Mohon tunggu...
Rika Apriani
Rika Apriani Mohon Tunggu... Novelis - Writer, author, blogger. Nama Pena: Zanetta Jeanne.

Creating my own imaginary world through writing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Kafe Bertembok Hitam

2 April 2024   13:13 Diperbarui: 2 April 2024   13:17 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pexels.com / Abigail Olarte 

“Ve, kita jadi makan siang bareng di kantorku?” Ada pesan teks masuk dari Marsha.

Hmm... Sudah hampir jam 12 siang rupanya. Waktu cepat sekali berlalu. Pantas dari tadi perutku terasa lapar. Ujar Venus dalam hati.

“Jadi. Sebentar lagi aku jalan ke sana ya. Kita ketemuan di mana nanti?” Venus membalas pesan teks Marsha.

“Kita makan di food court gedung sebelah kantorku aja. Kamu belum pernah nyobain makan di sana, kan?” Tanya Marsha lewat balasan teksnya.

“Belum.” Venus membalas dengan singkat.

“Nanti kamu tanya security gedung aja lokasinya di mana ya. See you there, Ve.” Marsha mengakhiri pesannya.

Siang itu teramat terik. Matahari tepat berada di atas kepala. Venus mengenakan kaca mata hitamnya dan bergegas berjalan cepat ke arah lobi gedung untuk menghindari panasnya cuaca. Ia melihat ada seorang satpam di depan lobi dan segera menghampirinya.

“Permisi, Pak. Food court ada di lantai berapa ya?” Venus bertanya dengan sopan.

“Food court ada di lantai 3. Mbak naik eskalator aja dua kali. Itu langsung menuju food court.” Jawab Pak Satpam sambil menunjukkan arah eskalator kepada Venus.

“Baik Pak, terima kasih.” Kemudian Venus berjalan ke arah eskalator yang tadi sudah ditunjukkan oleh Pak Satpam.

Sudah di lantai 3. Venus bergumam dalam hati. Ia melihat di sekeliling lantai. Lumayan ramai dengan orang-orang di sana. Ada yang sedang menikmati makan siangnya, ada pula yang sedang lalu lalang hendak memesan makanan.

Venus melihat ponselnya sekilas. Belum ada pesan teks dari Marsha. Ia memutuskan untuk melihat-lihat menu terlebih dahulu. Venus pun berjalan mendekati tempat pemesanan. Ia disambut oleh seorang gadis muda berkulit pucat tersenyum kepadanya.

“Cuma ini aja menunya, Mbak?” Venus bertanya dengan nada sedikit kecewa. Mbak petugas kafe menggangguk dan tersenyum.

“Ya sudah, kalau gitu saya pesan bistik ayam dan es jeruk ya.” Kata Venus menyebutkan pesanannya. Lagi-lagi Mbak itu hanya mengangguk dan tersenyum. Setelah menyelesaikan pembayaran, Venus mencari-cari meja yang kosong.

Ia memilih meja yang berada di sudut. Sambil menunggu pesanannya datang, Venus kembali mengecek ponselnya.

Hmm... Tidak ada sinyal. Pantesan. Ujar Venus dalam hati. Ia bertanya-tanya mengapa Marsha belum datang juga. Di lantai itu hanya ada satu tempat makan. Tak mungkin Venus tidak melihat kedatangan Marsha. Marsha pun pasti akan mencarinya, pikir Venus dalam hati.

Setelah diperhatikan, tempat makan itu seperti kafe jaman dulu. Meja-meja makan kayu berbentuk persegi panjang ditata rapi dengan kursi-kursi dari kayu jati di sekelilingnya. Tembok-temboknya semua dicat hitam. Agak kurang penerangannya. Untung hari itu terik sekali. Sehingga masih tampak sinar matahari masuk dari luar jendela ke dalam kafe tersebut.

Ternyata food court yang dikatakan oleh Marsha tidak seperti yang Venus bayangkan sebelumnya. Venus mengira ia akan diajak makan di food court pada umumnya. Ia sudah memikirkan ada banyak pilihan makanan yang bisa ia makan siang itu. Tidak seperti sekarang ini. Kafe ini tidak memiliki banyak menu makanan dan minuman.

Lama sekali Marsha datangnya. Ucap Venus dalam hati. Ia mulai tidak sabar. Makanan dan minuman yang dipesan sudah lama habis disantapnya. Gadis cantik itu melirik jam di tangan kirinya.

Sudah jam 2 siang. Aku harus balik ke kantor. Venus berkata pada dirinya sendiri. Ia pun berjalan ke arah eskalator turun, keluar dari kafe tersebut.

“Ve! Venus!” Terdengar teriakan seorang perempuan memanggilnya, sesampainya Venus di lobi.

“Marsha? Kamu kemana aja, sih? Aku tungguin kamu dari tadi di kafe.” Sahut Venus dengan suara kesal.

“Kafe? Kafe mana, Ve? Tadi kan kita janjiannya di food court, bukan di kafe.” Ujar Marsha kebingungan.

“Aku tungguin kamu di food court selama 2 jam, Ve. Sampai aku keliling food court nyariin kamu. Tapi ga ketemu. Ketemunya malah di lobi.” Marsha menyambung pembicaraannya.

“Lah, gimana sih. Aku juga nungguin kamu dari tadi, Sha. Di kafe yang kamu bilang food court itu. Mana menunya cuma sedikit. Aku jadi ga banyak pilihan makannya.” Cerocos Venus tambah sebal.

“Hah? Mana ada kafe di food court, Ve? Kafe apa? Apa namanya?” Marsha jadi semakin bingung.

“Ya aku ga merhatiin tadi nama kafenya apa. Tapi di lantai 3 tadi hanya ada satu kafe itu. Yang temboknya hitam semua itu, lho.” Venus masih ngotot menerangkan.

“Ve, di lantai 3 gedung ini semuanya dipakai untuk lokasi food court. Bentuknya konter-konter makanan dan minuman gitu. Ga ada yang bentuknya kafe. Lagipula di gedung ini semua temboknya putih. Ga ada yang hitam.” Marsha mencoba memberi pengertian kepada Venus.

Venus dan Marsha tiba-tiba tercekat. Mereka berdua baru menyadari apa yang baru dialami oleh Venus.

“Jadi barusan aku makan di mana, Sha?” Tanya Venus tiba-tiba bergidik.

Ia teringat lagi suasana di kafe bertembok hitam itu. Pantas tadi Venus tidak mendengar sedikit pun suara-suara orang berbicara, walaupun banyak orang lalu lalang di sekitarnya. Pantas saja Mbak petugas kafe hanya tersenyum dan mengangguk tanpa suara. Pantas tadi semua orang yang ada di sana berkulit pucat. Semua kejanggalan yang sedari tadi Venus rasakan terjawab sudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun