Beberapa kali saya bertemu dengan kalangan non-muslim minoritas dan saya mengenalkan diri sebagai anak muda NU, kesan pertama kali ketika bicara tentang "politik NU" dan kaum "minoritas" selalu muncul nama Abdul Muhaimin Iskandar setelah nama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Tidak seperti yang saya amati selama ini, ternyata nama Cak Imin sangat dikagumi di kalangan minoritas karena gelagat dan manuver politiknya yang lucu, jujur, dan jor-joran.
Bagaimana tidak. Ketika ramai bursa wapres nama Cak Imin sudah jadi buah bibir paling populis di tengah masyarakat Indonesia terutama di kalangan Nahdliyyin. Bahkan sempat menggertak petahana dengan kalimat yang cukup mengerikan "Jika pak Jokowi tidak mengambil Cak Imin, ia bisa kalah" ketika diwawancara Najwa Shihab.Â
Bukan hanya itu, Cak Imin juga berperan dalam penggalangan suara muslim non-Nahdliyyin salah-satunya bisa kita lihat dalam momentum ia bertemu dengan UAS (Ustadz Abdul Somad) ketika UAS di titik puncak popularitasnya. Artinya apa? Bahwa Cak Imin salah-satu tokoh NU yang tidak resisten untuk bertemu umat Islam lainnya yang non-Nahdliyyin.
Perilaku lucu selanjutnya ketika Cak Imin ditanya oleh wartawan soal jatah menteri PKB pasca Jokowi-Amin menang, ia meminta 10 menteri untuk PKB. Namun, ketika Mukhtamar PKB di Bali 20 Agustus 2019 Cak Imin berubah 180 derajat, ia tidak meminta jatah menteri, malah menyerahkan semuanya kepada Jokowi, "ufawwidlu Amranaa Ilaa Jokowi".
Bagi Cak Imin politik itu adalah Dagelan, sedangkan Humor adalah keseriusan. Karena, bagi sebagian pelawak atau Stand Up Komedian profesional, humor itu adalah sesuatu hal yang serius dan perlu banyak teori untuk membuat orang tertawa, khususnya dibutuhkan permainan logika dan retorika. Sedangkan politik hanya permainan kepentingan dan panggung kepalsuan.
Terlepas dari semua itu, khidmat Cak Imin terhadap NU tidak bisa dibantah. Berkat PKB dan Cak Imin banyak ulama muda NU yang diangkat namanya yang sekarang sangat digandrungi oleh kaum Islam moderat, seperti Gus Muwafiq dan lain sebagainya. Cak Imin juga berhasil mengkader banyak anak muda NU di PKB.
Mau tidak mau NU adalah anasir penting dalam tubuh PKB, suka tidak suka Cak Imin adalah bagian penting dalam dunia perpolitikan NU. Memang, secara garis kultural, tentunya partai politik NU adalah PKB, meskipun di luar itu banyak juga kader NU di partai lain. Seperti slogan Kyai Ma'ruf Amin "Ar-Ruju', wa al-Ruju', tsumma al-Ruju', Fa al-Ruju'" pada intinya PKB adalah Rumah Besar Kaum Sarungan.
Sesuai prediksi semua kader NU, Cak Imin kembali terpilih sebagai ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa di Mukhtamar Bali 2019 secara aklamasi alias mutlak.
Memang, ada sebagian kader yang tidak suka dengan Cak Imin menyebutnya dengan "Hajatan" bukan "Muktamar", cenderung tendensius dan menuduh dekat dengan oligarki partai politik. Apakah benar oligarki?
Saya lebih melihat bahwa oligarki itu jika sebuah lembaga dikuasai sebagian elit tertentu dan banyak kesenjangan sosial yang terjadi di lembaga tersebut, boleh jadi dalam konteks PKB ada kemandegan kaderisasi. Saya kira itu tidak terjadi di PKB, bahkan ketika Cak Imin terpilih lagi, semua kader partai senang dan kaderisasi kepemimpinan pun merata dan berkelanjutan, banyak kader-kader tangguh yang telah dicetak PKB seperti Imam Nahrowi, Hanif Dhakiri, Eko Sandjoyo, dan lain sebagainya.
Saya kira di antara partai Islam lainnya, PKB adalah partai Islam terbesar yang mempunyai basis akar rumput yang sangat kuat , karena ditopang oleh organisasi Islam dengan basis terbesar di Indonesia.