Mohon tunggu...
Rikal Dikri
Rikal Dikri Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer dan Content Creator YouTube: Agama Akal Channel

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, meski sekarang hanya menikmati kecantikanmu dengan mata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanita Pembual

18 Desember 2018   09:03 Diperbarui: 18 Desember 2018   15:02 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku memilih istilah wanita dari pada perempuan, terlalu mulia bagi seorang pembual disebut perempuan. Ungkap seorang yang menyematkan namanya dengan gubahan D.

Ia bercerita seorang wanita seringkali mendapatkan keistimewaan tertentu, dalam catatan sejarah memang amat banyak wanita tertindas, sehingga muncul sebuah flatform gerakan feminisme, mengaspirasikan "pembelaan" terhadap kaum wanita.

Kita mengenal perempuan hebat seperti Hypatia seorang perempuan Yunani, sosoknya sebagai pejuang ilmu pengetahuan, kita kenal Mother Teresa seorang biarawati Albania yang mengabdikan hidupnya untuk orang lemah, ada juga Sojourner Truth seorang Jacksonian Afrika-Amerika yang memperjuangkan kesetaraan gender, semua kisah perempuan ini membuat kita heroik dan jadi inspirator bagi pembaca kisahnya.

Sialnya kita jarang sekali menemukan kisah wanita durjana alias pembual, kita hanya mengenal kisah fiksi bawang merah dan bawang putih, andai saja ada bawang bombai di situ, bisa rame nyanyi Kuch Kuch Hotae. Selanjutnya kita sering disajikan kisah bullshit karya William Shakespeare, yang meracuni kaum muda yaitu Romeo and Julia. Alhasil dalam layar monitor ini, kita hanya bisa menggambarkan dua sosok wanita, kalau dia bukan tertindas maka dia pejuang.

Jarang sekali ada kisah wanita pembual, wanita pengkhianat, dan wanita penindas, padahal dalam realitanya itu sangat banyak banget. Benar kata Rocky Gerung, wanita itu makhluk yang indah sebagai fiksi, namun berbahaya sebagai fakta. Memang betul, di kisah-kisah fiksi wanita digambarkan sebagai sosok cantik, penyanyang, ramah, dan sensitif terhadap perasaan, nyatanya tidak semua seperti itu.

Jika kita memahami wanita hanya dari cerita fiksi, bullshit. Tak seelok itu. Apabila kita kebanyakan mengkonsumsi fiksi seorang wanita, hingga over dosis, dan kita dihadapkan dengan realitanya tentunya kita akan mengalami semacam cultural shock yang menyerang saraf otak kita. Bahaya bro!

Alkisah seorang laki-laki bertemu seorang wanita, yang mana pernah menaruh hatinya di wanita itu. Sesekali dia bertemu di sebuah bioskop layar lebar, wanita itu menyatakan cinta padanya. Duh,..... apaan sih kagak romantis juga.

Waktu demi waktu terus berlanjut, istilah-istilah romantis pun datang dari kedua mulut insan yang nisyan ini, "aku gak mau kehilanganmu", eh lebay deh.... perjanjian demi perjanjian mereka MoU-kan tanpa di atas putih dan hitam.

Benih-benih cinta mulai tersemai dan menjadi kecambah, toge dong. Hahaha. Eh, srius ini, benih itu tumbuh dalam sanubari kedua insan tersebut, tapi belum tentu juga sih. Kan gue ceritain yang cowoknya, masa gue tau urusan hati yang ceweknya.

Kisah ini tak berjalan lama, kurang lebih hanya 1,5 s/d 2bln. Dalam kurun waktu yang sebentar itu, setiap kali ada kebutuhan finansial, wanita ini meminta bantuan kepada lelakinya, tak sedikit tapi lumayan banyak. Lelaki itu dengan ikhlas memberikan segalanya, karena ia cinta dan "kasihan".

Suatu waktu, wanita itu labil bak anak kecil, mungkin ia bosan, atau entah apalah itu, sehingga ia memutuskan hubungannya dengan kekasihnya itu secara tiba-tiba dan tanpa alasan.

Lelaki itu, terdiam biasa saja, nggak merasa panik atau apa, karena selama ini dia memahami perilakunya, memahami psikologinya, memahami segalanya, bahwa wanita itu seorang pembual.

Ketika berbicara, ia selalu memonopoli pembicaraan, seperti anak semester 1 yang ingin dapat nilai formatif dari dosen, membual semaunya ngalor ngidul tanpa ada kejelasan, "apa sebenarnya yang ia omongkan?" Sampah, gak ada isinya. Ia selalu menggunakan istilah menarik atau kata ilmiah, padahal ia sendiri tidak tahu artinya apa, itu ia gunakan hanya untuk menarik perhatian orang di sekelilingnya.

Ketika seorang lelakinya memberikan saran, ia membantahnya, menolaknya, tentunya tidak akan digubrisnya. Ia selalu merasa dirinya lebih unggul, entah itu karena bacaan dia tentang feminisme, padahal gak begitu faham juga tentang itu, hanya dijadikan dalih saja.

Ia sangat sulit mendengar pendapat orang lain, bahkan ia sulit menghargai orang lain. Itulah ciri-ciri wanita pembual. Selalu merasa dirinya paling pintar, padahal bodoh!

Untungnya, ketika lelaki itu diputuskan ternyata tidak sedikit pun rasa sakit di hatinya, karena sudah tahu karakternya. Nasihat untuk para jomblo, hati-hati dengan wanita pembual model seperti ini, tidak perlu dijauhi, cukup anda sadarkan, kalau masih belum sadar celupin kepalanya ke rendeman air Bayclin biar otaknya waras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun