritas, dan program yang ditawarkan bukan lagi pada pertimbangan besarnya “serangan fajar” yang diberikan, serta perlunya informasi mengenai calon kadidat, proses pencalonan kadidat, proses penghitungan suara sampai calon terpilih. Kemudian hal penting lain yakni perlunya informasi mendasar mengenai pemilu, arti penting pemilu, pengaruh pemilu terhadap bangsa, kedudukan rakyat dalam pemilu, serta perlunya penanaman jiwa nasionalis kepada masyarakat agar mereka dapat memaknai pemilu dengan baik dan benar.

Pendidikan politik yang tepat akan melahirkan budaya politik yang sehat tanpa adanya bias apapun. Berawal dari politik yang sehat, akan menghasilkan masyarakat yang demokratis. Sudah saatnya lembaga pendidikan, LSM, organisasi masyarakat, bahkan masyarakat yang merasa mampu dalam bidang tersebut perlu mengambil alih peran pendidikan politik bagi masyarakat. Pendidikan yang langsung kepada masyarakat karena pendidikan politik juga penting untuk mewujudkan demokrasi yang lebih baik. Pendidikan seperti ini menjadi harapan mendorong pemilih untuk lebih mantap, tidak mudah terpengaruh dengan adanya provokasi dan pencitraan, serta dapat menjadi pemilih yang cerdas dan berkualitas untuk menentukan nasib bangsa Indonesia ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun