Mohon tunggu...
RIKA ANDRIYANI
RIKA ANDRIYANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

masih belajar dan terus ingin belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Endogenous Growth Sebagai Upaya Mengatasi Masalah Perkotaan

22 November 2022   10:15 Diperbarui: 22 November 2022   10:25 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Munculnya masalah-masalah perkotaan seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan,mahalnya nilai sewa lahan dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti kemacetan, perumahan kumuh, pemukiman tidak layak, dan polusi. Hal ini menuntu para ahli dari berbagai disiplin ilmu memikirkan dan mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 56,7% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan pada 2020. Hal tersebut menunjukkan adanya migrasi selain dikarenakan adanya perubahan status dari pedesaan menjadi perkotaan.

Berkembangnya kota disebabkan oleh arus migrasi penduduk yang tinggi. Orang-orang tertarik berpindah ke kota-kota karena adanya kemungkinan mendapat kerja dengan upah yang lebih baik dibandingkan di pedesaan. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia masih sedang menghadapi permasalahan penduduk yang terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra. Menurut data BPS, lima provinsi dengan tujuan migrasi masuk terbesar adalah Jawa Barat, DKI, Banten, Lampung, dan Riau.

Kisah sukses migrasi kerabat dapat menyebabkan orang lain juga tertarik bermigrasi denngan harapan memperoleh taraf hidup lebih baik, pekerjaan/pendapatan yang lebih baik, harapan meraih pendidikan yang lebih baik hingga mendapat lingkungan baru dengan segenap fasilitas yang dapat melengkapi segala kebutuhan. Mobilitas dari desa ke kota dapat menguntungkan pembangunan ekonomi karena terjadi surplus tenaga kerja di perkotaan, sehingga mereka akan bersaingan meningkatkan kualitasnya masing-masing.

Migrasi juga berkaitan dengan karakteristik ekonomi yang dapat dilihat melalui PDRB perkapita yang mempresentasikan kesejahteraan suatu wilayah. Semakin tinggi kesejahteraan wilayah maka semakin memungkinkan menarik orang masuk ke wilayah tersebut. Mereka berekspektasi mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik. PDRB tertinggi di Indonesia menurut ADHK, PDRB terbesar pada kuartal I/2022 diraih oleh Jakarta yaitu sebesar Rp480,41 triliun. Tidak heran jika disana sering terjadi kemacetan dan banyak daerah kumuh yang tidak terencana karena disebabkan oleh tingginya migrasi hingga menyebabkan pertumbuhan penduduk yang tak terkendali. Selain itu juga hal ini tidak luput dari terjadinya ketimpangan dan kemiskinan.

Dalam jurnal (Handayani, 2013) sebagian besar responden migrasi diakibatkan karena motif ekonomi yakni mendapatkan uang untuk biaya keluarga. Perlu adanya upaya dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Nilai PDRB dapat menunjukkan aktivitas produksi barang dan jasa di suatu daerah. Semakin tinggi nilai PDRB menujukkan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dan aktivitas produksi sehingga dapat berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja sebagai pelaku produksi.

Dengan ciri-ciri kota seperti jumlah penduduk yang padat akibat adanya migrasi, serta adanya failitas dan kegiatan ekonomi perkotaan, maka kota merupakan pusat pertumbuhan. Kota yang ideal tidak hanya mendorong pertumbuhan diwilayahnya sendiri, melainkan juga mendorong pertumbuhan daerah-daerah sekitarnya melalui interaksi sosial ekonomi. Dengan begitu, kota dapat dijadikan sebagai factor penggerak pembangunan. Daerah-daerah suburban (pinggiran kota) akan lebih terpengaruh oleh perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi. Inovasi merupakan unsur penting dalam pembangunan dan integrasi nasional.

Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah pemusatan penduduk padat yang terkonsentrasi di satu pusat pertumbuhan seperti Jakarta adalah adanya pemindahan IKN yang rencananya akan dipindahkan di Kalimantan Timur. Upaya ini dicanangkan agar tidak semua kegiatan ekonomi dan pemerintahan terkonsentrasi di satu titik.  Apabila pertumbuhan terlalu focus di satu pusat dapat menyebabkan ketimpangan wilayah pada daerah-daerah yang jauh dari pusat pertumbuhan. Pemerintah melakukan pemerataan dengan membentuk kutub-kutub pertumbuhan.

Upaya lain selain dari kebijakan-kebijakan sentralistik / pemerintah pusat adalah melelui upaya dan kebijakan setiap daerah. Akan tetapi terdapat permasalahan dalam membangun perekonomian daerah dikarenakan karakteristik dan potensi tiap daerah berbeda-beda. Adanya otonomi daerah yang diberlukakan sejak tahun 2001 di Indonesia dapat menjadi alat untuk meningkatkan pelayanan secara maksimal. Bahkan latar belakang terjadinya otonomi daerah juga disebabkan karena gejolak sosial akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun1997. Dengan otonomi daerah pemerintah dapat melakukan upaya-upaya dalam mengelolah sumber daya berbasis local untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional serta melaksanakan pembangunan secara maksimal sesuai potensi daerahnya masing-masing.

Otonomi daerah ini merupakan karakteristik pembangunan melalui pendekatan endogenous dimana perekonomian lokal dapat memanfaatkan kekayaan potensi yang dimiliki. Model endogenous growth ini menekankan yang tadinya dari pendekatan sector-sektor "tradisional", maka ke depannya kita merujuk pada sector-sektor "potensial" dengan dukungan inovasi dan SDM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun